Kementerian Keuangan (Kemenkeu)  menyarankan Pemerintah Aceh menerapkan sistem mawah dalam pengelolaan sektor pertambangan karena bisa meningkatkan pendapatan daerah.

Kepala Kemenkeu Perwakilan Aceh Safuadi di Banda Aceh, Selasa, mengatakan sistem mawah merupakan kearifan lokal yang sudah ditetapkan sejak abad ke-16 di Aceh.

"Sistem mawah ini adalah bagi hasil dalam pembiayaan pengelolaan sumber daya alam dan lazim dilakukan masyarakat Aceh di sektor perikanan peternakan, dan peternakan," kata Safuadi.

Baca juga: Pemprov Aceh minta perusahaan tambang pemegang IUP segera beroperasi

Menurut dia, pembagian hasil sistem mawah ini berdasarkan persentase. Misalnya, dalam usaha tambang emas. Untuk menambang satu ton emas dengan biaya Rp10 miliar.

Kemudian, Pemerintah Aceh menempatkan uangnya untuk biaya penambangan Rp2 miliar atau 20 persen. Maka dari satu ton emas tersebut, Pemerintah Aceh menerima 200 kilogram emas.

"Jika sistem mawah ini diterapkan, maka pendapatan yang diterima Aceh lebih besar dari yang sekarang. Penerimaan Aceh dari sektor tambang sekarang ini hanya dari pajak daerah, yang jumlahnya tidak terlalu banyak," katanya.

Terkait regulasi, Safuadi mengatakan Pemerintah Aceh bisa meminta aturan kepada pemerintah pusat. Memang, pengelolaannya tidak bisa dilakukan langsung Pemerintah Aceh, tetapi melalui badan usaha milik daerah.

Safuadi mengatakan Aceh merupakan daerah yang kaya dengan sumber daya alam. Sistem mawah tersebut akan mengoptimalkan penerimaan daerah dari pengelolaan sumber daya alam.

"Kami berharap Pemerintah Aceh bisa menerapkan sistem mawah dalam pengelolaan sumber daya alam. Tentunya, upaya ini untuk meningkatkan pendapatan daerah agar lebih maksimal," kata Safuadi.

Baca juga: ESDM: Lokasi pertambangan emas ilegal di Aceh tersebar di enam daerah

Pewarta: M.Haris Setiady Agus

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023