Sebuah kampung (desa) yang berdampingan dengan dua perusahaan besar tapi kehidupan warganya jauh dari kata sejahtera. Bahkan kampung yang dihuni hampir 1.000 jiwa ini memiliki kasus stunting atau kekerdilan yang tinggi.

Selain terpapar polusi asap pabrik, warganya juga tidak punya jamban. Buang air besar (BAB) sembarangan seolah sudah menjadi tradisi. Permukiman kumuh ini adalah Kampung Kebun Rantau, Kecamatan Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, berjarak sekitar 15 kilometer dari Kuala Simpang, ibu kota kabupaten.

Secara geografis kampung ini berada dalam HGU perusahaan perkebunan sawit, dan merupakan jalur pemboran minyak PT Pertamina EP Rantau Field. Meski tinggal dil ingkungan perusahaan BUMN dan swasta, tapi mayoritas warganya kerja serabutan (tidak tetap) bukan karyawan perusahaan.

Persoalan di kampung perkebunan ini lalu mengemuka setelah dijadikan salah satu objek penelitian oleh para mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2019.

“Dua tahun lalu ada mahasiswa UGM praktik kerja lapangan (PKL) di desa ini. Kata mereka mau membuat penelitian. Saya ditanya-tanya masalah lingkungan, karena posisi desa kami terdampak langsung polusi udara dari pabrik kelapa sawit (PKS),” kata Surianti,  bidan desa, Kebun Rantau di Aceh Tamiang, Selasa (9/11/2021).

Saat ditemui bidan desa ini bersama perangkat desa baru saja usai mengikuti musyawarah rencana pembangunan desa (musrenbangdes) untuk program dana desa (DD) 2022.

Surianti kembali mengulas cerita tentang anak mahasiswa UGM ketika itu ingin mengangkat masalah lingkungan di antaranya, polusi udara dan air bersih. Setiap tahun kasus diare tinggi dan banyak balita yang kurus.

“Kenapa sih di lahan bor Pertamina kok masyarakatnya mayoritas susah dan banyak sakit-sakitan, itu tadi menjadi pertanyaan mahasiswa UGM. Saya jawab ya, kami tinggal di tempat polusi (dekat pabrik),” ujarnya.

Rupanya, lanjut Surianti, hasil PKL dari Kampung Kebun Rantau diangkat di Kampus UGM sebagai tema riset mahasiswa. Kemudian pada 2020 Kampung Kebun Rantau resmi digandeng menjadi binaan Pertamina EP Rantau.

Bidan desa (bides) yang juga kader posyandu ini menuturkan masalah air bersih menjadi perhatian serius pihaknya. Meski air bersih tersedia di dekat pabrik tapi tidak terlindungi.

“Air bersih ada semacam sumur cuma tidak ditutup sehingga rawan bercampur dengan hewan monyet, babi dan hewan lain yang melintas. Sudah kami cek banyak bakteri escherichia coli bercampur dengan air minum,” ungkapnya.

Bides Surianti mengemukakan saat ini di Kampung Kebun Rantau sedang gencar melakukan upaya pencegahan stunting. Melalui program pendampingan bidang kesehatan Rumah Gizi Gampong, Posyandu Kenari fokus menyehatkan anak-anak yang mengalami kekerdilan tersebut.

“Pertamina masuk untuk perbaikan lingkungan melalui perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Banyak sekali yang sudah dibantu Pertamina karena kalau ditangani desa saja tidak cukup dananya. Memang untuk pemberian makanan ada anggaran dana desa, cuma kalau untuk membenahi lingkungan tidak bisa,” sebut bidan honorer ini.

Lokus stunting
Berdasarkan data yang ia peroleh untuk tingkat kabupaten/kota, Aceh Tamiang tertinggi kelima kasus stunting di Provinsi Aceh tahun 2021. Sementara di Kecamatan Rantau pada awal tahun ada 66 kasus stunting dan sudah turun menjadi 63 kasus di akhir tahun.

“Dan, Kampung Kebun Rantau kami menjadi lokasi fokus (lokus) stunting tahun ini. Heboh kalau itu, ditetapkan dari bulan Oktober 2021 sebagai lokus, karena jumlah penduduk kami tidak sampai 900 jiwa tapi stunting kami banyak ada tujuh kasus,” jelasnya.

Namun demikian pihaknya tetap berusaha bagaimana menekan angka stunting turun di kampung dengan menjalankan program rumoh gizi gampong (RGG) membantu makanan bergizi seminggu tiga kali. Selain itu pola hidup bersih sehat (PHBS) dan masyarakat harus punya jamban atau WC sehat.

