Tidak hanya situs tsunami, seperti kapal PTD Apung, kapal nelayan di atas atap rumah, museum, dan gedung evakuasi bencana, tetapi relatif banyak situs sejarah yang bisa disaksikan wisatawan jika berkunjung ke Kota Banda Aceh.
Dalam sepuluh tahun terakhir atau pascatsunami, Kota Banda Aceh terus berbenah dengan membangun berbagai fasilitas umum dan harapan ke depan tumbuh menjadi wilayah maju di ujung sebelah barat Indonesia.
Banda Aceh memang bukan Medan, Sumatera Utara, atau kota-kota lain di Pulau Jawa yang ekonominya tumbuh pesat dari sektor industri.
Akan tetapi, Pemerintah Kota Banda Aceh terus bertekad untuk mewujudkan agar ekonomi di wilayahnya bisa tumbuh melalui sektor pariwisata. Kondisi itu beralasan sebab tren kunjungan wisatawan ke Kota Banda Aceh hingga saat ini mengalami kenaikan setiap tahunnya.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banda Aceh Fadhil mengatakan bahwa tren kunjungan wisatawan ke daerahnya mengalami kenaikan setiap tahunnya, baik wisatawan domestik maupun mancanegara, menyusul kondusifnya situasi di Ibu Kota Provinsi Aceh itu.
Ia menargetkan 500.000 wisatawan dalam dan luar negeri berkunjung ke Kota Banda Aceh pada tahun 2015. Target tersebut meningkat sekitar 10 dari tahun sebelumnya mencapai 450.000 orang (2014).
Guna mencapai target tersebut, kata dia, selain membenahi tempat-tempat tujuan wisata, pemerintah kota juga menggelar berbagai pagelaran budaya serta mempromosikan pariwisata Kota Banda Aceh, baik dalam negeri maupun luar negeri.
"Seperti tahun-tahun sebelumnya, berbagai festival maupun pagelaran budaya tetap digelar. Kegiatan ini untuk menarik wisatawan berkunjung ke Kota Banda Aceh," katanya.
Tujuan wisatawan ke Banda Aceh kebanyakan berkunjung ke situs tsunami dan religi, seperti Masjid Raya Baiturrahman. Di samping itu, juga ada yang berkunjung ke situs sejarah, seperti sejarah Kesultanan Aceh.
Kendati demikian, Pemkot Banda Aceh juga akan berusaha mengembangkan potensi kepariwisataan yang ada, seperti wisata syariah dan kuliner Aceh serta bursa perdagangan batu giok.
"Kami juga terus berusaha mengembangkan infrastruktur pendukung pariwisata sehingga wisatawan yang berkunjung ke Kota Banda Aceh ini memiliki kesan tersendiri dan ada keinginan kembali datang ke Ibu Kota Provinsi Aceh ini," kata dia.
Selain itu, pihaknya juga akan terus menggencarkan promosi kepariwisataan. Tanpa promosi, sulit mencapai target kunjungan wisatawan.
"Apalagi, pada tahun 2015 diberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Dengan diberlakukan MEA, tentu tidak ada dinding pemisah antarnegara ASEAN. Jadi, tidak hanya wisatawan, tetapi investor pariwisata ASEAN bisa menanamkan modal di Banda Aceh," kata dia.
Namun, Fadhil juga menjelaskan maju atau mundurnya industri pariwisata itu tidak terlepas dari berbagai pihak. Artinya, banyak pihak yang terlibat langsung dalam industri pariwisata, seperti pengusaha perhotelan, transportasi biro perjalanan, pedagang, dan masyarakat daerah tujuan.
Untuk itu, pihaknya terus berupaya menciptakan masyarakat sadar wisata untuk memberikan pelayanan terbaik bagi wisatawan yang berkunjung ke daerah itu.
"Kami terus mewujudkan agar setiap orang (wisatawan) betah berkunjung ke Banda Aceh sebagai kota madani melalui pelayanan yang baik dari masyarakat dan pelaku usaha daerah ini," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banda Aceh Fadhil.
Masyarakat sadar wisata, menurut dia, penting guna mendorong tumbuhnya sektor pariwisata serta memberikan kepercayaan kepada wisatawan bahwa berkunjung ke Kota Banda Aceh lebih nyaman.
Tumbuh Baik
Sektor pariwisata akan tumbuh lebih baik, kata dia, jika mendapat dukungan nyata dari berbagai elemen masyarakat, khususnya kalangan pengusaha, apakah sektor jasa perhotelan, rumah makan, atau transportasi di daerah ini.
"Jadi, saya akan mengajak masyarakat, pelaku usaha jasa dan transportasi untuk memberikan kenyamanan kepada setiap orang yang datang dan berkunjung, khususnya ke Kota Banda Aceh," kata Fadhil.
