Banda Aceh (ANTARA) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen, Provinsi Aceh, menuntut tujuh terdakwa dari berbagai perkara dengan hukuman atau pidana mati sepanjang 2024.
Kepala Kejari Bireuen Munawal Hadi di Banda Aceh, Rabu, mengatakan perkara dituntut dengan hukuman mati tersebut enam di antaranya tindak pidana narkotika dan satu perkara pembunuhan.
"Ada sebanyak tujuh terdakwa yang tuntut dengan hukuman mati. Enam orang dari perkara tindak pidana narkotika dan satu orang dari perkara pembunuhan," kata Munawal Hadi menyebutkan.
Tujuh terdakwa yang dituntut hukuman mati tersebut, kata dia, yakni Abdullah dalam perkara narkotika dengan barang bukti 34 kilogram sabu-sabu.
Baca juga: Pemerintah kaji percepatan eksekusi hukuman mati terpidana narkoba, supaya ada efek jera
Terdakwa divonis di Pengadilan Negeri Bireuen dengan pidana penjara seumur hidup. Kemudian, diputuskan di tingkat banding di Pengadilan Tinggi Banda Aceh dengan hukuman mati. Kini, perkara dengan terdakwa Abdullah sudah inkrah atau sudah memiliki kekuatan hukum tetap.
Berikutnya, perkara narkotika dengan terdakwa Muhammad. Terdakwa Muhammad dituntut hukuman mati karena terlihat penyelundupan 34 kilogram sabu-sabu. Terdakwa divonis di Pengadilan Negeri Bireuen dengan hukuman penjara seumur hidup. Perkara dengan terdakwa Muhammad belum inkrah.
Selanjutnya, perkara narkotika dengan terdakwa Syarif Hidayatullah terkait 40 kilogram sabu-sabu. Terdakwa Syarif Hidayatullah dituntut hukuman mati. Majelis hakim Pengadilan Negeri Bireuen memvonis terdakwa Syarif Hidayatullah dengan pidana mati.
"Begitu juga ditingkat banding, majelis hakim Pengadilan Tinggi Banda Aceh memvonis dengan pidana mati. Perkara dengan terdakwa Syarif Hidayatullah belum memiliki kekuatan hukum tetap," kata Munawal Hadi.
Kemudian, terdakwa Muhammad Ibrahim terlibat tindak pidana narkotika dengan barang bukti 40 kilogram sabu-sabu. Pada persidangan di Pengadilan Negeri Bireuen, terdakwa Muhammad Ibrahim dituntut hukuman mati dan divonis hukuman mati.
Vonis mati juga diputuskan di Pengadilan Tinggi Banda Aceh. Perkara tindak pidana narkotika dengan terdakwa Muhammad Ibrahim masih berproses dan belum memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah.
Tuntutan hukuman mati juga diberikan kepada terdakwa Nur Afdhal dalam perkara tindak pidana narkotika dengan barang bukti 40 kilogram sabu-sabu. Atas tuntutan tersebut, majelis hakim Pengadilan Negeri Bireuen juga memvonis pidana mati.
Baca juga: Tiga terdakwa narkoba dituntut dengan hukuman mati di Bireuen
Perkara dengan terdakwa Nur Afdhal berlanjut ke Pengadilan Tinggi Banda Aceh. Oleh majelis hakim banding juga memvonis dengan pidana mati. Perkara dengan terdakwa Nur Afdhal belum memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah.
Serta terdakwa Fauzi, dituntut hukuman mati dalam perkara tindak pidana narkotika dengan barang bukti 27,59 kilogram sabu-sabu. Namun, majelis hakim Pengadilan Negeri Bireuen memvonis dengan pidana 20 tahun penjara.
Selain pidana penjara, majelis hakim juga memvonis terdakwa Fauzi membayar denda Rp3 miliar dengan subsidair atau hukuman pengganti enam bulan penjara. Begitu di tingkat banding, majelis hakim Pengadilan Tinggi Banda Aceh menguatkan putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh. Vonis dengan terdakwa Fauzi belum inkrah.
"Sedangkan untuk perkara pembunuhan yang tuntut hukuman mati dengan terdakwa Rahmat Juanda. Kasus ini masih dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Bireuen. Terdakwa dituntut bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap seorang mahasiswi," kata Munawal Hadi.
Baca juga: JPU nyatakan banding terkait perkara penyelundupan 34 kg sabu-sabu
Kejari Bireuen tuntut tujuh terdakwa dengan pidana hukuman mati sepanjang 2024
Rabu, 18 Desember 2024 18:57 WIB