Mahasiwa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Aceh Tamiang sangat menyayangkan sikap Pemerintah Daerah Aceh Tamiang yang terkesan jalan sendiri tidak melibatkan Forum Corporate Social Responsibility (F-CSR) setempat dalam mendukung pembangunan daerah yang menyangkut berbagai sektor.
"Kenapa hari ini kita diterpa oleh problematika yang begitu akut dengan masalah CSR ini, sedangkan daerah kita sebagai inisiasi lahirnya forum CSR di Aceh," kata Ketua BEM STAI Aceh Tamiang Muhammad Arif di Karang Baru, Aceh Tamiang, Jumat.
Pernyataan itu disampaikan M Arif dalam acara talkshow dengan tema "Sejauh mana peran CSR terhadap pengembangan SDM dan percepatan pembangunan di Aceh Tamiang", yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STAI Aceh Tamiang dengan menghadirkan narasumber Ketua Forum CSR Aceh Tamiang, Sayed Zainal.
Talkshow ini dibuka oleh Wakil Ketua STAI Aceh Tamiang Khoiruddin dan dihadiri sejumlah unsur lembaga, organisasi masyarakat dan para mahasiswa serta mahasiswa baru (Maba) angkatan 2022.
Dari hasil diskusi talkshow bersama F-CSR tersebut, mahasiswa mendengar dan bisa menyimpulkan di pemerintahan saat ini tidak ada keselarasan antara lembaga legislatif dan eksekutif dalam membahas tentang bagaimana penerapan CSR di Aceh Tamiang.
"Padahal di periode pemerintahan sebelumnya 2015 kabupaten lain belajar dengan kabupaten kita tentang penerapan CSR. Jadi sebelum pemerintahan yang sekarang DPRK Subulussalam pernah studi banding tentang Qanun CSR yang diterapkan di Aceh Tamiang. Kami mohon penjelasan apa sih, problem di pemerintahan saat ini," ucap M Arif.
Lebih lanjut dalam konteks peningkatan UMKM terkait pembangunan 30 kios relokasi PKL menggunakan dana CSR perusahaan perkebunan PT Rapala dinilai gagal.
Berdasarkan laporan Forum CSR Aceh Tamiang pembangunan 30 kios di Jalan A Yani Kota Kuala Simpang setelah dibangun pada 2019 kini terbengkalai banyak tidak ditempati. Belakangan beredar isu terindikasi tapak tanah kios tersebut bermasalah diklaim lahan milik warga.
"Sebanyak 30 kios itu kita anggap saja masuk dalam peningkatan UMKM yang notabene pemerintah memang harus pikirkan kesejahteraan untuk masyarakat. Tapi kita lihat juga ini kegagalan juga menurut saya, arti gagal ke 30 pintu kios itu tidak seluruhnya terpakai. Pemerintah harus jeli melihat saat ini apa yang masyarakat butuhkan," tegasnya.
Aktivis muda ini bekesimpulan masih banyak permasalahan yang ditangani Pemkab Atam tidak transparan. BEM STAI merasa terpanggil untuk ikut mendalami penyaluran dana CSR agar tidak menjadi keuntungan pribadi maupun kelompok.
"Kami BEM STAI Aceh Tamiang akan mendorong Forum CSR untuk menjalankan dan mendapatkan kepastian hukum berdasarkan amanat Qanun Nomor 7 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas (TJSLP) di Aceh Tamiang," kata Arif.
Ketua Forum CSR Aceh Tamiang Sayed Zainal mengatakan sejak forum ini dibentuk 2018 belum pernah sekalipun diajak untuk diskusi mengenai program CSR oleh Pemda meskipun selaku pihak berkompeten. Namun Forum TJSLP mencatat seluruh laporan kegiatan CSR Aceh Tamiang mulai dari 2018-2021.
Diuraikan Sayed Zainal pada 2018-2019 Pemkab Aceh Tamiang menerima laporan CSR dari 28 perusahaan senilai Rp3,6 miliar, dari PT Pertamina EP Rantau Field Rp1,1 miliar dan dari Bank Aceh Syariah tidak terkonfirmasi laporan CSR-nya.
Kemudian laporan CSR 2019 dari 28 perusahaan turun menjadi Rp2,8 miliar dan dari Bank Aceh Syariah Rp 1,5 miliar sesuai RUPS. Dana CSR Bank Aceh ini 60 persen untuk program Bina Lingkungan dan 40 persen untuk program Kemitraan/UMKM. Sementara dari PT Pertamina EP Rantau Rp999 juta.
Pada 2020 diketahui lagi laporan CSR mengalami kenaikan Rp4,055 miliar bersumber dari PT Pertamina Rantau Rp 3,605 miliar dan Bank Aceh Syariah tidak terkonfirmasi.