Selain itu, Fadhil menjelaskan dalam waktu dekat pihaknya berkerja sama dengan sejumlah kepala desa untuk menjadikan kenduri peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai bagian dari agenda pariwisata.
"Artinya, saya menawarkan kepada sejumlah kades agar dapat mengundang wisatawan untuk menikmati hidangan bersama-sama dengan masyarakat saat kegiatan kenduri Maulid itu digelar di kampung-kampung," katanya.
Itu juga bertujuan agar wisatawan mengagendakan kunjungannya ke Aceh pada setiap peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, kata Fadhil.
Sementara itu, Ketua Komisi D DPRK Banda Aceh Farid Nyak Umar mengatakan bahwa Banda Aceh membutuhkan qanun atau peraturan daerah yang mengatur kepariwisataan di Ibu Kota Provinsi Aceh tersebut.
"Banda Aceh butuh qanun pariwisata. Qanun ini nantinya Pemerintah Kota Banda Aceh memiliki dasar hukum yang kuat dalam mengelola sektor kepariwisataan," kata Farid Nyak Umar.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyebutkan tidak adanya qanun kepariwisataan tersebut menjadi masalah tersendiri bagi pemerintah daerah, terutama dalam mengelola dan mengembangkan kawasan kepariwisataan.
"Yang ada sekarang ini qanun tentang retribusi izin pariwisata. Padahal, Banda Aceh yang saat ini sedang gencar-gencarnya membangun kepariwisataan membutuhkan qanun pariwisata sehingga pemerintah kota memiliki legalitas yang kuat dalam membangun dan mengembangkan sektor pariwisata," katanya.
Farid Nyak Umar menyarankan jika eksekutif dan legislatif Pemerintah Kota Banda Aceh sepakat membuat qanun pariwisata ini, substansi yang diatur meliputi kawasan wisata strategis maupun tata cara pengelolaannya.
Selain itu, kata anggota Fraksi PKS DPRK Banda Aceh ini, juga harus ada upaya pengembangan pariwisata di setiap kecamatan sehingga di masing-masing wilayah itu memiliki keunggulan kepariwisataan tersendiri.
"Di Kota Banda Aceh ini ada sembilan kecamatan. Setiap kecamatan harus punya kawasan wisata strategis. Misalnya, Kecamatan Baiturrahman bisa jadi tujuan wisata religi. Begitu juga Kecamatan Meuraxa, bisa jadi tujuan wisata tsunami," kata dia.
Menurut dia, nantinya qanun kepariwisataan tersebut harus sejalan dengan penerapan syariat Islam. Dengan demikian, cita-cita menjadikan Banda Aceh sebagai bandar wisata islami bisa terwujud.
"Hal ini juga sejalan dengan tujuan mewujudkan Banda Aceh sebagai kota madani. Jika ini terealisasi, bukan tidak mungkin Kota Banda Aceh menjadi contoh kota wisata yang menerapkan syariat Islam," kata Farid Nyak Umar.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banda Aceh Reza Pahlevi meminta dukungan dari kalangan swasta untuk berpartisipasi aktif dalam meningkatkan kunjungan wisatawan ke provinsi itu setiap tahunnya.
Daerah tujuan wisata andalan di Aceh, yakni Kota Banda Aceh, Sabang, dan Aceh Tengah. Ketiga daerah tersebut menjadi prioritas untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata Aceh masa depan.
"Kami minta kalangan swasta dan lembaga agar berperan aktif untuk mendatangkan banyak wisatawan dalam dan luar negeri ke Aceh," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Reza Pahlevi.
Ia mengatakan bahwa dukungan kalangan swasta dan semua komponen masyarakat akan mampu menarik para tamu nusantara dan asing untuk menikmati berbagai pesona wisata yang tersimpan di 23 kabupaten/kota di provinsi berpenduduk sekitar 4,5 juta jiwa itu.
Adapun partisipasi aktif yang dapat dilakukan kalangan swasta dan lembaga, di antaranya menggelar kegiatan-kegiatan kebudayaan atau pertemuan-pertemuan yang tidak dilakukan oleh Pemerintah.
"Artinya, selain kegiatan-kegiatan kebudayaan yang dilakukan pemerintah ada juga event lainnya yang dapat menarik minat wisatawan ke Aceh," katanya.
Reza mengatakan bahwa Pemerintah Aceh setiap tahunnya menargetkan jumlah wisatawan dalam dan luar negeri yang datang ke provinsi itu naik 15 persen.
"Kami juga akan mengundang biro perjalanan dari luar ke Aceh tahun ini dalam rangka menambah jumlah pelancong," katanya.
Ia menyatakan optimistis keikutsertaan semua komponen dalam memajukan sektor wisata akan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi masyarakat di provinsi ujung paling barat Indonesia itu.
