Wakil Ketua Satu Bidang Kehormatan Dan Organisasi Partai DPC PDI Perjuangan Kabupaten Simeulue Hardani minta kepada Wali Nanggroe Dipemulia Malik Mahmud Al Haytar untuk peduli terhadap ancaman pelakanaan Syariat Islam di wilayah kepulauan tersebut.

Dipemulia Malik Mahmud selaku pimpinan sebuah lembaga kewalian yang hanya ada satu di Aceh untuk membawahi hal khusus termasuk penegakan Syariat Islam  kiranya peka terhadap ancaman penegakan Syariat Islam di Pulau Simeulue itu, katanya dalam siaran pers yang diterima di Banda Aceh, Jumat.

Permintaan Hardani itu menanggapi statmen tokoh pemuda di Simeulue Kadri Amin yang meminta Syariat Islam di daerah itu dicabut dan mendukung wilayah kepulauan tersebut dibangun diskotik dan bar.

Hardani yang juga mantan Presiden Mahasiswa Al-washliyah Aceh ini memohon pada Plt Gubernur Aceh, Kapolda, Kajati, dan Pimpinan DPRA dan para ulama agar kiranya menyikapi dengan serius soal pemikiran Syariat Islam di Simeulue supaya dicabut.

Hardani juga berharap pada tengku-tengku santriwan dan satriwati di dayah-dayah dan pesantren serta para mahasiswa/mahasiswi untuk bersama-sama mempertahankan penegakan Syariat Islam di Aceh dengan cara mendorong penegakan Syariat Islam itu secara adil, tidak hanya masyarakat jelata.

Menurut dia ucapan yang dilontarkan oleh Kadri Amin, bukan hal main main.

"Tidak boleh dipandang remeh, karena nyatanya banyak pihak yang ingin Syariat Islam tidak berjalan di Aceh. Istimewa para oknum pejabat Simeulue yang suka pelacuran dan maksiat lainnya," katanya.

Hardani menegaskan Syariat Islam, salah satu kekhususan Aceh yang harus dijaga. Pasalnya sejak dulu diperjuangkan bahkan hingga berdarah-darah dan banyak korban yang melayang.

Lalu jika hanya untuk mempertahankan saja, katanya, sudah tak sanggup maka sangat keterlaluan.

Hardani menilai statement Kadri Amin soal pencabutan Syariat Islam di Simeulue dan pembukaan diskotik, bar dan lokalisasi adalah satir.

Sebenarnya, katanya mungkin salah satu bentuk kekecewaan atas penegakkan Qanun Syariat Islam di Kabupaten Simeulue dan hukum kepada oknum pejabat Simeulue yang tidak berjalan.

Katanya, publik melihat dan mendengar ada beberapa permasalahan mesum yang terjadi di Simeulue pada 2019.

"Siapa yang tidak tau kejadian di Kabupaten Simeulue digemparkan dengan viralnya video mesum diduga Bupati Simeulue Erly Hasim, namun sampai hari ini sudah 2020 belum ditindaklanjuti. Dia tidak dicambuk sesuai aturan Qanun yang berlaku," jelasnya.

Kemudian lagi setelah video itu tak ada tanggapan dari penegak hukum terutama dari WH dan Dinas Syariat Islam maka terjadi lagi kasus yang sama di Desa Busung Indah, tertangkapnya dua pasang non muhrim di sebuah resort kosong.

Katanya sampai hari ini proses hukumnya seperti didiamkan, bahkan sekarang satu pasang yang melakukan mesum di Desa Busung bisa hidup bersama meski kasus hukumnya belum selesai.

Selama ini kata Hardani, Kadri Amin dan dia sendiri juga sebagian masyarakat Simeulue sudah menyuarakan baik itu dengan cara turun kejalan menyampaikan semua aspirasi dan keluhan termasuk di media sosial.

Anehnya, dia melihat para penegak Syariat Islam tersebut seperti tidak mau tau atau seakan akan tidak terjadi permasalahan apa-apa.

Ia berharap penegakan Qanun Syariat Islam ini harus dengan hati dan niat yang lurus karena Allah.

Kemudian dalam menegakkan Syariat Islam itu harus tegak dan sebenar-benarnya tegak sesuai ajaran Allah SWT dan Rasulnya.

Andai kasus mesum yang terjadi di Kabupaten Simeulue dan juga video mesum oknum Bupati Simeulue tidak diproses, kemudian hukum cambuknya tidak dilakukan dia khawatir ini dapat mengancam penegakan Qanun Syariat Islam di Simeulue sebagai mana dilontarkan Kadri Amin.

Sebab kata Hardani jika penegakan hukum tidak ditegakkan pada oknum-oknum di atas ditakutkan akan merembet pada umumnya penegakan Syariat Islam di Aceh-- daratan lainnya.

Hardani meyakini akan timbul perlawanan masyarakat yang melakukan maksiat terhadap aturan qanun tersebut secara masif.

"Bagaimana tidak timbul perlawanan masyarakat nantinya, ada contoh," ujar Hardani.

Andai kasus serupa orang yang lain jelas mereka tidak mau dan tidak menerima dicambuk, karena hukum seakan disini tumpul ke atas dan tajam ke bawah.

Pewarta: Antara

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020