Harga minyak naik lebih dari dua persen pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), setelah Badan Energi Internasional (IEA) menaikkan perkiraan permintaan 2020, tetapi pemecahan rekor kasus baru virus corona di Amerika Serikat memperlemah harapan untuk pemulihan cepat dalam konsumsi bahan bakar.

Minyak mentah Brent untuk pengiriman September naik 89 sen atau 2,0 persen menjadi ditutup pada 43,24 dolar AS per barel.

Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Agustus naik 93 sen atau 2,4 persen, menjadi menetap pada 40,55 dolar AS per barel.

IEA menaikkan perkiraan permintaan tahun ini menjadi 92,1 juta barel per hari (bph), naik 400.000 barel per hari dari perkiraan bulan lalu, mengutip penurunan yang lebih kecil dari perkiraan pada kuartal kedua karena penguncian menurun di banyak negara.

Badan itu juga memperingatkan risiko risiko pandemi yang masih ada. "Peningkatan baru-baru ini dalam kasus COVID-19 dan penerapan penguncian sebagian memperkenalkan lebih banyak ketidakpastian pada perkiraan," kata IEA.

Untuk minggu ini, WTI turun 0,3 persen, sementara Brent membukukan kenaikan mingguan satu persen, menurut Dow Jones Market Data, berdasarkan kontrak bulan depan

Harga juga mendapat dukungan setelah data menunjukkan perusahaan-perusahaan energi AS memangkas jumlah rig minyak dan gas alam yang beroperasi ke rekor terendah selama 10 minggu berturut-turut.

Pasar saham yang kuat juga mendorong harga minyak. Sederetan data ekonomi, termasuk rekor penambahan data gaji (payrolls) bulanan, menunjukkan kebangkitan dalam kegiatan bisnis AS pada Juni.

Namun, lebih dari 60.500 kasus baru COVID-19 dilaporkan di Amerika Serikat pada Kamis (9/7/2020), rekor harian dan jumlah harian tertinggi untuk negara mana pun sejak patogen muncul di China tahun lalu.

"Sementara pasar minyak tidak diragukan lagi telah membuat kemajuan ... yang besar, dan di beberapa negara, percepatan jumlah kasus COVID-19 adalah pengingat yang mengganggu bahwa pandemi tidak terkendali," kata IEA.

Harga telah turun di awal sesi setelah Libya National Oil Corporation mengumumkan telah mencabut force majeure pada semua ekspor minyak setelah setengah tahun blokade oleh pasukan timur.

"Diperkirakan memulai kembali ekspor Libya hanya akan menambah kerentanan pembatasan produksi OPEC+ dalam menjaga kompleks energi sangat bergantung pada ekspansi baru dalam selera risiko untuk setiap kenaikan kembali ke sekitar tertinggi minggu ini," kata Jim Ritterbusch, presiden dari Ritterbusch and Associates.

Persediaan minyak tetap membengkak karena penurunan permintaan bahan bakar selama wabah awal.

"Jika kita mengambil gambaran pasar yang lebih besar, yang menonjol bagi kita adalah bahwa kita belum melihat banyak penurunan di bagian persediaan global," kata JBC.

Persediaan minyak mentah AS naik hampir enam juta barel minggu lalu dan analis telah memperkirakan penurunan.

Ketegangan yang memuncak antara Amerika Serikat dan China juga menekan harga. China mengatakan akan memberlakukan tindakan timbal balik sebagai tanggapan terhadap sanksi AS kepada pejabat China atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap minoritas Muslim Uighur.

Pewarta: Apep Suhendar

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020