Tapaktuan (ANTARA Aceh) - SM Solidaritas untuk Rakyat Daerah Terpencil (SuRaDT) dan Himpunan Mahasiswa Pelajar Aceh Singkil (HIMAPAS) meminta kepada Pemerintah Aceh serius membangun Kabupaten Aceh Singkil dengan cara mengucurkan anggaran pembangunan yang maksimal serta menempatkan putra asli daerah setempat di jajaran pejabat Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA).

“Sebab kami menilai salah satu penyebab sulitnya Kabupaten Aceh Singkil terbebas dari status daerah tertinggal dikarenakan tidak adanya putra asli Aceh Singkil yang duduk di legislatif (DPRA) maupun eksekutif (SKPA) di tingkat Provinsi.

Hal ini tentunya berdampak terhadap tidak adanya sosok figur pejabat yang memperjuangkan kepentingan rakyat Aceh Singkil di tingkat Provinsi, sehingga perhatian Pemerintah Aceh minim,” kata Ketua LSM SuRaDT, Delky Nofrizal Qutni dan Ketua Himapas, Jirin Capah di Tapaktuan, Senin (2/3).

Sebab, ujarnya, dalam kitab suci Al-Qur’an sendiri sudah dijelaskan, tidak akan berubah nasib suatu kaum, jika tidak kaum itu sendiri yang merubahnya.

Begitu pula halnya dengan nasib Rakyat Aceh Singkil, jika bukan putra terbaik dari Aceh singkil sendiri yang berupaya memperjuangkan nasib rakyatnya, mustahil ada orang dari daerah lain yang dengan tulus ikhlas mau memperjuangkannya.

“Namun sungguh sangat memilukan, saat ini tidak ada seorangpun putra asli Aceh Singkil yang dipercayakan oleh Gubernur Aceh sebagai kepala SKPA, sehingga siapa yang akan memperjuangkan nasib rakyat Aceh Singkil di tingkat provinsi, tentu tidak ada," katanya.

Padahal, banyak sosok dari Aceh Singkil yang mampu secara kapasitas, kinerja dan memiliki track record yang bagus untuk diberi mandat sebagai kepala SKPA, tapi sayangnya Gubernur Aceh hanya melihat sebelah mata,” sesal Delky dan Jirin.

Pihaknya menilai, lanjut Delky dan Jirin, Gubernur Aceh selama ini cenderung menganak tirikan Aceh Singkil dan hanya memprioritaskan daerah tertentu saja dalam pembangunan Aceh maupun dalam penempatan pejabat yang dinilai sarat nepotisme.

“Kami selaku generasi muda Aceh Singkil sangat sedih melihat kondisi Pemerintah Aceh dibawah kepemimpinan Zaini Abdullah saat ini. Sebab Aceh singkil yang sudah berstatus tertinggal, dipandang sebelah mata pula, sehingga sangat sulit rasanya untuk terbebas dari belenggu ketertinggalan,” kata Delky dan Jirin.

Karena itu, pihaknya mendesak Gubernur Aceh agar ke depannya bersikap adil serta bijaksana dalam memimpin tidak justru pandang bulu dalam penempatan pejabat.

Gubernur, kata dia, harus memberikan perhatian khusus kepada daerah tertinggal seperti Aceh Singkil, sebab Aceh Singkil juga merupakan bagian dari Provinsi Aceh.

“Kabupaten Aceh Singkil memang merupakan salah satu daerah yang berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Utara, namun masih ruang lingkup Provinsi Aceh dan sudah sepantasnya mendapat perhatian dari Pemerintah Aceh. Agar tidak terciptanya jurang pemisah antara Kabupaten Aceh Singkil dari Provinsi Aceh,” tegasnya.

Lebih lanjut di katakan, berdasarkan Kepmen PDT Nomor : 001/ M-PDT/ I/ 2005 dijelaskan bahwa ada enam indikator utama sebuah Kabupaten dikategorikan sebagai daerah tertinggal yakni ekonomi masyarakat, sumber daya manusia, infrastruktur publik, kapasitas daerah, karakteristik daerah dan aksesibilitas. Dilihat dari enam indikator tersebut maka Kabupaten Aceh Singkil dikategorikan sebagai salah satu dari 12  daerah tertinggal yang ada di Provinsi Aceh.