Dari catatan bidan desa ini di 2020 ada sembilan kasus, 2021 tujuh dan di penutup tahun ini pihak desa berhasil menurunkan tiga kasus stunting dari tujuh jadi empat.

“Kalau gagal pertumbuhan dari bayi atau usia balita kita pantau terus. Cuma kalau diperbaiki sudah di usia dua tahun ke atas agak susah. Tapi kebanyakan kita temukan kasus stunting sudah umur dua tahun. Masalahnya orang tua di rumah tidak mengerti kalau anaknya kurang gizi,” bebernya.

Namun begitu stunting pada anak bisa disembuhkan dengan perbaikan gizi. Diakuinya untuk program RGG dibantu dengan anggaran dana desa yang cukup.

Pencairan dana RGG Kampung Kebun Rantau tahun ini sebesar Rp30 juta lebih dibagi dalam 12 bulan agar setiap bulannya anak-anak dapat perbaikan gizi makanan di posyandu.

“Kader posyandu mendampingi anak makan sampai habis. Kalau dia (anak) habis berarti emaknya di rumah jarang masak, kalau tidak habis makan berarti nafsu makan anak yang kurang. Oh, kalau sudah makan tapi pertumbuhan tidak naik, tengok lagi lingkunganya. Rupanya jorok di rumah tidak punya WC,” ungkapnya.
 
Bidan Desa Kebun Rantau memperlihatkan salah satu produk olahan makanan daun kelor program RGG binaan Pertamina EP Rantau untuk tambahan gizi anak stunting di Aceh Tamiang, belum lama ini. ANTARA/Dede Harison


Kebiasaan buruk WC terbang
Lebih lanjut dikatakan selama ini belum semua warga memiliki jamban di rumah. Mereka buang air di sembarang tempat, di tanah, alur/parit dan di kantung plastik asoy lalu dibuang atau WC terbang (wester). Berangkat dari situ kader Posyandu Kenari yang diketuai Lilis Dwi Susanti mengajukan ke Pertamina untuk pembuatan jamban tahun ini.

“Awalnya  ya, sempat ditolak Pertamina. Wester’ itu kan tidak menyambung orang Pertamina. Setelah dijelaskan pendamping lapangan wester itu BAB dalam plastik, diikat dan dicampak alias WC terbang. Akhirnya disetujui buat WC sudah selesai 15 unit untuk pribadi dan rehab WC umum juga ada,” imbuhnya.

Setelah jambanisasi teratasi ternyata masih ada pekerjaan rumah PHBS lain. Kebiasaan warga di sini, sebut Surianti, sejak dari orang tua zaman dulu minum air mentah. Air dari mata air sumur langsung dituangkan ke teko tanpa proses perebusan.

“Kayak air gunung lah orang itu bilang. Tapi banyak e.coli-nya, kuman e.coli kan tidak baik itu bagi kesehatan. Makanya kami setiap tahun diare paling tinggi ‘juara satu’,” tuturnya.

Masih kata Surianti, program Posyandu Kenari lain yang mendapat pendampingan Pertamina EP Rantau yaitu produk makanan keripik daun kelor. Di samping itu olahan makanan daun kelor dipercaya berkhasiat untuk pemenuhan gizi anak menekan kasus stunting.

Bahan baku pohon kelor juga melimpah di Aceh Tamiang. Saat ini pemasaran kripik daun kelor sudah merambah kafe dan warung-warung di daerah itu serta di galeri ‘Ajang Ambe’ Pertamina Rantau.

Tahun lalu, Posyandu Kenari menerima bantuan sarana dan prasarana yang belum lengkap termasuk peralatan dapur. Kemudian pelatihan terhadap kader yang berjumlah 10 orang ibu-ibu.

“Pertamina mau bantu kantor posyandu dan dapur produksi tapi desa tidak punya tanah. Mesti ada izin dari perusahaan karena milik HGU,” pungkas Surianti didampingi kader Posyandu Kenari, Dahlia dan Juniarni.

Datok Penghulu (Kepala Desa) Kampung Kebun Rantau Jauhari mengatakan selama ini pihaknya terkendala anggaran untuk pembangunan MCK dan jamban warga. 

Pada tahun ini pihak desa coba mengajukan proposal melalui program corporate social responsibility (CSR) Pertamina dan disetujui. Kemudian kader Posyandu mengecek dari rumah ke rumah warga yang belum berjamban.

