Negara Afrika yang terdampak pandemi COVID-19 paling parah itu kini berada dalam cengkeraman gelombang ketiga penularan varian Delta yang lebih menular.
"Sistem kesehatan kami masih tertekan," kata Presiden Afsel Cyril Ramaphosa saat berpidato yang disiarkan televisi.
Awal Juli ini Afsel mencatat rekor baru kasus harian di atas 26.000 yang membuat rumah sakit di sana kewalahan.
Pada akhir Juni, Ramaphosa menaikkan skala pembatasan ke level empat dari lima level pengetatan saat kasus melonjak. Dia berjanji akan meninjau pembatasan itu setelah dua pekan.
Pada Minggu dia mengatakan bahwa kabinet memutuskan untuk melanjutkan "level 4 siaga" sampai 14 hari lagi, meski restoran akan diperbolehkan lagi melayani makan di tempat dengan protokol kesehatan yang ketat. Pusat kebugaran juga diizinkan beroperasi kembali dengan syarat tertentu.
Ramaphosa menambahkan bahwa komite penasihat pemerintah sedang mengupayakan agar vaksin CoronaVac buatan Sinovac dapat segera digunakan dalam program vaksinasi COVID-19.
Sejauh ini program vaksinasi berjalan lambat. Dengan populasi 60 juta jiwa, baru 4,2 juta dosis vaksin yang telah disuntikkan. Namun, pejabat berharap dapat meningkatkan vaksinasi harian menjadi sedikitnya 300.000 vaksin pada akhir Agustus.
Menurut Ramaphosa, Uni Afrika dan Uni Eropa telah menyepakati sebuah kontrak, di mana perusahaan farmasi lokal Aspen akan mengirim lebih dari 17 juta dosis vaksin Johnson & Johnson ke Afrika Selatan dan negara Afrika lainnya selama tiga bulan ke depan.
Aspen memperoleh bahan vaksin dari J&J untuk dikemas di Afsel, sebuah proses yang dikenal sebagai pengisian dan pengepakan.Negara itu tengah bernegosiasi agar bahan tersebut bisa diproduksi secara lokal, "agar kami punya vaksin sendiri yang dibuat di tanah Afrika", kata Ramaphosa.
Sumber: Reuters