Pandemi COVID-19 diyakini memukul semua sektor kehidupan masyarakat Sumatera Selatan. Namun, data Badan Pusat Statistik/BPS terbaru per September 2020 justru menunjukkan tidak semua sektor mengalami perlemahan akibat penyebaran virus yang berawal di Kota Wuhan, China itu.
Sektor perternakan dan perikanan tangkap justru paling bersinar selama pandemi di Sumsel yang tergambar dari indeks Nilai Tukar Petani selalu di atas 100.
Sejak perekonomian mulai menggeliat kembali di daerah itu pada Juli, sektor perternakan dan perikanan selalu stabil memberikan keuntungan kepada pelakunya.
Data menunjukkan bahwa inilah bedanya dengan krisis 1998. Tidak semua sektor terhenti, tapi di masa COVID-19 ini masih banyak sektor yang tumbuh, bahkan ada yang signifikan naiknya seperti perdagangan e-commerce.
Berdasarkan data BPS per September 2020 diketahui bahwa NTP peternakan mencapai indeks 102,80 atau menurun sedikit jika dibandingkan bulan sebelumnya 103,19.
Kemudian di sektor perikanan tangkap, NTP mencapai indeks 100,83 atau naik tipis jika dibandingkan bulan sebelumnya 99,72.
Dari data ini terlihat bahwa sektor peternakan sangat menguntungkan, bukan hanya bagi peternaknya tapi juga pedagangnya karena harga di tingkat konsumen di perkotaan juga bagus.
Demikian juga untuk sektor perikanan tangkap yang juga terbilang menguntungkan bagi nelayan.
Seperti diketahui, NTP ini dapat dijadikan rujukan kondisi perekonomian petani karena membandingkan indeks harga yang diterima petani dengan harga yang harus dibayar untuk komponen barang modal, sarana dan prasarana serta konsumsi.
Jika indeks NTP di atas 100, artinya petani tersebut untung.
Sejauh ini dari lima sektor yang didata BPS yakni tanaman pangan, holtikultura, tanaman perkebunan rakyat, peternakan, perikanan (perikanan tangkap dan budidaya) diketahui kesemuanya merambat naik sejak Juli 2020.
Pada September 2020, untuk NTP tanaman pangan 98,02, NTP holtikultura 91,26, NTP tanaman perkebunan rakyat 95,89, NTP perikanan budidaya 95,01.
Untuk hortikultura seperti sayuran dan buah-buahan memang NTP masih kurang 100 tapi untuk tanaman obat, lengkuas, kunyit jahe indeks yang diterima petani mencapai 115,62 selama COVID-19 ini.
Bahkan, Sumsel melakukan ekspor untuk tanaman rempah seperti lada hitam yang justru lebih banyak volumenya dibandingkan tahun sebelumnya.
Berdasarkan data ini, BPS menyimpulkan bahwa perekonomian di pedesaan justru jauh lebih menggeliat dibandingkan perkotaan.
Ini karena didukung oleh kemandirian warga pedesaan yang mampu memanfaatkan aset sendiri seperti pekarangan rumah untuk tanaman pangan kebutuhan sehari-hari. Demikian juga, adanya pemanfaatan untuk peternakan seperti memilihara ayam.
Indikator pendukung lainnya dapat dilihat dari angka inflasi, yang mana pada September 2020 di Kota Palembang mengalami deflasi 0,05 persen, justru di pedesaan mengalami inflasi 0,05 persen.
Walau NTP sektor perkebunan meliputi kelapa sawit, karet dan kopi belum mencapai indeks 100 tapi secara keseluruhan terjadi kenaikan 3,37 persen. Artinya daya beli warga perdesaan masih ada.
Wakil Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Provinsi Sumatera Selatan Zain Ismed membenarkan bahwa perekonomian masyarakat di pedesaan tetap menggeliat selama pandemi.
“Betul itu, saya perhatikan aktivitas ekonomi di desa masih tinggi, karena konsumsi dalam negeri masyarakat kita juga tinggi yang membutuhkan suplai dari desa seperti beras, telur, sayuran,” kata dia.
