Juba (ANTARA Aceh) - Sudan Selatan menunggu penggelaran pasukan regional yang disepakati selama pertemuan puncak baru-baru ini di Ethiopia untuk melindungi orang yang menjadi pengungsi di dalam negeri mereka (IDP) setelah bentrokan pada Juli.
Bentrokan mematikan terjadi pada 8-11 Juli antara pasukan yang bertikai sehingga menewaskan 272 orang, sementara IDP merindukan perdamaian. Tak kurang dari 60.000 orang menyelamatkan diri ke negara tetangga Sudan Selatan.
Riek Machar, yang memimpin Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan/Tentara oposisi (SPLM/A-IO), diperkirakan kembali untuk kedua kali ke Ibu Kota Sudan Selatan, Juba, segera setelah pasukan ketiga tiba di sana.
Pemimpin SPLM/A-IO tersebut pertama kali kembali pada 26 April ke Juba untuk memangku jabatannya dan selanjutnya diambil sumpahnya, sebelum menyelamatkan diri ke lokasi yang tidak diketahui setelah pertempuran baru berkecamuk pada Juli.
Namun, sejak itu ia telah diganti oleh mantan pemimpin perunding Taban Deng oleh satu faksi SPLM/A-IO yang memisahkan diri dan setia kepada Deng.
Sebanyak 28.000 IDP, kebanyakan dari suku Riek Machar, Nuer, terperangkap di lokasi terbesar perlindungan warga sipil (PoC) di pinggiran Juba di Jebel, mengatakan mereka berharap pasukan regional bertindak sebagai pasukan pencegah dan bukan semata-mata sebagai pasukan perlindungan untuk memisahkan kedua militer yang bertikai.
"Itu adalah pendapat yang bagus. Tapi itu memperlihatkan Sudan Selatan tak bisa menawarkan keamanan buat kami. Kami sebenarnya khawatir sebab kami tidak mengetahui apakah mereka (pasukan regional) adalah pasukan pencegah," kata Gom Kubong, salah seorang IDP di PoC dalam wawancara dengan Xinhua pada Selasa (9/8).
Ia menambahkan mulanya pemerintah telah memperlihatkan rasa tidak senang untuk menerima penggelaran pasukan regional di Ibu Kota, demikian laporan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis pagi. Pemerintah, katanya, juga khawatir setiap perubahan dalam mandat pasukan tersebut bisa menciptakan masalah lain dan bukan penyelesaian.
"Jika mereka datang untuk melindunginya berarti ada masalah lain, kecuali mereka datang sebagai pasukan pencegah, dan menciptakan zona penyangga," kata Kubong.
"Setelah pertempuran Juli, kami tidak keluar gara-gara kondisi tidak aman. Tapi kami memiliki tuntutan yang belum dipenuhi seperti harga yang hancur," katanya.
Seorang IDP lain, Gatwech Kong, mengatakan kepada Xinhua bahwa meski pun kedatangan pasukan tersebut ditunggu, situasi politik tetap tegang.
Ia menjelaskan segera setelah pertempuran belum lama ini antara kedua pasukan yang bertikai, mereka tak lagi memiliki akses ke pasar di Daerah Jebel akibat kekhawatiran mengenai serangan balasan dari sebagian anggota masyarakat Suku Presiden Salva Kiir, Dinka.
Dan Thomas Turu, yang juga tinggal di PoC Juba, mengatakan mandat pasukan regional itu mesti mengizinkan campur-tangan dan bukan semata-mata memberi perlindungan guna memantau dan mencegah pelanggaran terhadap kesepakatan perdamaian.
"Ada kebutuhan untuk mengurangi pelanggaran politik agar Sudan Selatan stabil. Jika Juba bebas, maka perdamaian dapat hadir," ia menjelaskan. Ia menambahkan pertempuran yang kadangkala terjadi antara pasukan yang bertikai terus merusak harapan mengenai kemungkinan mereka pulang secara damai untuk membangun hidup mereka.
(Uu.C003)
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2016