Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI mengingatkan para pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) serta DPRK se Aceh untuk tidak mencari keuntungan dari pengelolaan dana pokok pikiran (pokir) yang diberikan kepada setiap wakil rakyat.
"Saya ingatkan bahwa sepanjang tidak ada yang tahu, tidak ada yang melaporkan itu aman, tetapi pada saat ada (yang melaporkan), itu bisa saja sewaktu-waktu," kata Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK RI Irjen Pol Didik Agung Widjanarko, di Banda Aceh, Kamis.
Pernyataan itu disampaikan Didik Agung Widjanarko saat memberikan arahan dalam rapat koordinasi (rakor) dan audiensi KPK bersama pimpinan DPRA dan DPRK se Aceh, di gedung utama DPRA, di Banda Aceh.
Didik menyampaikan, usulan pokir tersebut merupakan hasil reses untuk menampung aspirasi masyarakat yang kemudian diusulkan masuk dalam RAPBD, dengan kesesuaian pada Musrenbang dan rencana pembangunan daerah.
Kata Didik, pada prinsipnya dana pokir juga merupakan kebutuhan rakyat yang kemudian harus dipastikan masuk sejak pelaksanaan Musrenbangdes, sesuai kemampuan keuangan daerah.
"Pokir bukan didasarkan pada nilai, melainkan program, karena setelah disetujui dan masuk APBD maka menjadi kewenangan eksekutif. DPRD mengawasi pelaksanaan atau realisasinya, dan tanggung jawab hukum ada di eksekutif," ujarnya.
Dirinya mengingatkan, modus tindak pidana korupsi dari dana pokir tersebut adalah adanya intimidasi terhadap SKPD (dinas) untuk mengarahkan pelaksana pekerjaannya.
Kemudian, juga meminta kickback, atas penyerahan hibah atau bantuan sosial, meminta fee yang mengatasnamakan jasa memperjuangkan proyek, hingga menunjuk rekanan pelaksana pekerjaan eks pokir.
"Idealnya pokir adalah untuk kebutuhan rakyat. Jangan meminta keuntungan, fee, ini bahkan meminta duluan fee di depan," kata Didik.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022
"Saya ingatkan bahwa sepanjang tidak ada yang tahu, tidak ada yang melaporkan itu aman, tetapi pada saat ada (yang melaporkan), itu bisa saja sewaktu-waktu," kata Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK RI Irjen Pol Didik Agung Widjanarko, di Banda Aceh, Kamis.
Pernyataan itu disampaikan Didik Agung Widjanarko saat memberikan arahan dalam rapat koordinasi (rakor) dan audiensi KPK bersama pimpinan DPRA dan DPRK se Aceh, di gedung utama DPRA, di Banda Aceh.
Didik menyampaikan, usulan pokir tersebut merupakan hasil reses untuk menampung aspirasi masyarakat yang kemudian diusulkan masuk dalam RAPBD, dengan kesesuaian pada Musrenbang dan rencana pembangunan daerah.
Kata Didik, pada prinsipnya dana pokir juga merupakan kebutuhan rakyat yang kemudian harus dipastikan masuk sejak pelaksanaan Musrenbangdes, sesuai kemampuan keuangan daerah.
"Pokir bukan didasarkan pada nilai, melainkan program, karena setelah disetujui dan masuk APBD maka menjadi kewenangan eksekutif. DPRD mengawasi pelaksanaan atau realisasinya, dan tanggung jawab hukum ada di eksekutif," ujarnya.
Dirinya mengingatkan, modus tindak pidana korupsi dari dana pokir tersebut adalah adanya intimidasi terhadap SKPD (dinas) untuk mengarahkan pelaksana pekerjaannya.
Kemudian, juga meminta kickback, atas penyerahan hibah atau bantuan sosial, meminta fee yang mengatasnamakan jasa memperjuangkan proyek, hingga menunjuk rekanan pelaksana pekerjaan eks pokir.
"Idealnya pokir adalah untuk kebutuhan rakyat. Jangan meminta keuntungan, fee, ini bahkan meminta duluan fee di depan," kata Didik.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022