Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengimbau dalam memperingati Hari Keamanan Pangan Dunia yang jatuh pada 7 Juni 2020, masyarakat dapat lebih bijak dan cerdas memastikan pangan yang aman, terutama bersumber dari hewani.
Menurut Mentan, seluruh pihak berupaya memastikan keamanan pangan, mulai dari pemerintah yang berperan memastikan pangan aman dan berkualitas bagi rakyatnya, petani dan peternak memastikan penerapan cara bertani/beternak yang baik hingga pelaku usaha pengolahan pangan menjamin pangan diproses secara aman.
"Masyarakat sebagai konsumen memastikan terpenuhi haknya dalam memperoleh pangan yang aman, sehat dan bergizi, dengan perannya dalam memilih, menangani dan mengolah pangan dengan cerdas dan benar," katanya di Jakarta, Minggu.
Sementara itu, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan I Ketut Diarmita menegaskan bahwa saat ini dunia dihadapkan pada upaya pemulihan pascapandemi COVID-19, dan potensi kerawanan ketersediaan pangan yang sangat mungkin terjadi, seiring dengan kondisi yang menekan penurunan produktivitas usaha penyediaan pangan.
Ketut menjelaskan bahwa pangan segar, khususnya yang berasal dari hewan mengandung protein hewani berupa asam amino esensial yang tidak dapat diganti dengan protein nabati atau protein lainnya, sehingga sangat bermanfaat bagi pertumbuhan serta berperan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Di sisi lain, pangan segar asal hewan memiliki karakteristik mudah rusak (perishable food) dan berpotensi membahayakan (potentially hazardous).
Untuk itu, undang-undang mengatur aspek mulai dari pengawasan, pemeriksaan, pengujian, standardisasi, sertifikasi dan registrasi terhadap produk dan unit usaha, sejak produk pangan asal hewan diproduksi di kandang sampai dengan siap dikonsumsi di meja makan. Selain itu juga untuk memastikan produk pangan asal hewan memenuhi kriteria aman, sehat, utuh dan halal.
Ketut pun mengimbau masyarakat bisa lebih cerdas dan bijak dalam memilih pangan asal hewan, tidak tergiur dengan produk yang murah dan membeli di tempat-tempat resmi, yang terdaftar sesuai dengan aturan yang ditetapkan, serta tidak mudah percaya dan meyakini informasi yang belum jelas kebenarannya (hoax) terkait pangan asal hewan.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Syamsul Maarif menjelaskan bahwa pihaknya bersama dengan pemerintah daerah, sejauh ini telah menyertifikasi nomor kontrol veteriner (NKV) terhadap unit usaha produk hewan sebanyak 2.634 unit, yang dilakukan dengan melibatkan 197 auditor NKV.
"Kegiatan monitoring dan pengawasan terhadap keamanan produk hewan yang beredar juga dilakukan secara rutin," katanya.
Monitoring dan pengawasan ini melibatkan 271 petugas pengawas kesmavet di seluruh daerah dan 9 unit pelaksana teknis laboratorium kesmavet. Hasil monitoring dan pengawasan memperlihatkan tren penurunan tingkat produk hewan yang substandar dalam lima tahun terakhir (angka rata-rata pada 2019, sekitar 20 persen produk hewan yang substandar masih beredar).
Syamsul menjelaskan bahwa laporan tingkat keamanan produk hewan tersebut sejalan dengan target yang ditetapkan secara nasional dalam Rencana Kerja Jangka Menengah Presiden yang menetapkan angka pemenuhan persyaratan pangan segar tidak boleh kurang dari 85 persen.
Ia menambahkan bahwa Kementerian Pertanian mendukung penuh upaya global dalam mengajak seluruh negara, pengambil kebijakan, pelaku usaha, dan masyarakat di dunia untuk merespons dan mengendalikan masalah kesehatan yang berperantara pangan (foodborne diseases).
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020
Menurut Mentan, seluruh pihak berupaya memastikan keamanan pangan, mulai dari pemerintah yang berperan memastikan pangan aman dan berkualitas bagi rakyatnya, petani dan peternak memastikan penerapan cara bertani/beternak yang baik hingga pelaku usaha pengolahan pangan menjamin pangan diproses secara aman.
"Masyarakat sebagai konsumen memastikan terpenuhi haknya dalam memperoleh pangan yang aman, sehat dan bergizi, dengan perannya dalam memilih, menangani dan mengolah pangan dengan cerdas dan benar," katanya di Jakarta, Minggu.
Sementara itu, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan I Ketut Diarmita menegaskan bahwa saat ini dunia dihadapkan pada upaya pemulihan pascapandemi COVID-19, dan potensi kerawanan ketersediaan pangan yang sangat mungkin terjadi, seiring dengan kondisi yang menekan penurunan produktivitas usaha penyediaan pangan.
Ketut menjelaskan bahwa pangan segar, khususnya yang berasal dari hewan mengandung protein hewani berupa asam amino esensial yang tidak dapat diganti dengan protein nabati atau protein lainnya, sehingga sangat bermanfaat bagi pertumbuhan serta berperan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Di sisi lain, pangan segar asal hewan memiliki karakteristik mudah rusak (perishable food) dan berpotensi membahayakan (potentially hazardous).
Untuk itu, undang-undang mengatur aspek mulai dari pengawasan, pemeriksaan, pengujian, standardisasi, sertifikasi dan registrasi terhadap produk dan unit usaha, sejak produk pangan asal hewan diproduksi di kandang sampai dengan siap dikonsumsi di meja makan. Selain itu juga untuk memastikan produk pangan asal hewan memenuhi kriteria aman, sehat, utuh dan halal.
Ketut pun mengimbau masyarakat bisa lebih cerdas dan bijak dalam memilih pangan asal hewan, tidak tergiur dengan produk yang murah dan membeli di tempat-tempat resmi, yang terdaftar sesuai dengan aturan yang ditetapkan, serta tidak mudah percaya dan meyakini informasi yang belum jelas kebenarannya (hoax) terkait pangan asal hewan.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Syamsul Maarif menjelaskan bahwa pihaknya bersama dengan pemerintah daerah, sejauh ini telah menyertifikasi nomor kontrol veteriner (NKV) terhadap unit usaha produk hewan sebanyak 2.634 unit, yang dilakukan dengan melibatkan 197 auditor NKV.
"Kegiatan monitoring dan pengawasan terhadap keamanan produk hewan yang beredar juga dilakukan secara rutin," katanya.
Monitoring dan pengawasan ini melibatkan 271 petugas pengawas kesmavet di seluruh daerah dan 9 unit pelaksana teknis laboratorium kesmavet. Hasil monitoring dan pengawasan memperlihatkan tren penurunan tingkat produk hewan yang substandar dalam lima tahun terakhir (angka rata-rata pada 2019, sekitar 20 persen produk hewan yang substandar masih beredar).
Syamsul menjelaskan bahwa laporan tingkat keamanan produk hewan tersebut sejalan dengan target yang ditetapkan secara nasional dalam Rencana Kerja Jangka Menengah Presiden yang menetapkan angka pemenuhan persyaratan pangan segar tidak boleh kurang dari 85 persen.
Ia menambahkan bahwa Kementerian Pertanian mendukung penuh upaya global dalam mengajak seluruh negara, pengambil kebijakan, pelaku usaha, dan masyarakat di dunia untuk merespons dan mengendalikan masalah kesehatan yang berperantara pangan (foodborne diseases).
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020