Direktur Utama PT PLN (Persero), Darmawan Prasodjo mendapat anugerah sebagai CEO Green Leadership Utama pada acara Anugerah Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) tahun 2022.
Penghargaan tersebut diberikan atas kepemimpinan Darmawan yang sudah membawa perubahan besar menjadikan PLN sebagai leading sector dalam transisi energi.
"Saya ucapkan selamat kepada CEO yang menerima penghargaan Green Leadership Utama. Saya berharap, semakin banyak perusahaan yang akan menjadi 'Agen Perubahan', utamanya dengan melibatkan para pemangku kepentingan untuk ikut menjaga lingkungan dan mengurangi dampak lingkungan,” kata Wakil Presiden RI KH Ma'ruf Amin.
Pernyataan itu disampaikannya disela-sela penyerahan penghargaan tertinggi di bidang lingkungan di Jakarta.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjadikan PLN sebagai role model pengelolaan bisnis berbasis lingkungan di era transisi energi.
Menteri LHK, Siti Nurbaya juga mengapresiasi inisiatif PLN mendukung transisi energi di Indonesia.
"Penghargaan khusus dianugerahkan kepada pimpinan perusahaan yang dinilai berhasil dan mampu menginspirasi individu lain dalam melakukan pelestarian lingkungan," kata Siti.
Darmawan Prasodjo sendiri merupakan ahli energi dan kelistrikan. Menempuh Post Doctoral di Nicholas Institute Duke University, Amerika Serikat pada bidang energi dan lingkungan dengan fokus pada perubahan iklim, energi baru terbarukan, transisi energi, dan international climate agreement. Untuk jenjang Doktoralnya pada Ekonomi Terapan dengan fokus pada energy policy, energy modelling, dan perubahan iklim di Texas A&M University, Amerika Serikat.
"Dengan kerja keras kita semua, dengan kolaborasi dengan pemerintah, PLN dapat menyampaikan bahwa tahun 2022 ini sukses mereduksi 32 juta metric ton emisi C02. Ini melampaui target Nationally Determined Contribution (NDC) kita,"kata Darmawan.
PLN menyadari ini baru awal, jalan transisi energi masih panjang. PLN bersama Pemerintah telah menyusun Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) sampai dengan tahun 2030 sebagai RUPTL paling hijau sepanjang sejarah Indonesia. Dalam RUPTL tersebut terdapat 50,6 persen pembangunan pembangkit yang berbasis pada Energi Baru Terbarukan (EBT). Sesuai RUPTL ini, PLN menginisiasi penghapusan 13 GW PLTU dari perencanaan dan menambah kapasitas EBT hingga 20,9 GW tanpa menambah PLTU baru. Langkah ini berpotensi menurunkan 1,8 miliar ton CO2 dalam 25 tahun ke depan.
Dalam upaya mempercepat pengurangan emisi, PLN menggantikan 1,8 GW PLTU dengan EBT baseload dan menggantikan 800 MW PLTU dengan pembangkit gas. Upaya ini berpotensi menurunkan emisi 2,4 juta ton CO2. Ditambah lagi, PLN melakukan kesepakatan bersama untuk membatalkan 1,3 GW PLTU yang sudah dalam pipeline untuk mengurangi 175 juta ton CO2 dalam 25 tahun ke depan.
Emisi di sektor kelistrikan nasional setiap tahun mencapai 244 juta ton CO2 dan akan terus meningkat melebihi 1 miliar ton sampai 2060. Upaya PLN mengumumkan peta jalan pengurangan emisi hingga nol pada tahun 2060 atau Net Zero Emission (NZE) diapresiasi berbagai pihak.
"PLN yakin emisi di sektor kelistrikan kami nol-kan pada tahun 2060. Kami sudah merancang setiap tahapannya dengan clear melalui berbagai kajian dan kolaborasi berbagai pihak. Tantangannya besar, tapi kami komit melakukan ini karena _we do really care’l kata Darmawan.
Selain menerapkan tahapan early retirement PLTU batubara, PLN sudah mulai mengimplementasikan program co-firing di puluhan pembangkit sejak 2021. Melalui co-firing, PLN menggantikan konsumsi batubara dalam jumlah signifikan dengan bahan baku biomassa, hidrogen dan amonia.
Selain pengurangan emisi, implementasi co-firing ini menggerakkan roda perekonomian masyarakat setempat dalam penyediaan bahan bakunya.
"Program co-firing ini sudah berhasil mengurangi emisi lebih dari 800 ribu ton CO2. Dalam prosesnya PLN memberdayakan masyarakat seperti BUMDes, Kelompok Tani, dan berbagai UMKM. Ini adalah komitmen PLN bertransisi energi sekaligus membangun ekosistem energi berbasis ekonomi kerakyatan," kata Darmawan.
PLN juga mendorong pemanfaatan teknologi seperti Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) untuk menangkap emisi karbon pembangkit dan dimanfaatkan untuk kebutuhan sektor perindustrian. Selain itu, Darmawan juga memulai tata kelola baru limbah pembangkit dengan pemanfaatan _Fly Ash and Bottom Ash (FABA) dari PLTU. Potensi FABA dari seluruh PLTU PLN di Indonesia, sangat besar. Sehingga selain mengurangi emisi, pemanfaatan FABA akan memunculkan berbagai usaha baru dan penyerapan tenaga kerja di masyarakat.
“PLN memiliki potensi FABA sangat besar, puluhan juta ton setiap tahunnya. Untuk itu kami mengajak berbagai pelaku industri besar maupun UMKM untuk memproduksi material konstruksi dengan bahan FABA," kata Darmawan.
Dengan penambahan kapasitas pembangkit EBT skala besar, maka akan ada tantangan fluktuasi dari sisi pasokan listrik. Hal ini disebabkan karena EBT memiliki sifat intermiten yaitu sangat tergantung pada kondisi alam. Sehingga PLN menerapkan _Smart Grid_ dalam sistem kelistrikan yang memungkinkan dampak intermitensi pasokan listrik EBT dapat dikelola dengan stabil.
"PLN sudah merombak tata kelola kelistrikan dengan digitalisasi end to end. Dari pasokan energi, pembangkitan, transmisi, distribusi sampai ke rumah-rumah pelanggan sudah dikelola secara terintegrasi. Fluktuasi di sisi _demand dan supply_ akan langsung direspon secara otomatis. Inilah yang kami namakan Smart Grid," kata Darmawan.
Transisi energi menjadi agenda yang diterapkan berbagai negara di Dunia. Banyak entitas bisnis yang menjadi potensi pasar untuk produk _green energy as a service_. Sejak tahun 2021, Darmawan menginisiasi kolaborasi bersama lembaga sertifikasi internasional untuk merilis produk _Renewable Energy Certificate (REC) sehingga untuk pertama kalinya Indonesia memiliki produk energi hijau yang diakui dan akan mengekspansi pasar internasional.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022