Seorang pekerja warga negara Indonesia telah diselamatkan dari kemungkinan menjadi buruh paksa setelah pihak berwenang menerima pengaduan dan informasi dari pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur pada 7 Juli 2021.
Kementerian Sumber Daya Manusia Malaysia dalam pernyataannya di Kuala Lumpur, Minggu, mengatakan hasil investigasi yang dijalankan pada 7 dan 8 Juli 2021 telah membawa pada operasi penyelamatan korban pada 9 Juli 2021.
"Operasi diketuai oleh Kantor Tenaga Kerja (JTK) pusat dan JTK Perak dengan kerja sama pasukan Task Force MAPO serta pegawai Polisi DiRaja Malaysia (PDRM) dari Kepolisian Daerah Taiping pada jam 06.30 pagi," katanya.
Korban adalah seorang wanita berumur 36 tahun, dibawa masuk ke Malaysia oleh seorang agen yang menjanjikan bahwa dia akan dipekerjakan sebagai pembantu rumah serta dijanjikan gaji sebanyak RM1,000 (sekitar Rp 3,4 juta).
Korban telah diminta untuk membayar sebanyak tiga bulan gaji sebagai bayaran administrasi kepada agen setelah mendapat pekerjaan.
Uang tersebut telah selesai dibayar kepada agen melalui potongan gaji korban pada Desember 2017, Januari 2018, dan Februari 2018.
"Majikan mengambil kesempatan dengan memanipulasi pekerja tersebut yang tidak mempunyai permit kerja yang sah dan dikategorikan sebagai Pekerja Asing Tanpa Izin (PATI)," kata kementerian itu.
Majikan turut menjadikan isu PATI sebagai ancaman untuk memaksa korban melakukan pelbagai pekerjaan rumah dengan tekanan fisik dan mental.
"Korban juga pernah dipukul oleh majikan dengan menggunakan tangan apabila tidak puas dengan kerja yang dilakukan korban," kata kementerian.
Selain itu, korban tidak diberi makanan kalau dia menyatakan niat untuk kembali ke negara asal ataupun tidak mau bekerja lagi dengan majikan tersebut.
"Malah, gaji korban kerap dibayar lewat dan pernah terjadi situasi di mana uang gaji yang telah diserahkan ke tangan mangsa diambil lagi oleh majikan," menurut keterangan kementerian.
Melalui penyelidikan awal, terdapat indikator bahwa korban telah dijadikan sebagai buruh paksa yang dan majikan diduga telah melakukan suatu pelanggaran di bawah Undang-Undang Antipemerdagangan Orang dan Antipenyelundupan Migran (Anti Trafficking in Persons and Anti-Smuggling of Migrants – ATIPSOM) 2007.
"Korban yang diselamatkan masih dalam keadaan trauma dan kini ditempatkan di Rumah Perlindungan Zon Tengah setelah diberikan Interim Protection Order (IPO) oleh Mahkamah Magistret Taiping pada tanggal sama korban diselamatkan," kata kementerian.
Keterangan itu menyebutkan bahwa operasi penyelamatan pekerja warga Indonesia tersebut merupakan hasil dari usaha terpadu secara terus-menurus oleh lembaga-lembaga penegakan hukum dalam menangani isu buruh paksa.
Kementerian menyatakan bahwa operasi itu juga menunjukkan bahwa pemerintah tidak akan sesekali berkompromi dalam isu buruh paksa --apa pun kewarganegaraan para pekerja.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021
Kementerian Sumber Daya Manusia Malaysia dalam pernyataannya di Kuala Lumpur, Minggu, mengatakan hasil investigasi yang dijalankan pada 7 dan 8 Juli 2021 telah membawa pada operasi penyelamatan korban pada 9 Juli 2021.
"Operasi diketuai oleh Kantor Tenaga Kerja (JTK) pusat dan JTK Perak dengan kerja sama pasukan Task Force MAPO serta pegawai Polisi DiRaja Malaysia (PDRM) dari Kepolisian Daerah Taiping pada jam 06.30 pagi," katanya.
Korban adalah seorang wanita berumur 36 tahun, dibawa masuk ke Malaysia oleh seorang agen yang menjanjikan bahwa dia akan dipekerjakan sebagai pembantu rumah serta dijanjikan gaji sebanyak RM1,000 (sekitar Rp 3,4 juta).
Korban telah diminta untuk membayar sebanyak tiga bulan gaji sebagai bayaran administrasi kepada agen setelah mendapat pekerjaan.
Uang tersebut telah selesai dibayar kepada agen melalui potongan gaji korban pada Desember 2017, Januari 2018, dan Februari 2018.
"Majikan mengambil kesempatan dengan memanipulasi pekerja tersebut yang tidak mempunyai permit kerja yang sah dan dikategorikan sebagai Pekerja Asing Tanpa Izin (PATI)," kata kementerian itu.
Majikan turut menjadikan isu PATI sebagai ancaman untuk memaksa korban melakukan pelbagai pekerjaan rumah dengan tekanan fisik dan mental.
"Korban juga pernah dipukul oleh majikan dengan menggunakan tangan apabila tidak puas dengan kerja yang dilakukan korban," kata kementerian.
Selain itu, korban tidak diberi makanan kalau dia menyatakan niat untuk kembali ke negara asal ataupun tidak mau bekerja lagi dengan majikan tersebut.
"Malah, gaji korban kerap dibayar lewat dan pernah terjadi situasi di mana uang gaji yang telah diserahkan ke tangan mangsa diambil lagi oleh majikan," menurut keterangan kementerian.
Melalui penyelidikan awal, terdapat indikator bahwa korban telah dijadikan sebagai buruh paksa yang dan majikan diduga telah melakukan suatu pelanggaran di bawah Undang-Undang Antipemerdagangan Orang dan Antipenyelundupan Migran (Anti Trafficking in Persons and Anti-Smuggling of Migrants – ATIPSOM) 2007.
"Korban yang diselamatkan masih dalam keadaan trauma dan kini ditempatkan di Rumah Perlindungan Zon Tengah setelah diberikan Interim Protection Order (IPO) oleh Mahkamah Magistret Taiping pada tanggal sama korban diselamatkan," kata kementerian.
Keterangan itu menyebutkan bahwa operasi penyelamatan pekerja warga Indonesia tersebut merupakan hasil dari usaha terpadu secara terus-menurus oleh lembaga-lembaga penegakan hukum dalam menangani isu buruh paksa.
Kementerian menyatakan bahwa operasi itu juga menunjukkan bahwa pemerintah tidak akan sesekali berkompromi dalam isu buruh paksa --apa pun kewarganegaraan para pekerja.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021