Aceh yang merupakan salah satu provinsi di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia, memiliki tradisi yang unik dalam memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Sebagai daerah yang penduduknya mayoritas Islam, perayaaan maulid nabi Muhammad SAW bagi masyarakat Aceh memiliki arti penting didalam kehidupan adat dan budaya. Makanya tidak mengherankan, apabila memasuki bulan Rabiul Awal (bulan lahirnya Nabi Muhammad SAW), maka tradisi perayaan maulid tampak meriah di Aceh.
Peringatan maulid Nabi Besar Muhammad SAW di Aceh dikenal dengan istilah "Maulod". Didalam pelaksanaan peringatan maulid tersebut, dilakukan dengan cara berkenduri atau dikenal dengan istilah masyarakat Aceh disebut "Khenduri Maulod". Bahkan perayaan maulid di Aceh, tidak hanya dilakukan pada hari yang ditentukan dalam kalender saja (hari "H" ). Akan tetapi dilakukan pada waktu-waktu apa saja selama masa waktu 3 bulan. Dapat dikatakan maulid di Aceh merupakan perayaan dengan waktu terlama.
Sesuai dengan penanggalan bulan dalam Islam, maka pelaksanaan tradisi perayaan maulid dilakukan mulai dari bulan Rabiul Awal (disebut dengan Maulod Awai), Rabiul Akhir (disebut dengan Maulod Teungoh), dan Jumadil Awal (atau dikenal dengan Maulod Akhe).
Seperti diketahui, tradisi perayaan maulid di Aceh dilakukan dengan berkenduri. Bagi masyarakat yang mampu melakukan kenduri, maka akan berkenduri dan membagikan makanan kepada masyarakat lain yang berkumpul di meunasah (Bangunan pusat desa yang berfungsi sebagai tempat ibadah dan juga kegiatan masyarakat di Aceh).
Bagi masyarakat Aceh, jika tidak melakukan kenduri maulid merasa ada sesuatu yang kurang. Sehingga tidak mengherankan apabila pada bulan maulid masyarakat berbondong-bondong membawa makanan yang telah dimasak ke Meunasah. Saat membawa makanan ada tempat khusus yang disebut dengan "Dalong", yakni wadah khusus yang berbentuk silinder dengan diameter ukuran tinggi 30 cm. Didalam Dalong diisi nasi dan juga lengkap dengan lauk pauk hingga berlapis-lapis didalamnya dan dikenal dengan "Dalong Meulapeh". Dalong tersebut diantar ke meunasah dan akan dibuka saat menikmati kenduri.
Menarik untuk mengintip menu makanan tradisi perayaan maulid di Aceh. sudah pasti menu yang disuguhkan berbeda dengan hari-hari biasanya. namun yang paling khas makanan pada bulan maulid di aceh adalah "Bu Minyeuk" atau nasi minyak yang dimasak secara khusus dengan tambahan rempah-rempah seperti Kapulaga dan juga Cengkih serta Bunga Cengkih Kleng.
Menariknya lagi, Bu Minyeuk juga disebut juga dengan "Bu Kulah". Hal itu karena bentuknya yang berbeda dengan bungkusan nasi pada umumnya. Bentuk bungkusan nasi khusus tersebut berbentuk seperti Piramida dalam bahasa Aceh dikenal dengan istilah "Kulah". Dibungkusnya dengan daun pisang yang terlebih dahulu dilayu diatas bara api. Sehingga selain rasanya yang khas Timur Tengah yang ditambah dengan aroma daun pisang, semakin merangsang untuk disantap.
Sementara mengenai menu atau lauk pauknya juga sangat khas bila dalam kenduri maulid ini, menu yang jarang ditemui pada waktu-waktu lain adalah "Kuah Pacri", yakni dipilih buah nenas yang sudah masak kemudian dipotong dan dimasak dengan kuah encer tanpa ada tambahan bumbu yang ada hanya berisi rempah-rempah, seperti cengkih, Kapulaga, Pandan dan sedikit cabai merah yang diiris. Rasanya tentu manis agak pedas yang disertai rasa nanas.
