Platform digital dinilai memberi kemudahan bagi pertumbuhan industri musik di Provinsi Aceh, terutama dalam upaya merawat eksistensi musik tradisi atau etnik Aceh yang sedang banyak digemari oleh musisi muda di daerah Tanah Rencong itu.

Vokalis Tangke Band Subur Dani di Banda Aceh, Kamis, mengatakan seiring perkembangan zaman, industri musik di Aceh saat ini juga cenderung lebih mudah, mulai dari proses produksi hingga memasarkan karya.

“Grup musik atau musisi manapun sekarang tak perlu lagi bersusah payah untuk memasarkan karya-karyanya, cukup memanfaatkan ruang digital, multi platform,” kata Subur Dani.

Baca juga: Nada sendu pendulang mimpi di Hari Musik Nasional

Ia menilai musik etnik Aceh berkembang semakin pesat. Terlihat semakin banyak musisi di Aceh, terutama musisi muda yang menggunakan instrumen tradisi dalam garapan, terutama komposisi-komposisi dengan ritmik tradisi, tak terkecuali modern.

Bahkan, lanjut dia, banyak musisi sekarang mengawinkan musik tradisi dengan modern. Banyak alat-alat musik tradisional dikombinasikan dalam musim modern, salah satunya seperti genre musik Hip-Hop.

“Ini menjadi sesuatu yang menarik. Misal saat kita mendengar lagu bergenre Hip-Hop, tapi ada suara serunee kalee-nya (alat musik tradisional Aceh), ada syair Aceh-nya, ada tabuhan rapa’i. Ini sesuatu yang bagus sekali,” katanya.

Konsep seperti itu, kata dia, bisa dikatakan sebagai sebuah konsep world music yang bisa mengantarkan musik Aceh ke pentas dunia. Apalagi, didukung oleh ruang digital yang semakin memudahkan para musisi.

Baca juga: Hari Musik Nasional diperingati setiap 9 Maret

Selain itu, banyak juga musisi baru yang coba mendaur ulang lagu-lagu lama dalam sebuah aransemen kontemporer, mengombinasikan musik modern dan musik tradisi, tentu ini perkembangan luar biasa bagi industri musik daerah Serambi Mekkah itu,

“Saya melihat, musisi-musisi muda Aceh semakin sadar akan pentingnya merawat musik tradisi. Selain terus mengembangkan ilmu melalui musik yang universal, tapi banyak juga teman-teman seperti menggali kembali instrumen-instrumen tradisi. Ini sangat bagus,” katanya.

Sementara itu, musisi lain di Aceh, Nazar Apache menyebut bahwa saat ini industri musik Aceh memang sudah semakin aktif. Hal ini disebabkan oleh mudahnya akses untuk rekaman, dengan alat yang sudah murah dan terjangkau sehingga banyak bermunculan studio rumahan.

Namun dari segi panggung, kata Nazar, Aceh masih memiliki batasan untuk ruang-ruang tertentu. Artinya tidak semua daerah di provinsi paling barat Indonesia itu bisa menyelenggarakan pertunjukan musik secara off air.

“Ini menjadi kendala untuk pasar musik secara off air di Aceh, tapi tetap ada di kota-kota tertentu seperti Banda Aceh,” ujarnya.

Untuk kelestarian musik tradisi, Nazar juga berharap agar pemerintah Aceh semakin giat dan fokus menyediakan ruang untuk musisi etnik dalam menampilkan karya-karyanya. Hari Musik Nasional yang diperingatkan setiap 9 Maret ini menjadi momentum untuk terus berbenah memajukan industri musik di Aceh.

“Jadi kalau untuk musik tradisi di Aceh sangat kurang panggungnya,” ujar mantan vokalis Apache13 itu.

Baca juga: Hari Musik Sedunia, Rian D'MASIV kolaborasi dengan siswa tunanetra

Pewarta: Khalis Surry

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023