Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Pengungsi Rohingya Kota Lhokseumawe Ridwan, meminta UNHCR untuk bertanggungjawab atas kondisi pengungsi Rohingya yang semakin memprihatinkan di penampungan sementara BLK Lhokseumawe.
"Terkait dengan kondisi pengungsi Rohingya saat ini, kita sudah meminta UNHCR untuk melakukan MOU dengan instansi terkait agar penanganan dapat dilakukan secara optimal namun hingga saat ini belum ada upaya apapun dari UNHCR,"kata Ridwan Jalil di Lhokseumawe, Sabtu.
Dikatakannya, yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Lhokseumawe sejauh ini sudah tepat yakni memfasilitasi dan memberikan penampungan sementara kepada para pengungsi etnis minoritas dari Myanmar tersebut.
"Dalam konteks hak azasi manusia, kita memang harus membantu mereka, Pemko Lhokseumawe bisa menyediakan penampungan sementara, tetapi finansialnya UNHCR harus bertanggungjawab terhadap pengungsi Rohingya,"katanya.
Menurutnya, hingga sampai saat ini UNHCR tidak melaksanakan sesuai dengan mandatnya dalam penanganan pengungsi Rohingya di Lhokseumawe.
"Kondisi seperti ini sangat bahaya. Sebagai penanggungjawab kamp pengungsian, UNHCR harus melaksanakan tugasnya sesuai mandatnya. Oleh karena itu Satgas penanganan pengungsi Rohingya di Lhokseumawe sudah menyurati UNHCR perwakilan Jakarta terkait hal tersebut,"katanya.
Ia menambahkan, pihak UNHCR juga harus memberikan informasi yang jelas ke publik terkait penanganan pengungsi Rohingya, jangan sampai terkesan tutup mata atau menyembunyikan masalah yang ada dengan seolah-olah tidak tahu akan kejadian yang terjadi terhadap para pengungsi.
"Tim satgas sangat kesulitan mendapatkan informasi dari UNHCR terkait persoalan yang terjadi selama ini terhadap pengungsi Rohingya di penampungan sementara, baik itu pengungsi yang melarikan diri (diduga bisnis perdagangan manusia), sakit dan bahkan meninggal dunia,"katanya.
"Persoalan yang terjadi di kamp pengungsian Rohingya selama ini kita dapat laporan tersebut dari posko pengamanan, pihak UNHCR hanya seolah-olah tidak tahu,"kata Ridwan Jalil.
Ia mengharapkan agar UNHCR lebih terbuka dan profesional karena Lembaga tersebut sebagai penerima mandat penanganan pengungsi, sehingga dengan begitu segala persoalan yang terjadi di kamp pengungsian dapat ditangani dengan baik.
"Selama ini pihak Humas Satgas Penanganan Pengungsi Rohingya sangat kesulitan mendapatkannya informasi dari UNHCR, apalagi wartawan. Makanya kita sangat mengharapkan keterbukaan informasi publik demi penanganan yang lebih optimal,"katanya.
Ia mengatakan bahwa kaburnya beberapa pengungsi Rohingya dari kamp pengungsian tersebut ada pengaruhnya dari penggunaan handphone untuk berkomunikasi dengan pihak luar. Sehingga pihaknya selalu melakukan razia di kamp pengungsian.
"Kita tidak tau darimana mereka mendapatkan handphone tersebut. UNHCR harus bertanggungjawab terhadap persoalan tersebut dan lebih meningkatkan pengawasan terhadap pengungsi,"kata Ketua Satgas Penanganan Rohingya Kota Lhokseumawe.
Pantauan di lokasi kamp pengungsian Rohingya terlihat tumpukan sampah yang menggunung hingga menimbulkan bau menyengat. Bahkan terdapat beberapa pengungsi yang mengalami sakit tanpa adanya penanganan serius dari pihak terkait.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020
"Terkait dengan kondisi pengungsi Rohingya saat ini, kita sudah meminta UNHCR untuk melakukan MOU dengan instansi terkait agar penanganan dapat dilakukan secara optimal namun hingga saat ini belum ada upaya apapun dari UNHCR,"kata Ridwan Jalil di Lhokseumawe, Sabtu.
Dikatakannya, yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Lhokseumawe sejauh ini sudah tepat yakni memfasilitasi dan memberikan penampungan sementara kepada para pengungsi etnis minoritas dari Myanmar tersebut.
"Dalam konteks hak azasi manusia, kita memang harus membantu mereka, Pemko Lhokseumawe bisa menyediakan penampungan sementara, tetapi finansialnya UNHCR harus bertanggungjawab terhadap pengungsi Rohingya,"katanya.
Menurutnya, hingga sampai saat ini UNHCR tidak melaksanakan sesuai dengan mandatnya dalam penanganan pengungsi Rohingya di Lhokseumawe.
"Kondisi seperti ini sangat bahaya. Sebagai penanggungjawab kamp pengungsian, UNHCR harus melaksanakan tugasnya sesuai mandatnya. Oleh karena itu Satgas penanganan pengungsi Rohingya di Lhokseumawe sudah menyurati UNHCR perwakilan Jakarta terkait hal tersebut,"katanya.
Ia menambahkan, pihak UNHCR juga harus memberikan informasi yang jelas ke publik terkait penanganan pengungsi Rohingya, jangan sampai terkesan tutup mata atau menyembunyikan masalah yang ada dengan seolah-olah tidak tahu akan kejadian yang terjadi terhadap para pengungsi.
"Tim satgas sangat kesulitan mendapatkan informasi dari UNHCR terkait persoalan yang terjadi selama ini terhadap pengungsi Rohingya di penampungan sementara, baik itu pengungsi yang melarikan diri (diduga bisnis perdagangan manusia), sakit dan bahkan meninggal dunia,"katanya.
"Persoalan yang terjadi di kamp pengungsian Rohingya selama ini kita dapat laporan tersebut dari posko pengamanan, pihak UNHCR hanya seolah-olah tidak tahu,"kata Ridwan Jalil.
Ia mengharapkan agar UNHCR lebih terbuka dan profesional karena Lembaga tersebut sebagai penerima mandat penanganan pengungsi, sehingga dengan begitu segala persoalan yang terjadi di kamp pengungsian dapat ditangani dengan baik.
"Selama ini pihak Humas Satgas Penanganan Pengungsi Rohingya sangat kesulitan mendapatkannya informasi dari UNHCR, apalagi wartawan. Makanya kita sangat mengharapkan keterbukaan informasi publik demi penanganan yang lebih optimal,"katanya.
Ia mengatakan bahwa kaburnya beberapa pengungsi Rohingya dari kamp pengungsian tersebut ada pengaruhnya dari penggunaan handphone untuk berkomunikasi dengan pihak luar. Sehingga pihaknya selalu melakukan razia di kamp pengungsian.
"Kita tidak tau darimana mereka mendapatkan handphone tersebut. UNHCR harus bertanggungjawab terhadap persoalan tersebut dan lebih meningkatkan pengawasan terhadap pengungsi,"kata Ketua Satgas Penanganan Rohingya Kota Lhokseumawe.
Pantauan di lokasi kamp pengungsian Rohingya terlihat tumpukan sampah yang menggunung hingga menimbulkan bau menyengat. Bahkan terdapat beberapa pengungsi yang mengalami sakit tanpa adanya penanganan serius dari pihak terkait.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020