“Saya sampaikan jangan ada warga yang ketinggalan belum punya wc. Hasil pendataan dari kader posyandu pembuatan jamban sudah tuntas dibantu Pertamina, sesuai hasil survei sebanyak 15 warga belum memiliki jamban pribadi,” ujar Jauhari.

Dikatakan Datok Penghulu, Kampung Kebun Rantau memiliki empat dusun dengan jarak berjauhan. Dua dusun dihuni oleh karyawan perkebunan, sedangkan dua dusun lagi ditempati masyarakat yang bekerja serabutan. Padahal wilayah desa mereka merupakan ring satu lokasi pengeboran migas.

Adapun jumlah penduduknya lebih kurang 240 kepala keluarga (KK) atau 900 jiwa lebih. Kampung tersebut mendapat pendampingan dari PT PEP Rantau Field selama lima tahun ke depan sejak 2020.

“Tinggal tiga tahun lagi. Harapan kami kepada Pertamina kalau bisa ada perhatian khusus untuk warga Kebun Rantau bila ada penerimaan tenaga kerja bisa diterima secara permanen. Itu harapan besar warga Kebun Rantau,” kata Datok.

Field Manager (FM) PT Pertamina EP Rantau Field Dirasani Thaib melalui Legal Counsel Zona 1 Fandi Prabudi menjelaskan tahun ini Pertamina Rantau memiliki enam program CSR, salah satunya Posyandu Kenari, Kampung Kebun Rantau. Target Pertamina tahun ini menyasar jambanisasi rumah tangga yang meliputi indikator PHBS sebagai upaya pencegahan stunting.

Selain di Kebun Rantau, perusahaan BUMN ini juga membangun jamban bagi warga kurang mampu di kampung lain seputar operasional Pertamina wilayah hulu maupun hilir Aceh Tamiang bekerja sama dengan TNI-AD yang memiliki program serupa.

Sedikitnya ada 21 unit jamban permanen dibangun pada 2020 diluar program CSR. Sementara tahun ini ada 15 unit jamban khusus di Kampung Kebun Rantau. 

Anggaran pembuatan jamban closet jongkok per unit Rp 2 juta. Diakui tahun ini lebih sedikit dibandingkan tahun lalu, karena seluruh mata anggaran di Pertamina di pangkas untuk penanganan COVID-19.

“Maka dengan melibatkan TNI dalam hal ini Babinsa di Koramil-Koramil jadi sinergi, kami dapat memastikan warga pakai jamban. Karena masalahnya ada warga sudah dibuatkan jamban tidak dimanfaatkan, tetap buang airnya di bawah pohon sawit,” kata Fandi Prabudi.

Jadi, lanjut Fandi Prabudi, agar program jambanisasi tidak sia-sia dan tingkat keberhasilannya tinggi anggota TNI dari Babinsa ikut serta dalam proses membangun sampai meresmikan jambanisasi di desa binaan masing-masing, sehingga warga patuh.

“Di TNI-AD juga sama ada program jambanisasi setiap tahun. Jadi sinerginya di situ, digabung saja karena targetnya sama,” ujarnya.

Awalnya pihak Pertamina kaget ternyata masih banyak warga di Aceh Tamiang tidak punya WC. Hal itu baru diketahui saat pengajuan bantuan jamban dari data deskripsi pemda setempat. Sangking banyaknya usulan jamban Pertamina pun sampai tidak sanggup mengakomodir semua.

“Kami kaget juga kok banyak sekali ada ribuan. Tidak mampu keuangan perusahaan kalau ditampung semua, tetapi usulan desa-desa belum punya jamban kita setujui secara bertahap. Kita amankan yang di seputaran operasional Pertamina dulu,” terang Fandi Prabudi selaku Legal Counsel Zona 1 meliputi PEP Field Pangkalan Susu, PEP Field Rantau dan PEP Field Lhokseumawe.

Community Development Officer (CDO) CSR PT Pertamina EP Rantau Field Fahmi Abdullah Al Faruk menambahkan kedepan Pertamina bersama desa binaan masih tetap membenahi stunting karena masalah anak kekurangan gizi masih tinggi di Kebun Rantau. Upaya yang akan dilakukan membuat olahan-olahan makanan bukan hanya bergizi tapi bisa dijual untuk kemandirian masyarakat.

“Produk awal yang sudah berjalan kripik daun kelor. Rencana kan, mau bikin es krim kelor yang disukai anak-anak,” kata Fahmi.

Terus rencananya, lanjut Fahmi Al Faruk pembangunan infrastruktur berupa gedung Posyandu Kenari tapi belum bisa dipastikan tahun berapa.

