Kepala Balai Bahasa Provinsi Aceh (BBPA) Umar Solikhan menyatakan bahwa perlindungan bahasa daerah menjadi program prioritas badan pengembangan dan pembinaan bahasa tahun ini, hal itu karena bahasa lokal sudah diambang ancaman kepunahan.

"Mengingat situasi dan kondisi kebahasaan saat ini, khususnya menyangkut keberadaan bahasa daerah. Ancaman kepunahan bahasa daerah makin hari makin kuat," kata Umar Solikhan, di Banda Aceh, Senin.

Ia menyebutkan, di Indonesia sendiri terdapat 718 bahasa daerah yang sudah terverifikasi oleh Badan Bahasa. Namun, banyak bahasa daerah yang kondisinya terancam punah dan kritis. 

Penyebab utama kepunahan bahasa daerah adalah karena para penutur jatinya tidak lagi menggunakan dan mewariskan bahasanya kepada generasi berikutnya. 

"Padahal bahasa bukan sekadar sekumpulan kata atau seperangkat kaidah tata bahasa, melainkan juga sebagai khazanah kekayaan budaya, pemikiran, dan pengetahuan. Kepunahan bahasa berarti hilangnya kekayaan batin para penutur bahasa tersebut," ujarnya.

Baca juga: Badan Bahasa lakukan revitalisasi bahasa daerah di 22 provinsi, termasuk bahasa Gayo

Solikhan menuturkan, berdasarkan kajian vitalitas bahasa di Indonesia terhadap 89 bahasa daerah (statistik kebahasaan badan bahasa 2021), sebanyak 25 bahasa berstatus aman, 19 bahasa berstatus rentan (stabil, tetapi terancam punah), tiga bahasa mengalami kemunduran, 25 bahasa terancam punah, enam bahasa kritis, dan 11 bahasa punah. 

Dirinya menyebutkan, perlindungan bahasa daerah itu menjadi program prioritas karena merupakan mandat peraturan perundang- undangan, diantaranya UUD 1945 Pasal 32 ayat 2 yang menyatakan bahwa negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.

"Serta UU Nomor 24 Tahun 2009 pasal 42 dan PP Nomor 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia," katanya.
 

Untuk perlindungan bahasa dan sastra, lanjut Solikhan, terdapat beberapa kegiatan utama yang dilakukan oleh badan pengembangan dan pembinaan bahasa, yaitu konservasi, revitalisasi bahasa dan sastra daerah berbasis sekolah serta komunitas tutur.

Baca juga: PJ gubernur instruksikan penggunaan bahasa Aceh di lingkungan pemerintah

Kemudian, gerakan sastrawan daerah menulis karya dalam bahasa daerah, pemberdayaan komunitas pegiat bahasa dan sastra daerah, dan penyediaan video animasi berbasis legenda lokal. 

Selain itu, tambah dia, badan pengembangan dan pembinaan bahasa juga fokus melakukan program perlindungan melalui gerakan revitalisasi bahasa daerah (RBD) pada 2021. 

"Tujuannya untuk menggelorakan kembali penggunaan bahasa daerah dalam berbagai ranah kehidupan sehari-hari dan meningkatkan jumlah penutur muda bahasa daerah," ujarnya.

RBD 2021 itu sendiri telah diselenggarakan di tiga provinsi dengan lima bahasa daerah, kemudian pada 2022 di 13 provinsi dengan jumlah 39 bahasa daerah, dan 2023 ditambah menjadi 19 provinsi dengan 59 bahasa daerah.

"Program ini juga masuk menjadi salah satu platform merdeka belajar Kemendikbud, yaitu episode ke-17: Revitalisasi Bahasa Daerah. Sasarannya adalah komunitas guru, kepala sekolah, pengawas, dan siswa (khususnya SD dan SMP)," katanya.

Solikhan menyampaikan, revitalisasi bahasa daerah ini juga dilangsungkan di provinsi Aceh dengan fokus utama bahasa Gayo. 

"Hal ini karena berdasarkan kajian vitalitas terhadap bahasa Gayo yang penuturnya tersebar di Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues tersebut termasuk yang rentan," demikian Umar Solikhan.

Baca juga: Balai Bahasa sebut pergeseran penggunaan bahasa Aceh karena dua faktor ini
 

Pewarta: Nurul Hasanah

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023