Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai penyelenggara kegiatan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) di Aceh pada September ini perlu lebih mengangkat mengenai wisata kuliner dari Serambi Mekkah.
"Yang diperlukan adalah promosi wisata kuliner khas Aceh yang beragam dan maknyus," kata Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim ketika dihubungi di Jakarta, Selasa.
Abdul Halim mengingatkan kuliner perikanan di Aceh sangatlah banyak dan melimpah sehingga ada beragam hidangan yang bisa dipopulerkan terkait hal tersebut.
Ia menyebutkan contoh dari hidangan itu antara lain gulai ikan kerling, kuah asam keueng, hingga kepiting soka lada hitam khas Aceh.
Selain itu, ujar dia, potensi perikanan di Aceh tidak jauh berbeda dengan Sumatera Utara dan Riau yang berada di WPP-NRI 571 atau Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia 571 yang terletak di sekitar kawasan Selat Malaka.
Terkait dengan konsumsi ikan, Anggota Komisi IV DPR RI Slamet menyatakan tingkat konsumsi ikan nasional perlu seperti di Jepang agar dapat mengatasi sejumlah permasalahan gizi seperti mengentaskan fenomena stunting di Tanah Air.
"Kalau mau cerdas idealnya seperti di Jepang 140 kilogram per kapita per tahun. Target kita nasional (tahun 2021) ada di angka 60 kilogram per orang per tahun untuk mengonsumsi ikan," kata Slamet.
Menurut dia, potensi sumber daya laut di Indonesia sangat tersedia dengan melimpah sehingga menjadi Pekerjaan Rumah (PR) pemerintah untuk memberdayakannya dengan optimal.
Sebelumnya Kepala Badan Riset dan SDM KKP Sjarief Widjaja menyatakan pelatihan pengolahan hasil perikanan di sejumlah daerah secara daring diyakini bakal melesatkan tingkat konsumsi ikan nasional.
"Inovasi olahan ikan juga sangat penting dalam peningkatan angka konsumsi ikan nasional," kata Sjarief Widjaja.
Ia memaparkan bahwa KKP menargetkan tingkat konsumsi ikan sebesar 62,50 kg/kapita/tahun di tahun 2024 yang sebelumnya 56,39 kg/kapita/tahun di tahun 2020.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021
"Yang diperlukan adalah promosi wisata kuliner khas Aceh yang beragam dan maknyus," kata Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim ketika dihubungi di Jakarta, Selasa.
Abdul Halim mengingatkan kuliner perikanan di Aceh sangatlah banyak dan melimpah sehingga ada beragam hidangan yang bisa dipopulerkan terkait hal tersebut.
Ia menyebutkan contoh dari hidangan itu antara lain gulai ikan kerling, kuah asam keueng, hingga kepiting soka lada hitam khas Aceh.
Selain itu, ujar dia, potensi perikanan di Aceh tidak jauh berbeda dengan Sumatera Utara dan Riau yang berada di WPP-NRI 571 atau Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia 571 yang terletak di sekitar kawasan Selat Malaka.
Terkait dengan konsumsi ikan, Anggota Komisi IV DPR RI Slamet menyatakan tingkat konsumsi ikan nasional perlu seperti di Jepang agar dapat mengatasi sejumlah permasalahan gizi seperti mengentaskan fenomena stunting di Tanah Air.
"Kalau mau cerdas idealnya seperti di Jepang 140 kilogram per kapita per tahun. Target kita nasional (tahun 2021) ada di angka 60 kilogram per orang per tahun untuk mengonsumsi ikan," kata Slamet.
Menurut dia, potensi sumber daya laut di Indonesia sangat tersedia dengan melimpah sehingga menjadi Pekerjaan Rumah (PR) pemerintah untuk memberdayakannya dengan optimal.
Sebelumnya Kepala Badan Riset dan SDM KKP Sjarief Widjaja menyatakan pelatihan pengolahan hasil perikanan di sejumlah daerah secara daring diyakini bakal melesatkan tingkat konsumsi ikan nasional.
"Inovasi olahan ikan juga sangat penting dalam peningkatan angka konsumsi ikan nasional," kata Sjarief Widjaja.
Ia memaparkan bahwa KKP menargetkan tingkat konsumsi ikan sebesar 62,50 kg/kapita/tahun di tahun 2024 yang sebelumnya 56,39 kg/kapita/tahun di tahun 2020.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021