Kautsar bercerita bahwa ada lima puluh orang panitia disiapkan untuk memasak kuah beulangong ini di halaman belakang Masjid Al-Furqan Beurawe. Berbagai peralatan dan bahan masakan sudah disiapkan sejak malam hari.
"Tadi malam kita sudah sembelih satu ekor sapi dan menyiapkan berbagai alat masak," katanya.
Kemudian, saat matahari naik pukul 10.00 WIB, aktivitas memasak gulai sapi di dalam belanga besar itu pun dimulai. Dua jam kemudian, asap membumbung dari tiap belanga, aroma wangi rempah daun temurui dan serai pun yang larut dalam kuah mendidih itu pun akan dapat tercium.
Baca juga: Ranub mameh, jajanan khas Aceh yang kaya khasiat
Sang juru masak, Zulkarnain yang oleh masyarakat akrab disapa Bang Joel, mengatakan masing-masing belanga tersebut berisi 20 kg daging sapi dan 5 kg tulang, totalnya kira-kira ada 240 kg daging sapi dan 60 kg tulang yang dimasak dalam 12 belanga kuah beulangong tersebut.
"Dengan jumlah segitu, satu beulanga gulai sapi khas Aceh ini dapat dinikmati untuk sekitar 60 sampai 70 orang," katanya.
Secara keseluruhan, terdapat sekitar 840 warga Gampong Beurawe yang menyantap kuah beulangong saat berbuka puasa pada 17 Ramadhan.
Tradisi kuah beulangong ini sudah menjadi tradisi yang melekat bagi masyarakat Aceh tak terkecuali warga Gampong Beurawe untuk merayakan momentum-momentum keagamaan, seperti Nuzulul Qur'an.
Selain Nuzulul Qur'an, tradisi kenduri kuah beulangong di Gampong Beurawe juga digelar pada peringatan kelahiran nabi terakhir, Muhammad SAW.
Baca juga: Lemang, makanan khas yang masih jadi idola masyarakat Aceh saat Ramadhan