Ditinjau dari sektor perekonomian masyarakat, sambung Delky dan Jirin, indikator utamanya yakni persentase keluarga miskin dan konsumsi perkapita jumlah penduduk miskin dan juga terkait dengan tingginya jumlah pengangguran.

“Di Aceh Singkil hingga Agustus 2014 jumlah pengangguran mencapai 2.747 atau (6,08 persen). Di samping itu, Aceh Singkil juga masuk ke dalam karakteristik daerah dengan indikator utama persentase Desa rawan gempa bumi, tanah longsor, banjir, dan bencana lainnya, persentase Desa di kawasan lindung, Desa berlahan kritis, dan Desa rawan konflik satu tahun terakhir,” paparnya.

Disektor Sumber Daya Manusia (SDM) dengan indikator utama angka harapan hidup, sebut Delky dan Jirin, yang dilihat dari rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf, maka berdasarkan data Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT), persentase melek huruf  di Kabupaten tersebut mencapai 96,25 persen dan Indeks Pendidikan Masyarakat (IPM)  sekitar 68, 98 persen.

Berikutnya, sambung Delky, dari sektor prasarana (infrastruktur)dengan indikator utama yaitu jumlah jalan dengan permukaan terluas aspal/beton, jalan diperkeras, jalan tanah, dan jalan lainnya, persentase pengguna listrik, telepon dan air bersih, jumlah Desa dengan pasar tanpa bangunan permanen, jumlah prasarana kesehatan/1000 penduduk, jumlah dokter/1000 penduduk, jumlah SD-SMP/1000 penduduk.

Kemudian, ujar Delky, dari segi kapasitas/kemampuan keuangan daerahdengan  indikator utama pendapatan asli daerah (PAD) dan celah fiskal. Sebagai sebuah Kabupaten, PAD Aceh Singkil masih sangat memprihatinkan meskipun banyak perusahaan perkebunan yang ada disana.

“Buktinya pada tahun 2014 dari target PAD sebesar Rp 35,7 miliar hingga akhir Desember 2014 hanya terealisasi Rp 23 miliar atau sekitar 64,63 persen,” sebutnya.

Faktor ketertinggalan berikutnya, kata Delky, dilihat dari aspek aksesibilitas dengan indikator utama rata-rata jarak dari Desa ke Kota Kabupaten, jarak ke pelayanan Pendidikan, jumlah Desa dengan akses pelayanan kesehatan dengan jarak tempuh lebih kurang mencapai 5 Km.

Belum lagi jika ditinjau dari karakteristik daerah dengan menggunakan indikator seperti persentase Desa rawan gempa bumi, tanah longsor, banjir, dan bencana lainnya dan persentase Desa di kawasan hutan lindung, Desa berlahan kritis dan desa rawan konflik.

Menurutnya, berdasarkan data statistik pembangunan daerah tertinggal, persentase tingkat bencana di Kabupaten Aceh Singkil sangat tinggi meliputi banjir sebesar 39, 17 %, Tanah Longsor 3, 33 % dan Gempa Bumi 30,00 %.

Jika ditinjau lebih detail lagi, kata Delky, terdapat 9 dari 12 Kecamatan di Aceh Singkil yang dikategorikan sebagai Kecamatan tertinggal. Sembilan Kecamatan yang di dalamnya terdapat 58 Desa tertinggal, masing-masing yakni Kecamatan Pulau Banyak, Pulau Banyak Barat, Kuala Baru, Singkil Utara, dan Kecamatan Simpang Kanan. Kemudian Kecamatan Danau Paris, Suro, Singkohor dan Kecamatan Kota Baharu.

“Kecamatan yang boleh disebut maju, hanya Kecamatan Singkil karena merupakan Ibukota Kabupaten dan Kecamatan Gunung Meriah yang terletak berdekatan dengan Ibukota kabupaten,” pungkasnya.

Pewarta:

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2015