Anggota Komisi IV DPRK Aceh Tamiang Jayanti Sari mengatakan pengelolaan sampah di daerah itu membutuhkan perhatian serius  tidak hanya dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) tapi pemangku kepentingan setempat.

Pernyataan itu disampaikan politisi PKS ini setelah melihat sendiri kondisi bak/kontainer sampah yang tersedia tidak mampu lagi menampung volume sampah sehingga berserakan dimana-mana dari sudut kota, komplek pemerintahan hingga tepi jalan.

“Sementara itu kondisi tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah sudah menggunung dan mengeluarkan aroma tak sedap. Ditambah lagi musim hujan maka kondisi sampah di TPA bercampur baur tanpa ada pemisahan apapun,” kata Jayanti Sari di Karang Baru, Rabu.

Anggota Komisi IV ini mengaku baru-baru ini mengunjungi TPA sampah yang berlokasi di Kampung Durian, Kecamatan Rantau yang kondisinya sudah melebihi muatan (overload). Disamping itu akses jalan menuju TPA juga sangat memprihatinkan, bila hujan becek dan licin.

“Tapi sesulit apapun kondisinya sampah yang menggunung itu tidak boleh kita biarkan. Persoalan sampah harus menjadi perhatian serius pemerintah daerah karena merupakan PR (pekerjaan rumah) kita semua, bukan hanya DLH saja yang harus bertanggung jawab,” tegasnya.

Data yang diperoleh Jayanti Sari dari timbangan sampah milik DLH Aceh Tamiang   menunjukkan per November 2022 volume sampah mencapai 40 ton. Jika dikalikan 12 bulan maka timbunan sampah Aceh Tamiang sebanyak 480 ton se-tahun. Sedangkan lahan TPA sampah seluas 6,1 hektare sudah terpakai semua.

“Di sisi lain produksi sampah yang terus meningkat seiring dengan bertambahnya populasi penduduk Kabupaten Aceh Tamiang maka TPA yang ada bakal tidak mampu lagi menampung beban sampah yang dihasilkan. Ini pekerjaan kita semua, karena kita lah produsen sampah itu,” ujar Jayanti Sari.

Ditemui terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Aceh Tamiang Syurya Luthfi mengakui kondisi TPA sampah saat ini mengalami overload.

“Jumlah TPA yang kita miliki hanya satu dengan dua landfill, yang kondisinya saat ini satu penuh dan satu lagi hampir penuh. Jumlah layananan persampahan sebanyak 57 desa tersebar di 11 kecamatan, maka kapasitas TPA tidak lagi cukup untuk menampung jumlah timbulan sampah masyarakat,” kata Syurya Luthfi.

DLH Aceh Tamiang mencatat sepanjang 2021 jumlah produksi sampah per bulan sebanyak 35-37 ton seluruhnya dibuang ke TPA sampah Kampung Durian, Rantau. Syurya juga membenarkan volume sampah pada akhir 2022 meningkat hampir dua kali lipat dari biasanya karena terjadi bencana alam banjir.

“Betul bulan November 2022 volume sampai naik sampai 40 ton lebih, karena banjir banyak sampah terendap tidak bisa diangkut. Tahu lah kita, saat banjir seluruh akses lumpuh, kadang bisa kutip sampah tidak bisa buang ke TPA, truk tidak lewat semua jalan tergenang banjir jadi wajar sampah membludak saat itu,” ujarnya.

Ia menjelasakan sistem pengelolaan sampah pada TPA selama ini dengan metode sanitary landfill (menumpuk sampah di lokasi cekung dan memadatkannya). Tentunya sistem ini memiliki keuntungan dan kerugian.

“Keuntungan pengelolaan sanitary landfill mengurangi pencemaran lingkungan dan menghindari ledakan gas metana. Sementara minus-nya biaya aplikasi sangat tinggi dan tidak didukungnya pendanaan untuk sistem ini,” jelas Syurya.

Menurut Syurya masyarakat memiliki peranan penting dalam upaya mengurangi sampah dari hulu/sumber sampah, seperti sampah yang berasal dari rumah tangga. Pihaknya akan terus mengupayakan sosialisasi tentang pemilahan dan pengurangan sampah agar memudahkan pemrosesan sampah dari TPA.

Selama ini, kata Syurya DLH Aceh Tamiang terus berupaya dalam mencari alternatif baru teknologi untuk percepatan penanganan sampah yang ada di lanfill sehingga dapat memperpanjang umur pakai dari TPA semata wayang tersebut.

“Dalam waktu dekat kita akan menjalankan program bank sampah induk dan mining landfill yang sudah mulai dirintis. Saat ini ada delapan titik bank sampah sudah berjalan melibatkan para datok penghulu (Kades) dan camat,” terangnya.

Menurut Kepala DLH Aceh Tamiang Syurya Luthfi tahun ini pihaknya akan mengandeng pengusaha dari Kota Medan, Sumatera Utara untuk mendatangkan mesin canggih pengelolaan sampah organik dan non-organik bekerja sama dengan pihak ketiga secara gratis tidak menggunakan APBK.

“Doa kan, sebentar lagi mesin dan peralatannya datang akan kita pusatkan di TPA Kampung Durian. Semoga kerja sama ini bisa menjadi solusi mengurangi volume sampah di Aceh Tamiang tanpa harus membangun TPA baru. Bahkan ke depan sampah rumah tangga kita beli, jadi nanti polanya terbalik, masyarakat tidak lagi dipungut uang sampah tapi sampahnya kita yang bayar,” kata Syurya.

Pewarta: Dede Harison

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023