Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh meminta DPR Aceh untuk segera menyusun atau membuat qanun (peraturan daerah) tentang penanganan pengungsi luar negeri di tanah rencong.

"Pengalaman dulu, Aceh sampai sekarang masih gamang dalam menangani kedatangan pengungsi, ini lantaran tidak ada regulasi yang spesifik dan komprehensif," kata Koordinator KontraS Aceh Azharul Husna, di Banda Aceh, Jumat.

Sebagai bentuk dukungan terhadap pembuatan qanun tersebut, KontraS Aceh secara resmi telah menyerahkan draft rancangan qanun tentang Penanganan Pengungsi Luar Negeri di Aceh kepada Badan Legislasi (Banleg) DPR Aceh. 

Pembuatan qanun tersebut dinilai penting sebagai bentuk dari turunan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri.

Husna mengatakan, Aceh kerap kali didatangi pengungsi asal etnis Rohingya, dan sejak 2006 setidaknya tercatat 21 kali kapal para pengungsi mendarat di sepanjang pantai Aceh.

Tanpa aturan spesifik, kata Husna, otoritas lokal di Aceh kerap kali kebingungan dalam menetapkan siapa yang menjadi leading sektor untuk menindaklanjutinya. 

Sementara arahan untuk pembentukan Satuan Tugas (Satgas) penanganan pengungsi juga tak terealisasi merata, hanya di beberapa wilayah seperti Aceh Timur dan Lhokseumawe.

“Sulit untuk membendung gelombang kedatangan pengungsi Rohingya, terutama ketika situasi konflik di kawasan Rakhine, Myanmar terus bergolak sampai sekarang,” ujarnya. 

Sementara itu, penulis draf qanun tersebut Hendra Saputra menyarankan, Aceh perlu mengatur soal kejelasan alur koordinasi penemuan pengungsi, pendaratan hingga penampungan di tempat sementara untuk penanganan lebih lanjut.

"Secara khusus, misalnya, Aceh punya otoritas adat yakni Panglima Laot sebagai garda depan penyelamatan pengungsi saat masih berada di lautan," kata Hendra. 

Menurut Hendra, aturan komprehensif sejak hulunya penting sebagai langkah preventif terhadap potensi-potensi pelanggaran hukum jika pengungsi kembali tiba dalam beberapa waktu ke depan.

"Apalagi, siklus kedatangan pengungsi ke Aceh kerap berlangsung dua tahun sekali," ujarnya. 

Dalam kesempatan ini, salah seorang penulis lainnya, Syahrul menambahkan bahwa penyerahan draft qanun penanganan pengungsi luar negeri ini merupakan bentuk partisipasi KontraS Aceh sebagai salah satu elemen masyarakat sipil di Aceh. 

“Regulasi di tingkat nasional memang memberi ruang, tapi tidak detail. Sehingga Aceh selalu kalang kabut menanganinya. Ini juga memicu kekhawatiran ada penyimpangan hukum jika tak ada aturan yang lengkap,” kata Syahrul.

Menanggapi pemberian draf qanun itu, Anggota Banleg DPRA Nurlelawati menyatakan sepakat bahwa Aceh butuh regulasi untuk menangani pengungsi luar negeri. Namun, rancangan aturan ini perlu disempurnakan lagi untuk memastikan kewenangan otoritas lokal, serta sejalan dengan Perpres 125/2016, artinya tidak saling berbenturan.

“Jangan sampai niat baik kita untuk menolong pengungsi, justru nanti bakal menyulitkan kita sendiri. Maka saya sepakat sekali Aceh punya qanun untuk tangani pengungsi, dan tentu perlu terus dibicarakan untuk disempurnakan,” demikian Nurlelawati.

 

Pewarta: Rahmat Fajri

Editor : Azhari


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022