Pemerintah Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh meminta masyarakat di daerah itu untuk tidak mengucilkan siapapun yang tertular atau terpapar dengan virus corona atau COVID-19.

Menurut pemerintah tertular penyakit bukanlah keinginan atau kemauan siapapun, akan tetapi terjadi di luar dari kesadaran atau kendali orang itu.

Siapapun bisa berpotensi untuk tertular dengan COVID-19. Berada di lingkungan manapun, bekerja atau berprofesi sebagai apapun dan entah pernah bepergian ke luar daerah atau tidak.

Baca juga: Pemerintah Aceh Utara serahkan shelter Blang Adoe untuk karantina ODP

“Karena virusnya adalah makhluk tidak kasat mata, maka siapapun bisa berpotensi untuk terpapar. Makanya, kita minta masyarakat jangan pernah mengucilkan orang yang tertular,” tegas Andree Prayuda, SSTP, MAP, Juru Bicara Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Wabah COVID-19 Aceh Utara dalam keterangan tertulis kepada Antara, Kamis.

Sebaliknya, lanjut Andree, pihaknya mengajak masyarakat hendaknya memberi semangat atau dorongan motivasi bagi mereka yang diduga tertular COVID-19, baik untuk orang berstatus ODP, PDP maupun orang yang positif terkonfirmasi COVID-19.

Baca juga: Setelah jalani karantina mandiri, pria di Aceh Utara bagi-bagi sembako

Dengan adanya perhatian dan dorongan semangat dari kita semua, diharapkan mereka bisa tersugesti untuk menjalani hidup secara lebih baik, hal mana dapat membangkitkan imunitas tubuh untuk melawan virus COVID-19.

Namun jika mereka dikucilkan, efeknya bukan cuma buruk terhadap ODP atau PDP, akan tetapi semakin memburuknya realitas sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Apalagi dalam masyarakat Aceh sangat menjunjung tinggi esensi silaturahmi sebagai perekat ukhwah islamiyah dan nilai-nilai kearifan lokal yang telah membumi sejak zaman endatu.

Baca juga: PHE NSB - NSO serahkan alat bantu pencegahan COVID-19

“Untuk itu, sekali lagi kami mengajak masyarakat untuk tidak mengucilkan ODP, PDP maupun mereka yang positif COVID-19. Apalagi jika orang tersebut telah mengarantina diri, baik karantina mandiri maupun karantina oleh pemerintah,” sebut Andree.

Terkait dengan adanya informasi yang  tersebar di tengah masyarakat yang menyebutkan salah seorang paramedis RSUD Cut Meutia positif terpapar COVID-19, Andree mengatakan hal itu belum bisa dipastikan.

Jika belum ada hasil pemeriksaan laboratorium tidak bisa memvonis seseorang positif atau negatif karena hasilnya belum akurat 100 persen.

Untuk mendapatkan hasil yang akurat, maka harus diambil spesimen sampel swab untuk diperiksa ke Laboratorium Balitbangkes Jakarta.

“Itu SOP-nya sudah kita lakukan, sudah diambil swab pada paramedis tersebut, dan telah kita kirim ke Balitbangkes. Untuk itu, mari kita tunggu hasil Lab tersebut apakah positif atau negatif. Jadi, untuk saat ini jangan kucilkan, dan jangan vonis apapun terhadap seseorang hanya berdasarkan hasil yang belum jelas kepastiannya,” kata Andree.

Begitupun, lanjutnya, pihak Tim Gugus Tugas Aceh Utara tetap memberlakukan SOP protokol kesehatan terhadap paramedis bersangkutan.

Yakni dengan memberlakukan karantina mandiri, dan telah dibebastugaskan sementara dari pekerjaan di RSUD Cut Meutia.

"Ini harus kita lakukan, terutama agar yang bersangkutan bisa istirahat lebih banyak, dan tidak melakukan kontak dengan orang lain selama masa karantina," katanya.

“Saat ini kondisi yang bersangkutan sehat-sehat saja, tidak ada gejala sakit apapun, tidak ada gejala COVID-19. Yang bersangkutan juga tidak pernah bepergian keluar daerah. Juga tidak pernah kontak dengan orang yang positif. Makanya kita lakukan karantina mandiri. Mudah-mudahan nantinya hasil Lab-nya negatif, sehingga yang bersangkutan bisa kembali beraktivitas seperti biasa,” demikian Andree.

Pewarta: Zubir

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020