Gampong Lambung Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh, mengolah sampah secara mandiri dengan tempat pengelolaan sampah reuse, reduce, dan recycle (TPS3R).
"Ke depannya, TPS3R menargetkan mampu mengurangi sampah hingga sesuai dengan target Kota Banda Aceh yaitu sekitar 30 persen," kata Ketua TPS3R Gemal Bakri di Banda Aceh, Rabu.
TPS3R tersebut berdiri atas inisiasi Gemal Bakri, yang khawatir terulang meledaknya TPA Leuwigajah di Bandung yang menewaskan 157 orang pada 2005.
"Setelah itu, kami dapat info bahwa harus ada upaya pengurangan sampah. Muatan sampah di TPA sudah diambang batas, kita di gampong berinisiatif untuk membuat gerakan," ujarnya.
Tak lama setelah peristiwa tersebut, ia pun membagi-bagikan plastik sampah ke warga gampong agar mengumpulkan sampah di kantong tersebut, lalu sampah tersebut ia angkat ke tempat pengumpulan, dipilah, dan sampah organik diolah menjadi kompos.
"Mereka memasukkan sampah ke plastik, saya yang bawa, dicacah jadi pupuk, lalu diberikan kepada warga," katanya.
Saat Gemal menjalankan aksi tersebut, TPS3R belum didirikan. TPS3R baru terwujud tahun 2016 berkat bantuan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Hingga saat ini, TPS3R telah memiliki alat pres sampah atom, pencacah pet, pengolah dan penyimpan sampah organik yang berasal dari sewaan dan beberapa di antaranya bantuan dari pemerintah.
"Selain itu, ada tiga becak yang beroperasi untuk mengangkut sampah dari masyarakat gampong yang dilakukan setiap dua hari sekali," ujarnya.
Sampai saat ini, TPS3R Gampong Lambung telah mampu mengurangi sampah sebanyak 15 persen per bulan yang tidak akan berakhir di tempat pembuangan akhir.
"Kira-kira dari sekitar 1,2 ton sampah yang diangkut, kami bisa mengurangi sekitar 200 kg," katanya.
Gemal mengatakan ada sekitar sembilan jenis sampah yang diolah di TPS3R, di antaranya sampah berjenis atom, plastik, oil, pet, kaleng, dan kardus yang di pres untuk dijual kepada pengepul sedangkan sampah organik diolah menjadi kompos.
Dari hasil pengolahan sampah daur ulang, TP3R mampu menghasilkan pundi rupiah sekitar Rp5 juta yang digunakan untuk pekerja dan biaya pengelola TPS.
"Sekitar Rp2 juta dari hasil penjualan sampah yang sudah dipilah ke pengepul, sisanya dari retribusi sampah Rp10 ribu per rumah," ujarnya.
Adapun target mereka bisa mengurangi sampah yang berakhir di TPA sampai itu sampai 30 persen.
Gemal menambahkan, target tersebut akan sulit dicapai jika warga gampong tidak mau memilah sampah sendiri. Maka diharapkan masyarakat seminimal mungkin bisa memilah sampah basah dan kering.
Karena itu, kebiasaan memilah sampah tersebut harus dibangun terlebih dahulu. Terutama oleh pejabat pemerintah khususnya di Banda Aceh.
"Karena mereka memiliki kuasa untuk mengajak orang-orang di bawahnya memilah sampah sehingga akhirnya bisa dicontoh oleh masyarakat dan akhirnya menjadi sebuah kebiasaan," demikian Gemal.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023
"Ke depannya, TPS3R menargetkan mampu mengurangi sampah hingga sesuai dengan target Kota Banda Aceh yaitu sekitar 30 persen," kata Ketua TPS3R Gemal Bakri di Banda Aceh, Rabu.
TPS3R tersebut berdiri atas inisiasi Gemal Bakri, yang khawatir terulang meledaknya TPA Leuwigajah di Bandung yang menewaskan 157 orang pada 2005.
"Setelah itu, kami dapat info bahwa harus ada upaya pengurangan sampah. Muatan sampah di TPA sudah diambang batas, kita di gampong berinisiatif untuk membuat gerakan," ujarnya.
Tak lama setelah peristiwa tersebut, ia pun membagi-bagikan plastik sampah ke warga gampong agar mengumpulkan sampah di kantong tersebut, lalu sampah tersebut ia angkat ke tempat pengumpulan, dipilah, dan sampah organik diolah menjadi kompos.
"Mereka memasukkan sampah ke plastik, saya yang bawa, dicacah jadi pupuk, lalu diberikan kepada warga," katanya.
Saat Gemal menjalankan aksi tersebut, TPS3R belum didirikan. TPS3R baru terwujud tahun 2016 berkat bantuan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Hingga saat ini, TPS3R telah memiliki alat pres sampah atom, pencacah pet, pengolah dan penyimpan sampah organik yang berasal dari sewaan dan beberapa di antaranya bantuan dari pemerintah.
"Selain itu, ada tiga becak yang beroperasi untuk mengangkut sampah dari masyarakat gampong yang dilakukan setiap dua hari sekali," ujarnya.
Sampai saat ini, TPS3R Gampong Lambung telah mampu mengurangi sampah sebanyak 15 persen per bulan yang tidak akan berakhir di tempat pembuangan akhir.
"Kira-kira dari sekitar 1,2 ton sampah yang diangkut, kami bisa mengurangi sekitar 200 kg," katanya.
Gemal mengatakan ada sekitar sembilan jenis sampah yang diolah di TPS3R, di antaranya sampah berjenis atom, plastik, oil, pet, kaleng, dan kardus yang di pres untuk dijual kepada pengepul sedangkan sampah organik diolah menjadi kompos.
Dari hasil pengolahan sampah daur ulang, TP3R mampu menghasilkan pundi rupiah sekitar Rp5 juta yang digunakan untuk pekerja dan biaya pengelola TPS.
"Sekitar Rp2 juta dari hasil penjualan sampah yang sudah dipilah ke pengepul, sisanya dari retribusi sampah Rp10 ribu per rumah," ujarnya.
Adapun target mereka bisa mengurangi sampah yang berakhir di TPA sampai itu sampai 30 persen.
Gemal menambahkan, target tersebut akan sulit dicapai jika warga gampong tidak mau memilah sampah sendiri. Maka diharapkan masyarakat seminimal mungkin bisa memilah sampah basah dan kering.
Karena itu, kebiasaan memilah sampah tersebut harus dibangun terlebih dahulu. Terutama oleh pejabat pemerintah khususnya di Banda Aceh.
"Karena mereka memiliki kuasa untuk mengajak orang-orang di bawahnya memilah sampah sehingga akhirnya bisa dicontoh oleh masyarakat dan akhirnya menjadi sebuah kebiasaan," demikian Gemal.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023