"Termasuk pada 2021 laporan kegiatan CSR tidak terkonfirmasi besarannya baik dari PT Pertamina Rantau maupun Bank Aceh Syariah," kata Sayed Zainal.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022
"Kenapa hari ini kita diterpa oleh problematika yang begitu akut dengan masalah CSR ini, sedangkan daerah kita sebagai inisiasi lahirnya forum CSR di Aceh," kata Ketua BEM STAI Aceh Tamiang Muhammad Arif di Karang Baru, Aceh Tamiang, Jumat.
Pernyataan itu disampaikan M Arif dalam acara talkshow dengan tema "Sejauh mana peran CSR terhadap pengembangan SDM dan percepatan pembangunan di Aceh Tamiang", yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STAI Aceh Tamiang dengan menghadirkan narasumber Ketua Forum CSR Aceh Tamiang, Sayed Zainal.
Talkshow ini dibuka oleh Wakil Ketua STAI Aceh Tamiang Khoiruddin dan dihadiri sejumlah unsur lembaga, organisasi masyarakat dan para mahasiswa serta mahasiswa baru (Maba) angkatan 2022.
Dari hasil diskusi talkshow bersama F-CSR tersebut, mahasiswa mendengar dan bisa menyimpulkan di pemerintahan saat ini tidak ada keselarasan antara lembaga legislatif dan eksekutif dalam membahas tentang bagaimana penerapan CSR di Aceh Tamiang.
"Padahal di periode pemerintahan sebelumnya 2015 kabupaten lain belajar dengan kabupaten kita tentang penerapan CSR. Jadi sebelum pemerintahan yang sekarang DPRK Subulussalam pernah studi banding tentang Qanun CSR yang diterapkan di Aceh Tamiang. Kami mohon penjelasan apa sih, problem di pemerintahan saat ini," ucap M Arif.
Lebih lanjut dalam konteks peningkatan UMKM terkait pembangunan 30 kios relokasi PKL menggunakan dana CSR perusahaan perkebunan PT Rapala dinilai gagal.
Berdasarkan laporan Forum CSR Aceh Tamiang pembangunan 30 kios di Jalan A Yani Kota Kuala Simpang setelah dibangun pada 2019 kini terbengkalai banyak tidak ditempati. Belakangan beredar isu terindikasi tapak tanah kios tersebut bermasalah diklaim lahan milik warga.
"Sebanyak 30 kios itu kita anggap saja masuk dalam peningkatan UMKM yang notabene pemerintah memang harus pikirkan kesejahteraan untuk masyarakat. Tapi kita lihat juga ini kegagalan juga menurut saya, arti gagal ke 30 pintu kios itu tidak seluruhnya terpakai. Pemerintah harus jeli melihat saat ini apa yang masyarakat butuhkan," tegasnya.
Aktivis muda ini bekesimpulan masih banyak permasalahan yang ditangani Pemkab Atam tidak transparan. BEM STAI merasa terpanggil untuk ikut mendalami penyaluran dana CSR agar tidak menjadi keuntungan pribadi maupun kelompok.
"Kami BEM STAI Aceh Tamiang akan mendorong Forum CSR untuk menjalankan dan mendapatkan kepastian hukum berdasarkan amanat Qanun Nomor 7 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas (TJSLP) di Aceh Tamiang," kata Arif.
Ketua Forum CSR Aceh Tamiang Sayed Zainal mengatakan sejak forum ini dibentuk 2018 belum pernah sekalipun diajak untuk diskusi mengenai program CSR oleh Pemda meskipun selaku pihak berkompeten. Namun Forum TJSLP mencatat seluruh laporan kegiatan CSR Aceh Tamiang mulai dari 2018-2021.
Diuraikan Sayed Zainal pada 2018-2019 Pemkab Aceh Tamiang menerima laporan CSR dari 28 perusahaan senilai Rp3,6 miliar, dari PT Pertamina EP Rantau Field Rp1,1 miliar dan dari Bank Aceh Syariah tidak terkonfirmasi laporan CSR-nya.
Kemudian laporan CSR 2019 dari 28 perusahaan turun menjadi Rp2,8 miliar dan dari Bank Aceh Syariah Rp 1,5 miliar sesuai RUPS. Dana CSR Bank Aceh ini 60 persen untuk program Bina Lingkungan dan 40 persen untuk program Kemitraan/UMKM. Sementara dari PT Pertamina EP Rantau Rp999 juta.
Pada 2020 diketahui lagi laporan CSR mengalami kenaikan Rp4,055 miliar bersumber dari PT Pertamina Rantau Rp 3,605 miliar dan Bank Aceh Syariah tidak terkonfirmasi.
"Termasuk pada 2021 laporan kegiatan CSR tidak terkonfirmasi besarannya baik dari PT Pertamina Rantau maupun Bank Aceh Syariah," kata Sayed Zainal.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022