Banda Aceh (ANTARA Aceh) - Serapan dana pembangunan desa dana dari APBN di Kota Banda Aceh dinilai sangat minim, hingga awal bulan November ini hanya baru 40 persen terserap. Sedangkan sisanya 60 persen lagi terancam tidak bisa dicairkan, mengingat laporan penggunaan anggaran 40 persen belum dipertanggungjawabkan sampai sekarang.
Kekhawatiran tersebut disampaikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh, Royes Ruslam, SH kepada Antara Aceh, kemarin. ''Bila laporan pertanggungjawabnya tidak siap dalam waktu dekat ini. Mana mungkin sisa dana 60 persen lagi bisa dicairkan dalam bulan ini juga,'' kata anggota Komis A ini pesimis.
Menurut Royes, persoalan ini muncul karena pedampingan desa yang disiapkan pihak Pemda Aceh hingga kini belum selesai, sehingga aparat desa selama ini hanya dibantu secara ''ala adanya'' oleh pedamping desa yang ditugaskan untuk menangani Alokasi Dana Gampong (ADG) dari dana APBK - itupun hanya satu orang untuk menangani sembilan desa.
Karena pedamping sementara bekerja diluar tupoksinya dan tidak ada biaya jerih payah untuk pekerjaan tambahan, akhirnya mereka bekerja setengah hati. Akibatnya, pertanggungjawaban anggaran hingga kini belum diserahkan kepada Pemko Banda Aceh.
Seharusnya, sebut Royes, Pemko Banda Aceh bisa mengantisipasi sejak awal dengan membuat aplikasi khusus mengenai pertanggungjawab pengunaan dana desa dari APBN yang mulai dikucurkan tahun 2015 ini. Komisi A menyarankan agar pemko segera membuat aplikasi khusus untuk pelaporan dana desa tersebut.
''Kalau pedomannya sudah ada, aparat desa kan cuma mengisi saja. Tidak bingung seperti sekarang ini, bagaimana membuat laporan yang benar. Sayangkan, kalau dana sisa 60 persen lagi tak bisa dicairkan dalam tahun ini,'' papar Royes politisi dari Partai Demokrat ini prihatin.
Sebenarnya waktu 43 hari lagi, masih banyak yang bisa dikerjakan di desa. Program pembangunan saluran, lorong dan jalan setapak yang sangat dibutuhkan warga dan program tersebut paling memungkinkan untuk dikerjakan dalam sisa waktu yang ada.
Namun, dari fakta yang ada, Royes pesimis program tersebut bisa dilaksanakan 100 persen, karena hingga memasuki pertengahan bulan November ini pedamping desa yang disiapkan oleh Pemda Aceh belum ada, kapan lagi desa menyusun laporan anggaran.
DPRK Banda Aceh sempat mempertanyakan, kenapa proses pedampingan yang seharusnya sudah ada sejak pertengahan tahun 2015 hingga kini belum selesai diseleksinya oleh tim khusus Pemda Aceh.
''Kami dari Komisi A DPRK heran juga, kenapa hingga kini seleksi pedampingi desa tidak klar-klar. Saya dengar malah pedampingnya yang diambil bukan dari hasil tes. Tapi di SK-kan nama-nama yang sudah disiapkan,''tutur Royes panjang lebar.(ADV)
Kekhawatiran tersebut disampaikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh, Royes Ruslam, SH kepada Antara Aceh, kemarin. ''Bila laporan pertanggungjawabnya tidak siap dalam waktu dekat ini. Mana mungkin sisa dana 60 persen lagi bisa dicairkan dalam bulan ini juga,'' kata anggota Komis A ini pesimis.
Menurut Royes, persoalan ini muncul karena pedampingan desa yang disiapkan pihak Pemda Aceh hingga kini belum selesai, sehingga aparat desa selama ini hanya dibantu secara ''ala adanya'' oleh pedamping desa yang ditugaskan untuk menangani Alokasi Dana Gampong (ADG) dari dana APBK - itupun hanya satu orang untuk menangani sembilan desa.
Karena pedamping sementara bekerja diluar tupoksinya dan tidak ada biaya jerih payah untuk pekerjaan tambahan, akhirnya mereka bekerja setengah hati. Akibatnya, pertanggungjawaban anggaran hingga kini belum diserahkan kepada Pemko Banda Aceh.
Seharusnya, sebut Royes, Pemko Banda Aceh bisa mengantisipasi sejak awal dengan membuat aplikasi khusus mengenai pertanggungjawab pengunaan dana desa dari APBN yang mulai dikucurkan tahun 2015 ini. Komisi A menyarankan agar pemko segera membuat aplikasi khusus untuk pelaporan dana desa tersebut.
''Kalau pedomannya sudah ada, aparat desa kan cuma mengisi saja. Tidak bingung seperti sekarang ini, bagaimana membuat laporan yang benar. Sayangkan, kalau dana sisa 60 persen lagi tak bisa dicairkan dalam tahun ini,'' papar Royes politisi dari Partai Demokrat ini prihatin.
Sebenarnya waktu 43 hari lagi, masih banyak yang bisa dikerjakan di desa. Program pembangunan saluran, lorong dan jalan setapak yang sangat dibutuhkan warga dan program tersebut paling memungkinkan untuk dikerjakan dalam sisa waktu yang ada.
Namun, dari fakta yang ada, Royes pesimis program tersebut bisa dilaksanakan 100 persen, karena hingga memasuki pertengahan bulan November ini pedamping desa yang disiapkan oleh Pemda Aceh belum ada, kapan lagi desa menyusun laporan anggaran.
DPRK Banda Aceh sempat mempertanyakan, kenapa proses pedampingan yang seharusnya sudah ada sejak pertengahan tahun 2015 hingga kini belum selesai diseleksinya oleh tim khusus Pemda Aceh.
''Kami dari Komisi A DPRK heran juga, kenapa hingga kini seleksi pedampingi desa tidak klar-klar. Saya dengar malah pedampingnya yang diambil bukan dari hasil tes. Tapi di SK-kan nama-nama yang sudah disiapkan,''tutur Royes panjang lebar.(ADV)
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2015