Banda Aceh (ANTARA Aceh) - Malam mendebarkan bagi peserta. Sedang juri  merasa sembilu. Sementara tetamu bersama ratusan audiens tepuk riuh gegap gempita. Bagaimana tidak, 16 finalis Agam-Inong tampil memukau dan bersahaja di atas panggung grand final duta wisata Kota Langsa tahun 2015, Provinsi Aceh pada Minggu (31/05) malam. Dengan performa nyaris sempurna, Agam-Inong ini satu persatu meliuk di atas catwalk. Ada langkah gemulai, verbalisasi tubuh peserta mewartakan bahwa masing-masing mereka patut diberi puji, jika tidak acungan jempol tinggi-tinggi.

Di hadapan ratusan pasang mata penonton dengan amatan lekat-lekat lima dewan juri yang duduk di kursi paling sudut, ikut terpaku dibuatnya. Di deretan paling depan ada sejumlah pejabat penting daerah itu. Tampak Ketua DPRK Langsa, Burhansyah bersama beberapa anggota dewan lainnya Pagian Widodo, Noma Khairi dan Widoyo, dan sejumlah pejabat sipil/militer lainnya, sedangkan Walikota Usman Abdullah diwakili Kamarullah selaku Asisten I pemerintahan setempat.
   
Sebagai salah seorang dewan juri, tentu saja saya sangat berbahagia sekaligus bangga dengan sejuta rasa kagum. Bahagia karena terlibat secara langsung sehingga bisa berkonstribusi dalam pembangunan kota tercinta ini. Lewat peran serta ini saya pun dapat membangkitkan nilai-nilai luhur seni budaya indatu baik secara fisikal maupun physikis adat istiadat Aceh yang kini kian digalakkan pemerintah lewat kemasan destinasi wisata 2017.
   

Bangga atas kehebatan peserta yang memiliki wawasan luas, cerdas dan beragam talentanya. Secara akademis mereka patut dipuji, ditambah kemampuan berbahasa asing diatas rata-rata. Bahkan ada di antaranya tidak hanya cakap berbahasa Inggris juga Perancis dan Belanda. Intinya bulu kuduk saya merinding sejak audisi pada Sabtu (30/05/15).

Seharian itu saya bersama empat rekan juri lainnya, Zulhari Abdullah, Hadiani Syafitri, Yanis Prianto dan Indra Kesuma seperti halnya pada malam grand final, secara bergantian mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan menguji kemampuan akademik serta meminta tampil talenta-talenta yang dimiliki peserta. Sejak itu pula kami berdecak kagum.
   

Sesuai kriteria peserta berusia 18-25 tahun, tinggi badan 165 CM (pria)/160 CM (putri), pendidikan minimal SLTA, menguasai atraksi budaya daerah yang bisa ditmpilkan di atas pangung, mampu mempresentasikan masalah kebudayaan, politik, sisial, ekonomi, teknologi dan pariwisata, memiliki kepribadian yang baik, berpenampilan menarik, seht jasmani dan rohani, belum pernah mengikuti duta wisata sebelumnya, tidak terlibat tindak pidana, belum menikah, berdomisili di Langsa, menguasai  bahasa Inggris atau bahasa asing  lainnya, mampu membaca al-Qur’an dan cakap berbahasa daerah.
   
Dari sejumlah persyaratan tersebut, ke 16 peserta terdiri dari delapan putra dan delapan putri (baca: agam dan inong) yang lolos audisi ke babak grand final itu mendapatkan nilai diatas rata-rata. Namun ada dua kriteria terakhir penting untuk diperhatikan dalam rangka menyempurkan identiti ke-Aceh-an di mana daerah yang kental dengan adat istiadat, budaya dan keutuhan nilai-nilai religinya. 

Sebelum mengupas lebih dalam terhadap dua kriteria ini bukan sebagai sebuah upaya saya selaku dewan juri duta wisata Kota Langsa tahun 2015 ini untuk menyorot dan komplain sesiapa. Namun ini  lebih kepada sebuah otokritik bersama, karena semua kita wajib bertanggung jawab akan generasi belia sebagai pelanjut estapet dan pemegang tongkat negeri yang bersyar’i.
   

Dua kriteria terakhir, dimana peserta diwajibkan mampu membaca Al-Qur’an dan cakap berbahasa daerah. Namun sebagian besar peserta gelagapan saat dewan juri “menyentuh” subtansi dimaksud. Disinilah mula miris menghentak kalbu.

Sejatinya duta wisata tidak tak terbatas perform semata, tak cukup semata pintar bernyanyi tapi pintar mengaji, tak sekadar ahli berbahasa Inggris dan bahasa Asing lainnya namun cakap berbahasa daerahnya sendiri, bahasa Aceh dalam hal ini. Kendati ada guru ngaji dan satu-dua lainnya lumayan makhraj dan kalqalaf sehingga bisa dibilang kontestan duta wisata Kota Langsa tahun 2015 ini tak semestinya diberi puji, karena itu adalah sebuah kewajiban bagi setiap insan muslim sejati.Demikian halnya soal bahasa daerah (baca: Aceh) penting sekali bisa secara fasih.
Hanya satu-dua saja mampu ucap kata, walau nada-intonasi dan aksen yang meukeulido .

