Kepala Ombudsman Provinsi Aceh, Dr Taqwaddin Husin meminta kepada Pemerintah Provinsi Aceh agar segera mengalokasikan defisit (kekurangan) anggaran Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) dalam Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) di perubahan anggaran sebelum bulan Mei tahun 2020.

“Terkait defisit JKA ,sudah saya tanyakan ke Kepala Dinas Kesehatan Aceh dan tim Ombudsman RI Aceh sudah menelusuri secara undang-undang. Kesimpulannya adalah defisit terjadi karena adanya kenaikan iuran tarif baru, sementara ketika dihitung dalam pembahasan APBA 2020 berdasarkan tarif lama,” kata Taqwaddin Husin, Jumat malam.

Seperti diketahui, anggaran dana Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) yang tertera dalam dokumen daftar isian anggaran (DIPA) Dinas Kesehatan Provinsi Aceh sebesar Rp478,4 miliar. 

Sedangkan kebutuhan  dana Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) yang terdaftar di Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan untuk tahun 2020 ini sebesar Rp1,054 triliun.

Dana tersebut untuk membiayai jumlah warga Aceh yang didaftarkan oleh Pemerintah Aceh sebagai peserta BPJS Kesehatan sebanyak 2.090.660 jiwa.

Agar tidak terjadi defisit anggaran, kata Taqwaddin, Pemerintah Aceh perlu memasukkan kekurangan dana tersebut pada Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) Perubahan tahun 2020, yang harus disahkan sebelum dana JKA habis dalam tahun ini

“Kami harap, permasalahan ini tidak mengurangi kualitas pelayanan kesehatan di Aceh,” kata Taqwaddin menambahkan.

Ombudsman RI sebagai lembaga negara dengan fungsi pengawasan pelayanan publik, pihaknya perlu menegaskan agar Pemerintah Aceh memberikan kualitas pelayanan yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. 

Terkait defisit dana JKA, pihaknya berharap Pemerintah Aceh harus segera menemukan solusinya.

“Jangan sampai terjadi seperti apa yang diprediksi bahwa bulan Juni 2020 pelayanan medis oleh Pemerintah Aceh menjadi redup karena defisit dana, ini tidak boleh terjadi,” katanya lagi. 

Jika merujuk pada Qanun Aceh tentang Kesehatan, jelas ditentukan bahwa alokasi dana untuk kesehatan adalah minimal 10 persen dari APBA. 

Sehingga adanya defisit JKA sesuatu yang patut dirisaukan oleh masyarakat Aceh. Aktivitas preventif, promotif, dan curatif adalah program kesehatan yang bersifat wajib dan pelayanan dasar. 

Sehingga, pelayanan kesehatan tidak boleh berkurang. Apalagi, Aceh yang memiliki dukungan dana otonomi khusus, yang salah satunya adalah untuk kemajuan bidang kesehatan.

“Terkait masalah ini, saya percaya DPRA dan Pemerintah Aceh akan menemukan solusi yang tepat dan bijaksana untuk kemajuan pelayanan medis di Aceh. Hemat saya, Pemerintah Aceh harus serius menanggapi masalah ini. Hal ini penting agar jangan sampai kekecewaan masyarakat Aceh memuncak membentuk kristal emosi sosial merespon kebijakan Pemerintah Aceh yang akhir-akhir ini dirasakan kurang memihak rakyat miskin,” tegasnya.

Apalagi jika warga masyarakat membandingkan antara besaran alokasi anggaran untuk perjalanan dinas PNS Aceh yang kira-kira setara dengan dana JKA, hal ini, kata dia, memilukan hati masyarakat.

Pewarta: Teuku Dedi Iskandar

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020