Kondisi ini sangat berbeda dengan warga perkotaan, yang mana banyak bertumpu pada sektor jasa dan industri.
Oleh karena itu, sektor pertanian, perikanan, dan peternakan diperkirakan bakal menjadi penyelamat perekonomian Sumsel pada masa datang di tengah pandemi ini.
Hanya saja dibutuhkan strategi khusus dari pemerintah agar para petani, peternak dan nelayan ini tetap bersemangat dalam berproduksi di tengah pelemahan ekonomi secara global.
Jangan sampai mereka malas bertani, bantulah seperti sarana dan prasana dan kepastian bahwa produk yang mereka jual memberikan keuntungan.
Genjot Sektor Pertanian
Sejauh ini Sumsel merupakan provinsi kelima sebagai produsen beras tertinggi pada 2019 setelah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan.
Tahun ini Sumsel menargetkan produksi padi 4.925.191 ton gabah kering giling, sedangkan per 17 Agustus 2020 mencapai 2.899.041 ton GKG dengan luas tanam 840.663 Hektare.
Sumsel memerlukan tambahan luas tanam 128.719 Hektare agar target capaian produksi tersebut bisa dipenuhi.
Gubernur Sumsel Herman Deru mengatakan pengembangan sektor pertanian menjadi sektor prioritas di daerahnya.
Pemprov Sumsel yakin pertanian inilah yang akan menyejahterakan masyarakat Sumsel. Hampir 80 persen penduduk mengantungkan hidup di sektor ini, jika ini berhasil maka dipastikan masyarakat sejahtera.
Untuk itu, beragam inovasi dilakukan. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menargetkan beroperasinya bank gabah di daerahnya untuk meningkatkan produktivitas sektor pertanian.
Pemprov Sumsel sudah berkoordinasi dengan PT Medco Agro Group untuk mendirikan bank gabah di sejumlah daerah sentra produksi beras Sumsel.
PT Medco Agro Group yang memberikan penawaran ke pemprov mengenai bank gabah ini. Pemprov menilai ini sangat menjanjikan karena sektor pertanian saat ini menjadi sebagian besar profesi warga Sumsel, kata dia.
Pendirian bank gabah ini juga dinilai sejalan dengan keberadaan BUMD agribisnis, yang sejauh ini sudah disetujui oleh DPRD Provinsi. Pengelolaan sektor pertanian ini harus dilakukan secara menyeluruh, mulai dari sektor hulu hingga hilir.
Pada prinsipnya, pertanian modern harus dikedepankan saat ini, yang mana mendorong petani juga berwirausaha atau tidak menjadi kuli di lahannya sendiri.
Penawaran kerja sama untuk membangun bank gabah di Sumsel dilatarbelakangi karena Sumsel merupakan daerah surplus beras.
Selain itu, saat ini nilai tambah dari hasil industri gabah atau beras di Sumsel dinilai kurang dinikmati petani.
Selain itu sebagian besar hasil gabah basah produksi petani Sumsel disuplai ke luar daerah. Akibatnya, pabrik penggilingan padi ‘kecil’ menjadi kalah bersaing.
Pengamat Ekonomi Sumsel Prof Bernadette Robiani mengatakan pertumbuhan ekonomi Sumsel diperkirakan masih terkontraksi di triwulan III/2020 meski perekonomian mulai menggeliat.
Pada triwulan II/2020, pertumbuhan ekonomi Sumsel minus 1,37 persen karena pengaruh COVID-19.
Saran kepada pemerintah, khususnya Provinsi Sumsel yaitu pemerintah harusnya membuat peta sektor-sektor mana yang punya potensi untuk segera cepat pulih.
Sektor peternakan dan pertanian diakui menjadi sektor yang masih bisa bertahan karena masih terjaganya permintaan konsumsi dalam negeri. Berbeda dengan sektor jasa, yang terkontraksi hebat, kecuali perdagangan e-commerce dan penggunaan jasa telekomunikasi.
