Banda Aceh (ANTARA) - Sejumlah organisasi masyarakat sipil (civil society/CSO) di Aceh meminta kepada pemerintah untuk memberikan penyelamatan kepada 152 pengungsi Rohingya yang terkatung-katung di Provinsi Aceh karena belum mendapatkan tempat penampungan sementara.
"Kita mendesak penyelamatan pengungsi untuk segera diturunkan dari truk, diberikan tempat istirahat dan penampungan sesuai standar kemanusiaan dan hak asasi manusia," kata Koordinator KontraS Aceh Azharul Husna di Banda Aceh, Sabtu.
Tak hanya tempat beristirahat, CSO Aceh juga meminta dilakukan pengecekan kesehatan kepada pengungsi Rohingya tersebut, khususnya terhadap kelompok rentan yaitu ibu hamil, anak-anak dan pengungsi yang sakit.
Sebelumnya, sebanyak 152 pengungsi Rohingya terkatung-katung di depan kantor Kemenkumham Aceh, di Banda Aceh setelah dibawa dari Kabupaten Aceh Selatan menggunakan empat truk masyarakat dan satu mobil patroli Satpol PP dan WH Aceh Selatan.
Mereka diberangkatkan dari Alun-alun Kota Tapak Tuan Aceh Selatan sekitar pukul Rabu malam (6/11) sekitar pukul 23.30 WIB, dan tiba di kantor Kemenkumham Aceh, Kamis pagi (7/11) pukul 09.40 WIB.
Di Banda Aceh, mereka tetap tidak mendapatkan lokasi penampungan dan ditolak masyarakat. Setelah itu dibawa ke Lhokseumawe dan juga menerima penolakan.
Hingga semalam, beredar informasi para pengungsi tersebut juga masih berada di dalam truk dan terpantau bergerak di wilayah Aceh Tengah. Dikabarkan, mereka dibawa kembali ke Aceh Selatan.
Husna mendesak, Mendagri dapat bertindak mengatasi carut-marutnya koordinasi antar lembaga negara dan pemerintah daerah yang membuat pengungsi terlantar di atas truk tanpa bantuan dasar, serta memastikan implementasi Peraturan Presiden (Perpres) 125 tahun 2016 secara efektif.
Selain itu, lanjut Husna, mereka juga meminta Kapolri untuk memastikan perlindungan dan pengamanan bagi pengungsi.
Lalu, Menkopolhukam atau lembaga baru yang setara diharapkan dapat menjalankan Perpres secara efektif dan memerintahkan adanya bangunan layak terhadap pengungsi untuk berteduh, beristirahat, dan ditampung.
"Mendesak Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI untuk melakukan pengawasan penanganan pengungsi serta meminta Ombudsman melakukan audit penanganan pengungsi sesuai Perpres 125/2016," ujar Husna.
Di sisi lain, Project Koordinator Jesuit Refugee Service (JRS) Indonesia, Hendra Saputra mengapresiasi masyarakat dan lembaga kemanusiaan yang mau memberikan bantuan meski mendapatkan tekanan tidak manusiawi.
Hendra meminta Pemerintah Indonesia dapat memposisikan pengungsi sebagai saksi, dan korban dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO), sehingga wajib dilindungi.
Selain itu, CSO Aceh juga mendesak Kementerian HAM turut terlibat dalam perlindungan pengungsi melalui pengkajian, pengawasan, dan praktik lain yang dimungkinkan.
"Kita mendesak Pemerintah Pusat, daerah, Badan PBB, dan lembaga kemanusiaan untuk menyelaraskan respon kemanusiaan agar situasi seperti ini tidak terjadi kembali di masa depan," katanya.
Baca juga: Sebanyak 152 imigran Rohingya ditampung di GOR Aceh Selatan