Warga di daerah tujuan wisata agar tetap memberikan pelayanan terbaik serta menjaga kebersihan sehingga para tamu yang datang merasa nyaman.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2015
Dalam sepuluh tahun terakhir atau pascatsunami, Kota Banda Aceh terus berbenah dengan membangun berbagai fasilitas umum dan harapan ke depan tumbuh menjadi wilayah maju di ujung sebelah barat Indonesia.
Banda Aceh memang bukan Medan, Sumatera Utara, atau kota-kota lain di Pulau Jawa yang ekonominya tumbuh pesat dari sektor industri.
Akan tetapi, Pemerintah Kota Banda Aceh terus bertekad untuk mewujudkan agar ekonomi di wilayahnya bisa tumbuh melalui sektor pariwisata. Kondisi itu beralasan sebab tren kunjungan wisatawan ke Kota Banda Aceh hingga saat ini mengalami kenaikan setiap tahunnya.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banda Aceh Fadhil mengatakan bahwa tren kunjungan wisatawan ke daerahnya mengalami kenaikan setiap tahunnya, baik wisatawan domestik maupun mancanegara, menyusul kondusifnya situasi di Ibu Kota Provinsi Aceh itu.
Ia menargetkan 500.000 wisatawan dalam dan luar negeri berkunjung ke Kota Banda Aceh pada tahun 2015. Target tersebut meningkat sekitar 10 dari tahun sebelumnya mencapai 450.000 orang (2014).
Guna mencapai target tersebut, kata dia, selain membenahi tempat-tempat tujuan wisata, pemerintah kota juga menggelar berbagai pagelaran budaya serta mempromosikan pariwisata Kota Banda Aceh, baik dalam negeri maupun luar negeri.
"Seperti tahun-tahun sebelumnya, berbagai festival maupun pagelaran budaya tetap digelar. Kegiatan ini untuk menarik wisatawan berkunjung ke Kota Banda Aceh," katanya.
Tujuan wisatawan ke Banda Aceh kebanyakan berkunjung ke situs tsunami dan religi, seperti Masjid Raya Baiturrahman. Di samping itu, juga ada yang berkunjung ke situs sejarah, seperti sejarah Kesultanan Aceh.
Kendati demikian, Pemkot Banda Aceh juga akan berusaha mengembangkan potensi kepariwisataan yang ada, seperti wisata syariah dan kuliner Aceh serta bursa perdagangan batu giok.
"Kami juga terus berusaha mengembangkan infrastruktur pendukung pariwisata sehingga wisatawan yang berkunjung ke Kota Banda Aceh ini memiliki kesan tersendiri dan ada keinginan kembali datang ke Ibu Kota Provinsi Aceh ini," kata dia.
Selain itu, pihaknya juga akan terus menggencarkan promosi kepariwisataan. Tanpa promosi, sulit mencapai target kunjungan wisatawan.
"Apalagi, pada tahun 2015 diberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Dengan diberlakukan MEA, tentu tidak ada dinding pemisah antarnegara ASEAN. Jadi, tidak hanya wisatawan, tetapi investor pariwisata ASEAN bisa menanamkan modal di Banda Aceh," kata dia.
Namun, Fadhil juga menjelaskan maju atau mundurnya industri pariwisata itu tidak terlepas dari berbagai pihak. Artinya, banyak pihak yang terlibat langsung dalam industri pariwisata, seperti pengusaha perhotelan, transportasi biro perjalanan, pedagang, dan masyarakat daerah tujuan.
Untuk itu, pihaknya terus berupaya menciptakan masyarakat sadar wisata untuk memberikan pelayanan terbaik bagi wisatawan yang berkunjung ke daerah itu.
"Kami terus mewujudkan agar setiap orang (wisatawan) betah berkunjung ke Banda Aceh sebagai kota madani melalui pelayanan yang baik dari masyarakat dan pelaku usaha daerah ini," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banda Aceh Fadhil.
Masyarakat sadar wisata, menurut dia, penting guna mendorong tumbuhnya sektor pariwisata serta memberikan kepercayaan kepada wisatawan bahwa berkunjung ke Kota Banda Aceh lebih nyaman.
Tumbuh Baik
Sektor pariwisata akan tumbuh lebih baik, kata dia, jika mendapat dukungan nyata dari berbagai elemen masyarakat, khususnya kalangan pengusaha, apakah sektor jasa perhotelan, rumah makan, atau transportasi di daerah ini.
"Jadi, saya akan mengajak masyarakat, pelaku usaha jasa dan transportasi untuk memberikan kenyamanan kepada setiap orang yang datang dan berkunjung, khususnya ke Kota Banda Aceh," kata Fadhil.
Selain itu, Fadhil menjelaskan dalam waktu dekat pihaknya berkerja sama dengan sejumlah kepala desa untuk menjadikan kenduri peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai bagian dari agenda pariwisata.
