Banda Aceh (ANTARA) - Balai Syura Ureung Inong (perempuan) Aceh bersama elemen gerakan perempuan lainnya meminta Pemerintah Aceh menjamin hak politik kaum hawa pada Pilkada serentak 2024, jangan sampai mereka terdiskriminasi.
“Kami mendesak Pemerintah Aceh dan kabupaten/kota agar memastikan setiap perempuan yang mencalonkan diri dalam Pilkada tidak menghadapi diskriminasi atau hambatan karena keberadaannya sebagai perempuan,” kata Presidium Balai Syura Ureung Inong Aceh Khairani Arifin di Banda Aceh, Selasa.
Pernyataan ini disampaikan elemen gerakan perempuan Aceh menyikapi kontroversial di media sosial yang menolak partisipasi perempuan Aceh dalam pilkada berdasarkan
penafsiran yang sempit terhadap ajaran Al Quran.
Khairani menyampaikan, sejarah Islam telah mencatat peran penting tokoh perempuan seperti Sayyidah Khadijah, Sayyidah Aisyah, dan Sayyidah Fatimah dalam mendukung dan menyebarkan ajaran Islam tanpa melarang mereka untuk berpartisipasi pada kepemimpinan politik.
Di Aceh sendiri, kata dia, juga memiliki warisan kepemimpinan perempuan yang kuat dengan empat ratu memimpin Aceh selama 59 tahun, dan didukung oleh dua ulama besar, Nuruddin Ar-Raniri dan Abdurrauf As-Singkili.
"Ini menunjukkan bahwa perempuan memiliki tempat yang penting dalam sejarah kepemimpinan di Aceh,” ujarnya.
Selain itu, UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Qanun Aceh tentang Pilkada juga tidak menyebutkan sedikit larangan perempuan mencalonkan diri sebagai kepala daerah. “Bahkan UUPA telah mewajibkan Pemerintah Aceh dan Pemerintah kabupaten/kota untuk memajukan dan melindungi hak-hak perempuan,” katanya.
Ia mencontohkan, dalam Pasal 8 Qanun Aceh tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan juga telah menegaskan bahwa jaminan atas hak perempuan untuk menduduki posisi jabatan politik di eksekutif maupun legislatif secara proporsional.
“Jaminan atas pemenuhan hak ini telah dinyatakan dengan tegas dalam konstitusi dan sejumlah peraturan perundang-undangan di bawahnya, baik dalam bentuk UU maupun Qanun,” ujarnya.
Karena itu, elemen gerakan perempuan Aceh meminta pemerintah mengambil langkah konkret untuk mempromosikan dan melindungi hak-hak perempuan dalam politik, termasuk mendukung keterlibatan mereka dalam bursa Pilkada dan posisi kepemimpinan politik lainnya, sesuai dengan ketentuan hukum berlaku.
“Serta meningkatkan pemahaman masyarakat tentang hak-hak perempuan dalam politik, serta menghapus stereotip dan prasangka gender yang dapat menghalangi partisipasi perempuan,” katanya.
Tak hanya itu, Khairani juga meminta Panwaslih Aceh dan kabupaten/kota dapat meningkatkan pengawasannya terhadap penggunaan konten atau materi kampanye yang mengarah kepada hoaks dan politisasi SARA dalam Pilkada sejak dari tahapan persiapan, serta melakukan pencegahannya.
Lalu, ia juga menyerukan kepada seluruh bakal calon kepala daerah dan tim suksesnya agar berkompetisi secara fair dalam keseluruhan tahapan Pilkada, tanpa harus melakukan politisasi agama/syariat Islam untuk menjegal perempuan menggunakan hak politiknya.
“Sebagai bagian dari masyarakat yang majemuk, kami percaya bahwa partisipasi penuh perempuan dalam kepemimpinan politik adalah kunci untuk membangun masyarakat yang lebih adil dan berdaya,” demikian Khairani Arifin.