Padahal peserta dimaksud lahir dari rahim orangtuanya bersuku Aceh dan bermukim di bekas bumo (Aceh: bumi) kedikjayaan Sultan Iskandar Muda yang notabenenya berfalsafah; adat bak Po Teumeureuhom, hukom bak Syiah Kuala, qanun bak Putro Phang, Reusam bak Laksamana (dimana adat itu berada pada domain pemimpin atau raja, sedangkan hukum berspektif Islam merupakan ranahnya ulama, sementara qanun yang merupakan aturan rumahtangga dikendalikan oleh seorang isteri Sang Raja, berikutnya aturan-aturan  yang menyangkut kemiliteran/perang itu dikendalikan oleh seorang panglima).

Sungguh sistem pemerintahan itu menjadi ciri tersendiri dengan karakteristik masyarakat Aceh berkelit dan berkelindan, sinergisitas itu tercermin pula pada masyarakat Aceh itu sendiri, sehingga keduanya antara raja bersama kabinetnya dan rakyat hingga di tingkat grassroad sekalipun berjatidiri serupa. Konon kalangan menengah ke atas, jelas bertanggung jawab penuh dalam menjaga dan memelihara kaidah-khasanah adat budaya.

Ditengah derasnya arus globaisasi dan westernisasi yang mewabah hari ini menjadi tugas kita semua untuk menghempangnya, apalagi duta wisata itu sendiri yang kemudian diharapkan menjadi corong dan pioner sebagai pihak “pemasar” pariwisata dengan segala obyek yang ada, dan harus menjaga serta merawat karakteristik ke-Aceh-an itu.

Kendati hanya tiga nama yang mendapat predikat juara I, II, dan III. Namun ke 16 finalis yang lolos ke panggung grand final itu sesungguhnya telah meraih predikat serupa dan telah berada di posisi puncak.

Semestinya semua finalis ini dapat memenuhi semua kriteria pula. Kondisi ini pula menjadikan pandangan saya sebagai sebuah keadaan yang berada di titik nadir. Ke 16 nama finalis yang diaudisi dewan juri ini setelah sebelumnya melewati serangkaian seleksi panitia Disporabudpar Kota Langsa.    

Sebenarnya Sabtu sebelum Minggu malam puncak dewan juri pun sudah mengantongi nama-nama sang jawara. Karena Sabtu seharian para juri telah mendapatkan segala kemampuan dan kekurangan masing-masing finalis ini.

Sedang Minggu malam gegap gempita itu tak lebih hanya sebuah sajian entertaint semata, dengan suguhan 16 pertanyaan panitia lewat MC (master of cerimony) yang kemudian mengajukan 16 pertanyaan lainnya dari dewan juri untuk masing-masing finalis.

16 pertanyaan dewan juri diajukan secara bergiliran untuk masing-masing peserta sebagaimana lengkapnya berikut ini: 1. Apa yang bisa Anda jelaskan tentang pelaksanaan Syariat Islam dan obyek wisatadi Kota Langsa ? 2.

Di satu sisi Syariat Islam wajib dijalankan, sementara pariwisata penting untuk dikembangkan di Kota Langsa, bagaimana pendapat Anda ? 3. Seberapa penting dunia pariwisata bagi sebuah daerah bernama Langsa ? 4.

Coba Anda jelaskan visi Pemko Langsa yang tertuang dalam RPJM Kota Langsa ? 5. Ketika Allah berkehendak Anda menjadi duta wisata, apa yang bisa Anda klarifikasi tentang Syariat Islam yang diterapkan Pemerintahan Kota Langsa ? 6.

Sebagaimana banyak pemahaman bahwa kegiatan pemilihan duta wisata yang dilakukan setiap tahunnya merupakan perpanjangan tangan pemerintah dalam rangka memperkenalkan potensi dengan tujuan dapat meningkatkan destinasi wisata baik lokal maupun Asing, apa pendapat Anda ? 7. 

Adakah yang salah metode dan proses mulai saat audisi hingga malam ini ketika Anda sudah berada di panggung gemerlp ini ? 8. Apa strategi Anda sebagai duta wisata dalam mempromosikan sejumlah obyek pariwisata di Kota Langsa ? 9.

Selain Anda dan pemerintah, siapa lagi yang paling diperlukan dalam memajukan obyek pariwisata di Kota Langsa ?
10. Kapan pertama sekali ajang pemilihan duta wisata diadakan di Indonesia dan seberapa penting harus dipertahankan hingga masih digelar pada malam ini ? 11.

Ajang kontes kecantikan lebih mengutamakan beauty (kecantikan/tampan) kemudian behavior (perilaku) baru selanjutnya brain (intelektual), sedangkan pemilihan duta wisata lebih diutamakan behevior, brain dn terakhir beauty. Pertanyaannya adalah apakah Anda sudah memiliki kriteria dimaksud ? 12. Seberapa pentingkah identitas ke-Aceh-an bagi seorang duta wisata ? 13.

Adat bak po teumeureuhom, hukom bak Syiahkuala, qanun bak Putro Phang, reusam bak laksamana. Coba Anda jelaskan makna dari falsafah Aceh fimaksud ? 14. Coba Anda jelaskan bagaimana caranya agar tidak terjadinya asimilasi  budaya Asing di daerah kita ? 15. Apa konsep Anda agar Kota Langsa menjadi daerah yang loveable (dicintai) secara syar’i sebagai destinasi wisata? 16.

Di akhir tarian ranup lampun, penarinya menyajikan sirih kepada tetamu. Lantas, para tetamu pun mengambil sirih dan memberikan sejumah uang kepada penari. Apa pendapat Anda terkait penyajian sirih dan pemberian uang tersebut ? 
   

Pewarta: Oleh Agusni AH

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2015