Kondisi pertumbuhan ekonomi baik nasional dan daerah tidak jauh berbeda. Harapannya akan naik dengan melihat sudah mulai banyaknya aktivitas ekonomi, harusnya lebih baik dari triwulan II.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020
Sektor perternakan dan perikanan tangkap justru paling bersinar selama pandemi di Sumsel yang tergambar dari indeks Nilai Tukar Petani selalu di atas 100.
Sejak perekonomian mulai menggeliat kembali di daerah itu pada Juli, sektor perternakan dan perikanan selalu stabil memberikan keuntungan kepada pelakunya.
Data menunjukkan bahwa inilah bedanya dengan krisis 1998. Tidak semua sektor terhenti, tapi di masa COVID-19 ini masih banyak sektor yang tumbuh, bahkan ada yang signifikan naiknya seperti perdagangan e-commerce.
Berdasarkan data BPS per September 2020 diketahui bahwa NTP peternakan mencapai indeks 102,80 atau menurun sedikit jika dibandingkan bulan sebelumnya 103,19.
Kemudian di sektor perikanan tangkap, NTP mencapai indeks 100,83 atau naik tipis jika dibandingkan bulan sebelumnya 99,72.
Dari data ini terlihat bahwa sektor peternakan sangat menguntungkan, bukan hanya bagi peternaknya tapi juga pedagangnya karena harga di tingkat konsumen di perkotaan juga bagus.
Demikian juga untuk sektor perikanan tangkap yang juga terbilang menguntungkan bagi nelayan.
Seperti diketahui, NTP ini dapat dijadikan rujukan kondisi perekonomian petani karena membandingkan indeks harga yang diterima petani dengan harga yang harus dibayar untuk komponen barang modal, sarana dan prasarana serta konsumsi.
Jika indeks NTP di atas 100, artinya petani tersebut untung.
Sejauh ini dari lima sektor yang didata BPS yakni tanaman pangan, holtikultura, tanaman perkebunan rakyat, peternakan, perikanan (perikanan tangkap dan budidaya) diketahui kesemuanya merambat naik sejak Juli 2020.
Pada September 2020, untuk NTP tanaman pangan 98,02, NTP holtikultura 91,26, NTP tanaman perkebunan rakyat 95,89, NTP perikanan budidaya 95,01.
Untuk hortikultura seperti sayuran dan buah-buahan memang NTP masih kurang 100 tapi untuk tanaman obat, lengkuas, kunyit jahe indeks yang diterima petani mencapai 115,62 selama COVID-19 ini.
Bahkan, Sumsel melakukan ekspor untuk tanaman rempah seperti lada hitam yang justru lebih banyak volumenya dibandingkan tahun sebelumnya.
Berdasarkan data ini, BPS menyimpulkan bahwa perekonomian di pedesaan justru jauh lebih menggeliat dibandingkan perkotaan.
Ini karena didukung oleh kemandirian warga pedesaan yang mampu memanfaatkan aset sendiri seperti pekarangan rumah untuk tanaman pangan kebutuhan sehari-hari. Demikian juga, adanya pemanfaatan untuk peternakan seperti memilihara ayam.
Indikator pendukung lainnya dapat dilihat dari angka inflasi, yang mana pada September 2020 di Kota Palembang mengalami deflasi 0,05 persen, justru di pedesaan mengalami inflasi 0,05 persen.
Walau NTP sektor perkebunan meliputi kelapa sawit, karet dan kopi belum mencapai indeks 100 tapi secara keseluruhan terjadi kenaikan 3,37 persen. Artinya daya beli warga perdesaan masih ada.
Wakil Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Provinsi Sumatera Selatan Zain Ismed membenarkan bahwa perekonomian masyarakat di pedesaan tetap menggeliat selama pandemi.
“Betul itu, saya perhatikan aktivitas ekonomi di desa masih tinggi, karena konsumsi dalam negeri masyarakat kita juga tinggi yang membutuhkan suplai dari desa seperti beras, telur, sayuran,” kata dia.
Kondisi ini sangat berbeda dengan warga perkotaan, yang mana banyak bertumpu pada sektor jasa dan industri.