"Artinya, saya menawarkan kepada sejumlah kades agar dapat mengundang wisatawan untuk menikmati hidangan bersama-sama dengan masyarakat saat kegiatan kenduri Maulid itu digelar di kampung-kampung," katanya.
Itu juga bertujuan agar wisatawan mengagendakan kunjungannya ke Aceh pada setiap peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, kata Fadhil.
Sementara itu, Ketua Komisi D DPRK Banda Aceh Farid Nyak Umar mengatakan bahwa Banda Aceh membutuhkan qanun atau peraturan daerah yang mengatur kepariwisataan di Ibu Kota Provinsi Aceh tersebut.
"Banda Aceh butuh qanun pariwisata. Qanun ini nantinya Pemerintah Kota Banda Aceh memiliki dasar hukum yang kuat dalam mengelola sektor kepariwisataan," kata Farid Nyak Umar.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyebutkan tidak adanya qanun kepariwisataan tersebut menjadi masalah tersendiri bagi pemerintah daerah, terutama dalam mengelola dan mengembangkan kawasan kepariwisataan.
"Yang ada sekarang ini qanun tentang retribusi izin pariwisata. Padahal, Banda Aceh yang saat ini sedang gencar-gencarnya membangun kepariwisataan membutuhkan qanun pariwisata sehingga pemerintah kota memiliki legalitas yang kuat dalam membangun dan mengembangkan sektor pariwisata," katanya.
Farid Nyak Umar menyarankan jika eksekutif dan legislatif Pemerintah Kota Banda Aceh sepakat membuat qanun pariwisata ini, substansi yang diatur meliputi kawasan wisata strategis maupun tata cara pengelolaannya.
Selain itu, kata anggota Fraksi PKS DPRK Banda Aceh ini, juga harus ada upaya pengembangan pariwisata di setiap kecamatan sehingga di masing-masing wilayah itu memiliki keunggulan kepariwisataan tersendiri.
"Di Kota Banda Aceh ini ada sembilan kecamatan. Setiap kecamatan harus punya kawasan wisata strategis. Misalnya, Kecamatan Baiturrahman bisa jadi tujuan wisata religi. Begitu juga Kecamatan Meuraxa, bisa jadi tujuan wisata tsunami," kata dia.
Menurut dia, nantinya qanun kepariwisataan tersebut harus sejalan dengan penerapan syariat Islam. Dengan demikian, cita-cita menjadikan Banda Aceh sebagai bandar wisata islami bisa terwujud.
"Hal ini juga sejalan dengan tujuan mewujudkan Banda Aceh sebagai kota madani. Jika ini terealisasi, bukan tidak mungkin Kota Banda Aceh menjadi contoh kota wisata yang menerapkan syariat Islam," kata Farid Nyak Umar.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banda Aceh Reza Pahlevi meminta dukungan dari kalangan swasta untuk berpartisipasi aktif dalam meningkatkan kunjungan wisatawan ke provinsi itu setiap tahunnya.
Daerah tujuan wisata andalan di Aceh, yakni Kota Banda Aceh, Sabang, dan Aceh Tengah. Ketiga daerah tersebut menjadi prioritas untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata Aceh masa depan.
"Kami minta kalangan swasta dan lembaga agar berperan aktif untuk mendatangkan banyak wisatawan dalam dan luar negeri ke Aceh," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Reza Pahlevi.
Ia mengatakan bahwa dukungan kalangan swasta dan semua komponen masyarakat akan mampu menarik para tamu nusantara dan asing untuk menikmati berbagai pesona wisata yang tersimpan di 23 kabupaten/kota di provinsi berpenduduk sekitar 4,5 juta jiwa itu.
Adapun partisipasi aktif yang dapat dilakukan kalangan swasta dan lembaga, di antaranya menggelar kegiatan-kegiatan kebudayaan atau pertemuan-pertemuan yang tidak dilakukan oleh Pemerintah.
"Artinya, selain kegiatan-kegiatan kebudayaan yang dilakukan pemerintah ada juga event lainnya yang dapat menarik minat wisatawan ke Aceh," katanya.
Reza mengatakan bahwa Pemerintah Aceh setiap tahunnya menargetkan jumlah wisatawan dalam dan luar negeri yang datang ke provinsi itu naik 15 persen.
"Kami juga akan mengundang biro perjalanan dari luar ke Aceh tahun ini dalam rangka menambah jumlah pelancong," katanya.
Ia menyatakan optimistis keikutsertaan semua komponen dalam memajukan sektor wisata akan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi masyarakat di provinsi ujung paling barat Indonesia itu.
Warga di daerah tujuan wisata agar tetap memberikan pelayanan terbaik serta menjaga kebersihan sehingga para tamu yang datang merasa nyaman.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2015