Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah I Provinsi Aceh melakukan studi teknis kelayakan cagar budaya Benteng Inong Balee di Desa Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar, untuk dilakukan pemugaran nantinya.
"Studi ini bagian untuk menyelamatkan warisan sejarah karena di sana mengandung nilai budaya, sehingga perlu didata teknis kelayakannya dengan melihat bentuk aslinya sebagai tahapan sebelum dipugar," kata Kepala BPK Wil I Aceh Piet Rusdi di Banda Aceh, Selasa.
Pemugaran sendiri merupakan upaya pengembalian kondisi fisik benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan struktur yang rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan untuk memperpanjang usianya.
Baca: LKBN ANTARA siap dukung pengembangan cagar budaya Pasar Baru
Hal itu didefinisikan dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang cagar budaya. Undang-undang tersebut juga mengamanatkan cagar budaya perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Piet Rusdi mengatakan studi teknis kelayakan ini diperlukan karena di situs benteng peninggalan kolonial Belanda tersebut terdapat kerusakan-kerusakan pada struktur yang saat ini tersisa sekitar 2.704 meter persegi.
"Awal mulanya kita lakukan studi di sana karena melihat ada kerusakan yang perlu upaya penguatan struktur dan penyelamatan. Secara etis, upaya penyelamatan itu harus didahului dengan studi teknis kelayakan. Tidak bisa sembarangan," ujarnya.
Baca: Aceh Timur pamerkan 100 cagar budaya pada PKA
Sementara itu, Adi Surjana, tim studi teknis kelayakan Benteng Inong Balee, menjelaskan berdasarkan data teknis dan kelayakan pemugaran yang dilakukan awal 2024, pihaknya menemukan ada bagian yang dapat dinyatakan layak dan belum untuk dipugar.
"Dinyatakan layak karena ada acuan yang bisa diikuti untuk merekonstruksi dan data tambahan dari dokumentasi lama. Ada juga yang belum layak tapi jumlahnya tidak banyak lagi," katanya.
Ia menuturkan dalam studi kelayakan ini pihaknya akan fokus menyelamatkan bagian sisi barat benteng yang menghadap langsung ke laut karena rentan rusak, sedangkan acuan untuk merekonstruksinya ditemukan.
Baca: Pelajar di Banda Aceh diajari cara lestarikan cagar budaya
"Teknis penyelamatannya sedang dipikirkan karena tebing yang menahan posisi benteng sudah sangat tipis sehingga perlu perlakuan lebih khusus," ujarnya.
Dalam hal ini, BPK Wil I Aceh akan mengajak Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Aceh untuk ikut membantu mengamankan posisi tebing diambang kerusakan akibat struktur tebing tidak terlalu kokoh lagi.
"Karena dalam segi teknis mereka lebih mumpuni untuk membuat pelindung tebing tersebut," kata Adi Surjana.
Baca: Cagar budaya Banda Aceh terbengkalai, pemko tidak peduli?
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024
"Studi ini bagian untuk menyelamatkan warisan sejarah karena di sana mengandung nilai budaya, sehingga perlu didata teknis kelayakannya dengan melihat bentuk aslinya sebagai tahapan sebelum dipugar," kata Kepala BPK Wil I Aceh Piet Rusdi di Banda Aceh, Selasa.
Pemugaran sendiri merupakan upaya pengembalian kondisi fisik benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan struktur yang rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan untuk memperpanjang usianya.
Baca: LKBN ANTARA siap dukung pengembangan cagar budaya Pasar Baru
Hal itu didefinisikan dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang cagar budaya. Undang-undang tersebut juga mengamanatkan cagar budaya perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Piet Rusdi mengatakan studi teknis kelayakan ini diperlukan karena di situs benteng peninggalan kolonial Belanda tersebut terdapat kerusakan-kerusakan pada struktur yang saat ini tersisa sekitar 2.704 meter persegi.
"Awal mulanya kita lakukan studi di sana karena melihat ada kerusakan yang perlu upaya penguatan struktur dan penyelamatan. Secara etis, upaya penyelamatan itu harus didahului dengan studi teknis kelayakan. Tidak bisa sembarangan," ujarnya.
Baca: Aceh Timur pamerkan 100 cagar budaya pada PKA
Sementara itu, Adi Surjana, tim studi teknis kelayakan Benteng Inong Balee, menjelaskan berdasarkan data teknis dan kelayakan pemugaran yang dilakukan awal 2024, pihaknya menemukan ada bagian yang dapat dinyatakan layak dan belum untuk dipugar.
"Dinyatakan layak karena ada acuan yang bisa diikuti untuk merekonstruksi dan data tambahan dari dokumentasi lama. Ada juga yang belum layak tapi jumlahnya tidak banyak lagi," katanya.
Ia menuturkan dalam studi kelayakan ini pihaknya akan fokus menyelamatkan bagian sisi barat benteng yang menghadap langsung ke laut karena rentan rusak, sedangkan acuan untuk merekonstruksinya ditemukan.
Baca: Pelajar di Banda Aceh diajari cara lestarikan cagar budaya
"Teknis penyelamatannya sedang dipikirkan karena tebing yang menahan posisi benteng sudah sangat tipis sehingga perlu perlakuan lebih khusus," ujarnya.
Dalam hal ini, BPK Wil I Aceh akan mengajak Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Aceh untuk ikut membantu mengamankan posisi tebing diambang kerusakan akibat struktur tebing tidak terlalu kokoh lagi.
"Karena dalam segi teknis mereka lebih mumpuni untuk membuat pelindung tebing tersebut," kata Adi Surjana.
Baca: Cagar budaya Banda Aceh terbengkalai, pemko tidak peduli?
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024