Banda Aceh (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh dan jajaran kejaksaan negeri di provinsi ujung barat Indonesia tersebut menghentikan penuntutan sebanyak 166 perkara berdasarkan keadilan restoratif atau restorative justice sepanjang 2024
"Sebanyak 46 perkara d Aceh dihentikan berdasarkan keadilan restoratif sejak Januari hingga pertengahan Juli tahun ini, sudah sebanyak perkara," kata Kepala Kejati (Kajati) Aceh Joko Purwanto di Banda Aceh, Kamis.
Joko Purwanto menyebutkan sebanyak 46 perkara yang dihentikan berdasarkan keadilan restoratif tersebut di antaranya penganiayaan, penipuan, pencurian, narkotika, dan lainnya.
Dari 46 perkara tersebut, yang terbanyak ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen sebanyak 11 perkara dan Kejari Lhokseumawe dengan tujuh perkara.
Sedangkan Kejari Lhokseumawe dan Kejari Aceh Barat Daya masing-masing empat perkara. Kejari Aceh Tenggara menghentikan tiga perkara.
Berikutnya Kejari Aceh Selatan, Kejari Aceh Utara Kejari Simeulue, Kejari Aceh Besar, Kejari Nagan Raya, dan Kejari Bener Meriah masing-masing dua perkara.
"Serta Kejari Langsa, Kejari Aceh Tengah, Kejari Aceh Jaya, Kejari Gayo Lues, dan Cabang Kejari Kota Bakti di Kabupaten Pidie masing-masing satu perkara," katanya.
Kajati Aceh menyebutkan penghentian perkara berdasarkan keadilan restoratif tersebut merupakan tindak lanjut program Jaksa Agung. Di mana penyelesaian sebuah perkara tidak harus melalui proses peradilan atau persidangan di pengadilan.
Menurut dia, penghukuman pelaku dalam sebuah perkara adalah upaya terakhir. Jadi, apa bila ada persoalan hukum diupayakan diselesaikan berdasarkan keadilan restoratif dan tidak harus ke pengadilan.
"Akan tetapi, ada syarat penyelesaian perkara hukum berdasarkan keadilan restoratif. Di antaranya, para pihak, baik korban maupun pelaku sudah berdamai. Pelaku berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan korban juga tidak lagi menuntut," kata Joko Purwanto.
Baca juga: Kejari Bireuen selesaikan kasus penganiayaan secara keadilan restoratif