Ia mencontohkan, dalam Pasal 8 Qanun Aceh tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan juga telah menegaskan bahwa jaminan atas hak perempuan untuk menduduki posisi jabatan politik di eksekutif maupun legislatif secara proporsional.
“Jaminan atas pemenuhan hak ini telah dinyatakan dengan tegas dalam konstitusi dan sejumlah peraturan perundang-undangan di bawahnya, baik dalam bentuk UU maupun Qanun,” ujarnya.
Karena itu, elemen gerakan perempuan Aceh meminta pemerintah mengambil langkah konkret untuk mempromosikan dan melindungi hak-hak perempuan dalam politik, termasuk mendukung keterlibatan mereka dalam bursa Pilkada dan posisi kepemimpinan politik lainnya, sesuai dengan ketentuan hukum berlaku.
“Serta meningkatkan pemahaman masyarakat tentang hak-hak perempuan dalam politik, serta menghapus stereotip dan prasangka gender yang dapat menghalangi partisipasi perempuan,” katanya.
Tak hanya itu, Khairani juga meminta Panwaslih Aceh dan kabupaten/kota dapat meningkatkan pengawasannya terhadap penggunaan konten atau materi kampanye yang mengarah kepada hoaks dan politisasi SARA dalam Pilkada sejak dari tahapan persiapan, serta melakukan pencegahannya.
Lalu, ia juga menyerukan kepada seluruh bakal calon kepala daerah dan tim suksesnya agar berkompetisi secara fair dalam keseluruhan tahapan Pilkada, tanpa harus melakukan politisasi agama/syariat Islam untuk menjegal perempuan menggunakan hak politiknya.
“Sebagai bagian dari masyarakat yang majemuk, kami percaya bahwa partisipasi penuh perempuan dalam kepemimpinan politik adalah kunci untuk membangun masyarakat yang lebih adil dan berdaya,” demikian Khairani Arifin.