Oleh karena itu, sektor pertanian, perikanan, dan peternakan diperkirakan bakal menjadi penyelamat perekonomian Sumsel pada masa datang di tengah pandemi ini.
Hanya saja dibutuhkan strategi khusus dari pemerintah agar para petani, peternak dan nelayan ini tetap bersemangat dalam berproduksi di tengah pelemahan ekonomi secara global.
Jangan sampai mereka malas bertani, bantulah seperti sarana dan prasana dan kepastian bahwa produk yang mereka jual memberikan keuntungan.
Genjot Sektor Pertanian
Sejauh ini Sumsel merupakan provinsi kelima sebagai produsen beras tertinggi pada 2019 setelah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan.
Tahun ini Sumsel menargetkan produksi padi 4.925.191 ton gabah kering giling, sedangkan per 17 Agustus 2020 mencapai 2.899.041 ton GKG dengan luas tanam 840.663 Hektare.
Sumsel memerlukan tambahan luas tanam 128.719 Hektare agar target capaian produksi tersebut bisa dipenuhi.
Gubernur Sumsel Herman Deru mengatakan pengembangan sektor pertanian menjadi sektor prioritas di daerahnya.
Pemprov Sumsel yakin pertanian inilah yang akan menyejahterakan masyarakat Sumsel. Hampir 80 persen penduduk mengantungkan hidup di sektor ini, jika ini berhasil maka dipastikan masyarakat sejahtera.
Untuk itu, beragam inovasi dilakukan. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menargetkan beroperasinya bank gabah di daerahnya untuk meningkatkan produktivitas sektor pertanian.
Pemprov Sumsel sudah berkoordinasi dengan PT Medco Agro Group untuk mendirikan bank gabah di sejumlah daerah sentra produksi beras Sumsel.
PT Medco Agro Group yang memberikan penawaran ke pemprov mengenai bank gabah ini. Pemprov menilai ini sangat menjanjikan karena sektor pertanian saat ini menjadi sebagian besar profesi warga Sumsel, kata dia.
Pendirian bank gabah ini juga dinilai sejalan dengan keberadaan BUMD agribisnis, yang sejauh ini sudah disetujui oleh DPRD Provinsi. Pengelolaan sektor pertanian ini harus dilakukan secara menyeluruh, mulai dari sektor hulu hingga hilir.
Pada prinsipnya, pertanian modern harus dikedepankan saat ini, yang mana mendorong petani juga berwirausaha atau tidak menjadi kuli di lahannya sendiri.
Penawaran kerja sama untuk membangun bank gabah di Sumsel dilatarbelakangi karena Sumsel merupakan daerah surplus beras.
Selain itu, saat ini nilai tambah dari hasil industri gabah atau beras di Sumsel dinilai kurang dinikmati petani.
Selain itu sebagian besar hasil gabah basah produksi petani Sumsel disuplai ke luar daerah. Akibatnya, pabrik penggilingan padi ‘kecil’ menjadi kalah bersaing.
Pengamat Ekonomi Sumsel Prof Bernadette Robiani mengatakan pertumbuhan ekonomi Sumsel diperkirakan masih terkontraksi di triwulan III/2020 meski perekonomian mulai menggeliat.
Pada triwulan II/2020, pertumbuhan ekonomi Sumsel minus 1,37 persen karena pengaruh COVID-19.
Saran kepada pemerintah, khususnya Provinsi Sumsel yaitu pemerintah harusnya membuat peta sektor-sektor mana yang punya potensi untuk segera cepat pulih.
Sektor peternakan dan pertanian diakui menjadi sektor yang masih bisa bertahan karena masih terjaganya permintaan konsumsi dalam negeri. Berbeda dengan sektor jasa, yang terkontraksi hebat, kecuali perdagangan e-commerce dan penggunaan jasa telekomunikasi.
Kondisi pertumbuhan ekonomi baik nasional dan daerah tidak jauh berbeda. Harapannya akan naik dengan melihat sudah mulai banyaknya aktivitas ekonomi, harusnya lebih baik dari triwulan II.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020