Organisasi pegiat hak asasi manusia Human Right Watch dan pengungsi Muslim Rohingya di India mendesak pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada 81 warga Rohingya yang kapalnya telah terapung-apung di Laut Andaman selama lebih dari dua minggu.
"Kami memohon otoritas India untuk membawa orang-orang kami ke darat, bagaimana bisa semua negara menolak untuk menerima 81 nyawa yang terdampar di perairan internasional?" kata Sabber Kyaw Min, direktur Inisiatif Hak Asasi Manusia Rohingya (RHRI) di India, Senin.
Sejak bulan lalu, India telah memberikan makanan, bantuan medis, dan teknis kepada warga Rohingya yang berdesakan di atas kapal penangkap ikan yang ditemukan terapung di perairan internasional setelah meninggalkan Bangladesh selatan.
Warga Rohingya berharap bisa mencapai Malaysia tetapi mesin kapal mengalami hambatan teknis.
Delapan orang di kapal telah meninggal dan banyak di antara 81 orang yang selamat sakit dan menderita dehidrasi ekstrim, karena kehabisan makanan dan air selama empat hari dalam perjalanan mereka.
Penjaga pantai India telah memperbaiki kapal tersebut tetapi tidak mengizinkannya memasuki perairan India, dan malah menginginkannya untuk kembali ke Bangladesh.
"Delapan orang sudah meninggal, kami berhak menerima jenazah mereka," kata Min, yang mengatakan bahwa dia dan sekitar 16.000 pengungsi Rohingya yang tinggal di India mendesak pemerintah untuk menerima para pengungsi yang tertekan.
Direktur Human Rights Watch Asia Selatan Meenakshi Ganguly mengatakan India harus menjunjung tinggi kewajibannya di bawah hukum internasional dan melindungi para pengungsi.
"Rohingya telah begitu dianiaya, dan begitu lama, mereka sangat ingin menemukan tempat di mana mereka bisa aman dan merasa diterima. Namun, tidak ada negara di dunia ini, bahkan mereka yang bersimpati dengan mereka, mau melakukannya," kata Ganguly.
Kementerian Luar Negeri India tidak menanggapi pertanyaan tentang apakah 81 warga Rohingya akan diizinkan memasuki India, dan juga tidak memberikan informasi terbaru tentang pembicaraan dengan Bangladesh tentang masalah ini.
New Delhi belum menandatangani Konvensi Pengungsi 1951, yang menjelaskan hak-hak pengungsi dan tanggung jawab negara untuk melindungi mereka, dan juga tidak memiliki undang-undang yang melindungi pengungsi.
Namun, Menteri Luar Negeri Bangladesh AK Abdul Momen pekan lalu mengatakan kepada Reuters bahwa pemerintahnya mengharapkan India, negara terdekat, atau Myanmar, negara asal Rohingya, untuk menerima 81 orang yang selamat.
Lebih dari satu juta pengungsi Rohingya dari Myanmar yang mayoritas beragama Buddha tinggal di kamp-kamp yang padat di Bangladesh yang mayoritas penduduknya Muslim. Banyak dari mereka melarikan diri dari negara asal mereka setelah militer Myanmar melakukan tindakan keras mematikan pada 2017.
Myanmar tidak mengakui Rohingya sebagai kelompok etnis dan bersikeras bahwa mereka adalah migran Bangladesh yang tinggal secara ilegal di negara itu.
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021
"Kami memohon otoritas India untuk membawa orang-orang kami ke darat, bagaimana bisa semua negara menolak untuk menerima 81 nyawa yang terdampar di perairan internasional?" kata Sabber Kyaw Min, direktur Inisiatif Hak Asasi Manusia Rohingya (RHRI) di India, Senin.
Sejak bulan lalu, India telah memberikan makanan, bantuan medis, dan teknis kepada warga Rohingya yang berdesakan di atas kapal penangkap ikan yang ditemukan terapung di perairan internasional setelah meninggalkan Bangladesh selatan.
Warga Rohingya berharap bisa mencapai Malaysia tetapi mesin kapal mengalami hambatan teknis.
Delapan orang di kapal telah meninggal dan banyak di antara 81 orang yang selamat sakit dan menderita dehidrasi ekstrim, karena kehabisan makanan dan air selama empat hari dalam perjalanan mereka.
Penjaga pantai India telah memperbaiki kapal tersebut tetapi tidak mengizinkannya memasuki perairan India, dan malah menginginkannya untuk kembali ke Bangladesh.
"Delapan orang sudah meninggal, kami berhak menerima jenazah mereka," kata Min, yang mengatakan bahwa dia dan sekitar 16.000 pengungsi Rohingya yang tinggal di India mendesak pemerintah untuk menerima para pengungsi yang tertekan.
Direktur Human Rights Watch Asia Selatan Meenakshi Ganguly mengatakan India harus menjunjung tinggi kewajibannya di bawah hukum internasional dan melindungi para pengungsi.
"Rohingya telah begitu dianiaya, dan begitu lama, mereka sangat ingin menemukan tempat di mana mereka bisa aman dan merasa diterima. Namun, tidak ada negara di dunia ini, bahkan mereka yang bersimpati dengan mereka, mau melakukannya," kata Ganguly.
Kementerian Luar Negeri India tidak menanggapi pertanyaan tentang apakah 81 warga Rohingya akan diizinkan memasuki India, dan juga tidak memberikan informasi terbaru tentang pembicaraan dengan Bangladesh tentang masalah ini.
New Delhi belum menandatangani Konvensi Pengungsi 1951, yang menjelaskan hak-hak pengungsi dan tanggung jawab negara untuk melindungi mereka, dan juga tidak memiliki undang-undang yang melindungi pengungsi.
Namun, Menteri Luar Negeri Bangladesh AK Abdul Momen pekan lalu mengatakan kepada Reuters bahwa pemerintahnya mengharapkan India, negara terdekat, atau Myanmar, negara asal Rohingya, untuk menerima 81 orang yang selamat.
Lebih dari satu juta pengungsi Rohingya dari Myanmar yang mayoritas beragama Buddha tinggal di kamp-kamp yang padat di Bangladesh yang mayoritas penduduknya Muslim. Banyak dari mereka melarikan diri dari negara asal mereka setelah militer Myanmar melakukan tindakan keras mematikan pada 2017.
Myanmar tidak mengakui Rohingya sebagai kelompok etnis dan bersikeras bahwa mereka adalah migran Bangladesh yang tinggal secara ilegal di negara itu.
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021