Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh menyatakan pemerintah akan mengoptimalkan enam kawasan strategis Aceh sebagai upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi di tanah rencong hingga 2026 mendatang.
"Pemerintah Aceh akan mengoptimalkan pengembangan kawasan strategis yang telah diinisiasi pembangunannya untuk memacu pertumbuhan ekonomi, " kata Kepala Bappeda Aceh T Ahmad Dadek, di Banda Aceh, Kamis.
Ada pun enam wilayah strategis tersebut yakni pelabuhan bebas Sabang, kawasan industri Aceh (KIA) Ladong, kawasan ekonomi khusus (KEK) Arun, KEK Halal Barsela, kawasan strategis pariwisata dataran tinggi Gayo Alas (DTGA), dan KEK pariwisata Singkil-Simeulue.
Selain kawasan besar tersebut, kata Dadek, Aceh juga memiliki beberapa kawasan berskala kecil yang tersebar di berbagai kabupaten/kota di Aceh, seperti agropolitan (kota pertanian), minapolitan (ekonomi kelautan), peternakan dan pariwisata.
Menurut Dadek, kawasan berbasis komoditas tersebut perlu dikembangkan untuk memacu pertumbuhan pusat pengembangan ekonomi baru dengan memanfaatkan lahan lahan bekas HPH (hak pengusahaan hutan) dan transmigrasi ditinggalkan.
"Kemudian, Aceh juga masih dapat memanfaatkan potensi perhutanan sosial yang saat ini lebih kurang mencapai 500 ribu hektare," ujarnya.
Dadek menjelaskan, pertumbuhan ekonomi Aceh memang harus digenjot dengan peningkatan dan penumbuhan pusat ekonomi baru berbasis kawasan (kluster) dengan pendekatan terintegrasi hulu hilir.
Mendukung pengoptimalan ekonomi tersebut, maka harus ada dukungan infrastruktur memadai, seperti pelabuhan laut yang dapat dilabuhi kapal-kapal cargo, sehingga kegiatan ekspor bisa dilakukan melalui kepabeanan dalam wilayah Aceh.
"Salah satu infrastruktur penting yang dibangun dan dilengkapi adalah pelabuhan ekspor (salah satunya ekspor CPO) baik di pantai timur utara maupun barat selatan Aceh," katanya.
Selain itu, kata Dadek, pada sektor pertanian, perikanan dan peternakan, Aceh berfokus pada pengembangan komoditi yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan diminati pasar regional hingga internasional.
"Komoditi tersebut seperti kopi, kakao, karet, kelapa sawit, kelapa, atsiri dan rempah (nilam, pala, cengkeh, dan lain-lain)," ujarnya.
Tak hanya itu, lanjut Dadek, Pemerintah Aceh juga bakal menyiapkan skema hilirisasi komoditi yang dikembangkan oleh sektor pertanian, perikanan dan peternakan sebagai nilai tambah. Karena itu, pemerintah harus menjamin perputaran rantai pasok industri komoditi unggulan.
"Ke depan Aceh tidak lagi menjual bahan mentah, akan tetapi harus diolah menjadi barang jadi atau setengah jadi, dan juga harus merubah orientasi pasar produknya dari pasar lokal ke pasar internasional," demikian Dadek.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022
"Pemerintah Aceh akan mengoptimalkan pengembangan kawasan strategis yang telah diinisiasi pembangunannya untuk memacu pertumbuhan ekonomi, " kata Kepala Bappeda Aceh T Ahmad Dadek, di Banda Aceh, Kamis.
Ada pun enam wilayah strategis tersebut yakni pelabuhan bebas Sabang, kawasan industri Aceh (KIA) Ladong, kawasan ekonomi khusus (KEK) Arun, KEK Halal Barsela, kawasan strategis pariwisata dataran tinggi Gayo Alas (DTGA), dan KEK pariwisata Singkil-Simeulue.
Selain kawasan besar tersebut, kata Dadek, Aceh juga memiliki beberapa kawasan berskala kecil yang tersebar di berbagai kabupaten/kota di Aceh, seperti agropolitan (kota pertanian), minapolitan (ekonomi kelautan), peternakan dan pariwisata.
Menurut Dadek, kawasan berbasis komoditas tersebut perlu dikembangkan untuk memacu pertumbuhan pusat pengembangan ekonomi baru dengan memanfaatkan lahan lahan bekas HPH (hak pengusahaan hutan) dan transmigrasi ditinggalkan.
"Kemudian, Aceh juga masih dapat memanfaatkan potensi perhutanan sosial yang saat ini lebih kurang mencapai 500 ribu hektare," ujarnya.
Dadek menjelaskan, pertumbuhan ekonomi Aceh memang harus digenjot dengan peningkatan dan penumbuhan pusat ekonomi baru berbasis kawasan (kluster) dengan pendekatan terintegrasi hulu hilir.
Mendukung pengoptimalan ekonomi tersebut, maka harus ada dukungan infrastruktur memadai, seperti pelabuhan laut yang dapat dilabuhi kapal-kapal cargo, sehingga kegiatan ekspor bisa dilakukan melalui kepabeanan dalam wilayah Aceh.
"Salah satu infrastruktur penting yang dibangun dan dilengkapi adalah pelabuhan ekspor (salah satunya ekspor CPO) baik di pantai timur utara maupun barat selatan Aceh," katanya.
Selain itu, kata Dadek, pada sektor pertanian, perikanan dan peternakan, Aceh berfokus pada pengembangan komoditi yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan diminati pasar regional hingga internasional.
"Komoditi tersebut seperti kopi, kakao, karet, kelapa sawit, kelapa, atsiri dan rempah (nilam, pala, cengkeh, dan lain-lain)," ujarnya.
Tak hanya itu, lanjut Dadek, Pemerintah Aceh juga bakal menyiapkan skema hilirisasi komoditi yang dikembangkan oleh sektor pertanian, perikanan dan peternakan sebagai nilai tambah. Karena itu, pemerintah harus menjamin perputaran rantai pasok industri komoditi unggulan.
"Ke depan Aceh tidak lagi menjual bahan mentah, akan tetapi harus diolah menjadi barang jadi atau setengah jadi, dan juga harus merubah orientasi pasar produknya dari pasar lokal ke pasar internasional," demikian Dadek.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022