Sedangkan untuk menu lainnya adalah, berbagai masakan daging sapi dan juga daging ayam serta bebek. Serta aneka sayuran yang ditumis. Namun untuk daerah tertentu di Aceh ada masakan daging khusus, seperti di Aceh Besar ada kuah Beulangoeng (kuah belanga besar), sedangkan untuk wilayah pesisir pantai utara Aceh ada masakan Kari.
Menarik untuk mengintip lagi makanan khas tradisi peringatan maulid di Aceh, ternyata bukan hanya nasi dan lauk pauknya saja. Akan tetapi ada makanan tambahan lagi yang juga sangat khas pada kenduri maulid ini, yaitu ?Bulukat? ketan yang diberi kelapa dan dibungkus daun pisang dan berbentuk limas.
Kembali ke pelaksanaan perayaan maulid di Aceh, masing-masing desa membuat rapat desa tentang hari apa yang diputuskan untuk pelaksanaan maulid. Setelah para tetua desa berembuk dan ada keputusannya, baru disampaikan kepada warga. Biasanya dua minggu sebelum hari "H" sudah diumumkan di meunasah kepada warga.
Pada saat pelaksanaannya, warga desa berbondong-bondong menuju ke meunasah dan para warga dari desa lain juga undang untuk menikmati hidangan maulid. Namun, sebelum menikmati hidangan maulid, terlebih dahulu dilakukan zikir maulid secara berkelompok dan teratur. Setelah itu, baru dilanjutkan dengan acara kenduri maulid.
Panitia akan membagikan nasi dan juga lauk pauknya kepada warga yang telah duduk teratur untuk disantap saat itu. Setelah itu, panitia kembali membagikan ketan dan juga satu sisir pisang, bahkan nasi dan lauk pauk juga kepada warga untuk dibawa pulang kerumah. Ada kebanggaan bagi warga yang berkenduri, apabila makanan yang dikendurikan olehnya habis dimakan dan dibawa pulang oleh warga lainnya.
Untuk pelaksanaan kenduri maulid ini, dilaksanakan pada siang hari, sedangkan pada malam harinya kegiatan dilanjutkan dengan ceramah agama dengan mengundang mubaligh. Biasanya para mubaligh yang terkenal akan diundang untuk mengisi tausiyah agama.
Pada malam harinya, warga baik tua maupun muda, pria maupun wanita berbondong-bondong menuju ke meunasah untuk menyaksikan dan mendengarkan ceramah agama. Bahkan warga juga ikut membawa alas duduk masing-masing dari rumah agar dapat lebih leluasa mendengarkan ceramah agama dilapangan terbuka.
Begitulah kemeriahan pelaksanaan tradisi maulid di Aceh, seluruh warga larut dalam berbagai proses pelaksanaannya. Masa pelaksanaan kenduri maulid ini juga berlangsung selama 3 bulan seperti disebutkan diatas. Kenduri maulid bagi masyarakat Aceh telah menjadi tradisi dan dilaksanakan secara turun temurun. Pelaksanaan peringatan maulid merupakan salah satu contoh semangat kecintaan terhadap Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa perubahan dalam hidup manusia ke jalan yang benar.
Disebut-sebut, bahwa kemeriahan perayaan Maulid Nabi di Aceh memiliki dasar sejarah yang kuat, bahkan dalam sebuah surat wasiat Sultan Aceh yang diterbitkan pada 12 Rabiul Awal 913 Hijriah atau 23 Juli 1507, oleh Sultan Ali Mughayat Syah yang ditemukan Tan Sri Sanusi Junid, setelah diterjemahkan salah satu poinnya adalah mengenai pelaksanaan Maulid Nabi yang dapat menyambung tali silaturahmi antargampong di Kerajaan Aceh Darussalam.
Melihat kemeriahan tradisi perayaan maulid di Aceh
Rabu, 21 November 2018 13:06 WIB