“Selama ini posyandu belum ada gedung, rencana pinginnya dibangunkan gedung sekaligus rumah produksi olahan daun kelor untuk kegiatan pusat daripada numpang di kantor desa,” imbuh pendamping lapangan Pertamina ini.
Warga diberdayakan membuat jamban sehat melalui program CSR Pertamina dalam rangka mewujudkan PHBS untuk pencegahan stunting di Aceh Tamiang, belum lama ini. ANTARA/Dede Harison

2024 harus nol stunting
Dalam suatu kunjungan Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Wamendes PDTT) Budi Arie Setiadi meminta kepada pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang melalui Dinas Kesehatan setempat dapat terus menurunkan angka stunting (badan anak pendek) dengan melakukan segala upaya pencegahan.

“Selain kemiskinan, yang juga penting ini juga menjadi pekerjaan rumah kita sebagai negara ini angka stunting. Angka stunting Indonesia masih sangat tinggi mencapai 27 persen. Bapak Presiden ingin di tahun 2024 bisa berkurang setengahnya jadi 12 persen,” kata Budi Arie Setiadi saat meninjau percepatan pelaksanaan vaksinasi COVID-19 di Aceh Tamiang pada 18 Oktober 2021.

Dalam kesempatan itu Wamendes PDTT juga mempertanyakan kasus stunting di Aceh Tamiang. Dari laporan Kepala Dinas Kesehatan Aceh Tamiang Ibnu Azis, angka stunting di daerah ini sebesar 6,7 persen. Wamendes menyebut angka tersebut sudah di bawah rata-rata nasional.

“Tapi  itu harus nol di tahun 2024, bisa kan,” kata Wamendes.

Menurut Budi Arie Setiadi angka stunting paling tinggi berada di daerah NTT nyaris 47 persen atau dari dua kelahiran satu stunting.

Budi Arie berujar, pengaruh stunting ini bukan sekadar kesalahan sang ayah atau ibu Tapi juga proses pengajaran pemberitahuan dan pendidikan tentang stunting dari mulai usia melahirkan sampai mengurus gizinya.

“Nah, saya bersama Menkes Budi Gunandi Sadikin sudah berdiskusi yang paling efektif untuk menekan kasus stunting adalah telur. Karena telur ayam itu untuk bayi satu hari sampai bayi 24 bulan itu sangat efektif memberikan protein hewani untuk bayi,” ujarnya.

Lebih lanjut dijelaskan Budi Arie, protein hewani dari telur mampu membuat bayi tumbuh sehat. Setelah dikaji semuanya teryata telur ayam paling mudah untuk bayi, bisa dimasak setengah matang dan rebus bayi bisa makan.

“Di kelompok daerah saya sudah kerja sama dengan Dirjen Peternakan Departemen Pertanian tolong diajari masyarakat beternak ayam. Karena kalau ternak ayam bertelur bisa dua manfaatnya. Kesatu masyarakat memperoleh pendapatan dan yang kedua stunting turun. Jadi sekali dayung dua tiga pulau terlampaui,” pungkas Wamendes PDTT RI kala itu.

Terdapat 1.378 kasus
Berdasarkan data hasil rekapan status gizi tahun 2020-2021 Kabupaten  Aceh Tamiang menyebutkan, jumlah stunting tahun ini mencapai 1.378 atau 6,23 persen terdiri dari kasus anak pendek 986 dan sangat pendek 392 anak. Angka ini turun dibandingkan tahun 2020 jumlah stunting sebanyak 1.668 kasus atau 7,39 persen.

Masih mengacu pada tabel data status gizi Dinkes Aceh Tamiang, meski tidak terlalu signifikan tren stunting dari tahun ke tahun berangsur turun. Adapun sasaran stunting di Aceh Tamiang saat ini mencapai 22.118 anak tersebar di 12 kecamatan yang menaungi 15 Puskesmas.

Kepala Dinas Kesehatan Aceh Tamiang, Ibnu Azis mengatakan dalam upaya menurunkan angka stunting bukan hanya tugas Dinkes saja, namun bersama-sama dengan instansi terkait.

“Terutama dikoordinir dengan Bappeda, jadi masalah stunting terintegrasi dia. Bukan hanya Dinkes, Dinas PMKPP-KB, Bappeda, Dinas Pendidikan, PKK sampai ke tingkat posyandu,” jelas Ibnu Azis.
 

Pewarta: Dede Harison

Editor : M.Haris Setiady Agus


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021