Anggota Tim Pengawas Penanganan COVID-19 DPR RI Siti Mukaromah meminta pemerintah mengalokasikan anggaran penanganan COVID-19 untuk berbagai pondok pesantren karena kegiatan belajar mengajar di pesantren sebelum terjadinya pandemi bersifat komunal.
"Selain itu, banyak aktivitas di pondok pesantren yang dilakukan secara bersama-sama," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu.
Oleh karena itu, kata dia, pemerintah perlu menyediakan sarana dan prasarana pendukung kegiatan belajar mengajar sesuai dengan skenario kehidupan normal baru.
Menurut dia, hal itu perlu dilakukan agar para santri dan pengajar tetap menerapkan protokol kesehatan selama kegiatan belajar mengajar di pondok pesantren.
"Dukungan sarana dan prasarana tersebut di antaranya alat 'rapid test' (tes cepat) COVID-19, kamar yang memadai sehingga tidak diisi terlalu banyak santri, kamar tidur, kasur, keran tempat wudu dan toilet, vitamin penambah imun, serta hal-hal teknis lainnya dan bantuan yang dapat membantu keberlangsungan lembaga pendidikan pondok pesantren," kata anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah VIII (Banyumas dan Cilacap) itu.
Legislator yang akrab disapa Erma itu, mengatakan pihaknya juga telah berkomunikasi dengan pemerintah dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 agar alokasi anggaran penanganan COVID-19 untuk pondok pesantren tersebut masuk dalam revisi Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 terkait dengan pemulihan ekonomi nasional.
Menurut dia, pondok pesantren mengalami dampak yang cukup signifikan selama terjadinya pandemi COVID-19 karena santri-santri dipulangkan, sementara tidak semua wali santri memiliki kemampuan dalam membayar iuran bulanan, bahkan sebagian ada yang terkena dampak berupa pemutusan hubungan kerja (PHK).
Di satu sisi, kata dia, pondok pesantren tidak bisa memaksa santri-santrinya membayar iuran bulanan, sedangkan di sisi lain lembaga pendidikan itu harus tetap memberi penghidupan bagi para pengajar, ustadz/ustadzah, dan guru-guru.
"Pondok pesantren memerlukan bantuan secara ekonomi, anggaran untuk operasional pesantren dan para pengajar yang tetap melakukan aktivitas mengajar jarak jauh," kata dia yang juga Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa itu.
Ia mengatakan hal yang perlu dilakukan juga oleh pemerintah adalah sosialisasi atau panduan teknis tentang bagaimana menerapkan skenario kehidupan normal baru dalam kegiatan belajar mengajar di pondok pesantren.
"Dalam hal ini, pemerintah perlu sosialiasikan mengenai apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan sehingga proses belajar mengajar di pondok pesantren sesuai dengan protokol kesehatan dan memutus rantai penyebaran COVID-19," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020
"Selain itu, banyak aktivitas di pondok pesantren yang dilakukan secara bersama-sama," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu.
Oleh karena itu, kata dia, pemerintah perlu menyediakan sarana dan prasarana pendukung kegiatan belajar mengajar sesuai dengan skenario kehidupan normal baru.
Menurut dia, hal itu perlu dilakukan agar para santri dan pengajar tetap menerapkan protokol kesehatan selama kegiatan belajar mengajar di pondok pesantren.
"Dukungan sarana dan prasarana tersebut di antaranya alat 'rapid test' (tes cepat) COVID-19, kamar yang memadai sehingga tidak diisi terlalu banyak santri, kamar tidur, kasur, keran tempat wudu dan toilet, vitamin penambah imun, serta hal-hal teknis lainnya dan bantuan yang dapat membantu keberlangsungan lembaga pendidikan pondok pesantren," kata anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah VIII (Banyumas dan Cilacap) itu.
Legislator yang akrab disapa Erma itu, mengatakan pihaknya juga telah berkomunikasi dengan pemerintah dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 agar alokasi anggaran penanganan COVID-19 untuk pondok pesantren tersebut masuk dalam revisi Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 terkait dengan pemulihan ekonomi nasional.
Menurut dia, pondok pesantren mengalami dampak yang cukup signifikan selama terjadinya pandemi COVID-19 karena santri-santri dipulangkan, sementara tidak semua wali santri memiliki kemampuan dalam membayar iuran bulanan, bahkan sebagian ada yang terkena dampak berupa pemutusan hubungan kerja (PHK).
Di satu sisi, kata dia, pondok pesantren tidak bisa memaksa santri-santrinya membayar iuran bulanan, sedangkan di sisi lain lembaga pendidikan itu harus tetap memberi penghidupan bagi para pengajar, ustadz/ustadzah, dan guru-guru.
"Pondok pesantren memerlukan bantuan secara ekonomi, anggaran untuk operasional pesantren dan para pengajar yang tetap melakukan aktivitas mengajar jarak jauh," kata dia yang juga Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa itu.
Ia mengatakan hal yang perlu dilakukan juga oleh pemerintah adalah sosialisasi atau panduan teknis tentang bagaimana menerapkan skenario kehidupan normal baru dalam kegiatan belajar mengajar di pondok pesantren.
"Dalam hal ini, pemerintah perlu sosialiasikan mengenai apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan sehingga proses belajar mengajar di pondok pesantren sesuai dengan protokol kesehatan dan memutus rantai penyebaran COVID-19," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020