DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Aceh menyatakan bahwa pengelolaan kakao dan kelapa untuk digabungkan ke Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) belum tepat untuk sementara ini.
"Sebenarnya penggabungan ke BPDPKS itu bukan tidak boleh, tetapi waktunya belum tepat saat ini," kata Sekretaris DPW Apkasindo Aceh, Fadhli Ali, di Banda Aceh, Jumat.
Fadhil mengatakan, petani kelapa sawit masih banyak yang belum tersentuh program pembiayaan pungutan ekspor CPO dan turunannya dari BPDPKS.
Apalagi, kata dia, produktivitas kelapa sawit rakyat hari ini masih sangat rendah. Bahkan, sarana-prasarana dan SDM petani juga masih lemah, termasuk kelembagaan petani sawit itu sendiri.
Tak hanya itu, lanjut dia, kebutuhan sarpras berupa pupuk, drainase, box culvert, jalan akses ke kebun di provinsi dan kabupaten sentra sawit di Indonesia juga masih sangat banyak yang harus menjadi prioritas disentuh melalui program BPDPKS.
Khusus di Aceh, produktivitas kelapa sawit rakyat juga masih sangat rendah. Berada di bawah angka nasional. Di mana, rata-rata hasil sawit rakyat di Aceh 2.838 ton CPO per tahun, sementara nasional 3.745 ton CPO per tahun.
"Maka, dalam situasi seperti ini sungguh tidak tepat waktu (momen sekarang) untuk mengalihkan sebagian anggaran yang dikelola BPDPKS yang bersumber dari sawit untuk urusan kelapa dan kakao/coklat," ujarnya.
Dirinya menegaskan, dalam situasi penggabungan seperti ini, maka BPDPKS bakal mendapat tambahan tugas baru dalam memanfaatkan dana yang bersumber dari kelapa sawit untuk urusan kakao dan kelapa.
Dalam kesempatan ini, ia meminta pemerintah dapat menjelaskan secara rinci soal regulasi pemanfaatan dana BPDPKS juga digunakan untuk badan pengelola kakao dan kelapa tersebut.
"Bukan tidak boleh, boleh saja. Tapi momennya, petani sawit masih belum benar-benar terurus dari dana penguatan ekspor sawit. Tetapi, dana kelapa sawit diperuntukkan buat mengurus yang lain lagi," demikian Fadhli Ali.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024
"Sebenarnya penggabungan ke BPDPKS itu bukan tidak boleh, tetapi waktunya belum tepat saat ini," kata Sekretaris DPW Apkasindo Aceh, Fadhli Ali, di Banda Aceh, Jumat.
Fadhil mengatakan, petani kelapa sawit masih banyak yang belum tersentuh program pembiayaan pungutan ekspor CPO dan turunannya dari BPDPKS.
Apalagi, kata dia, produktivitas kelapa sawit rakyat hari ini masih sangat rendah. Bahkan, sarana-prasarana dan SDM petani juga masih lemah, termasuk kelembagaan petani sawit itu sendiri.
Tak hanya itu, lanjut dia, kebutuhan sarpras berupa pupuk, drainase, box culvert, jalan akses ke kebun di provinsi dan kabupaten sentra sawit di Indonesia juga masih sangat banyak yang harus menjadi prioritas disentuh melalui program BPDPKS.
Khusus di Aceh, produktivitas kelapa sawit rakyat juga masih sangat rendah. Berada di bawah angka nasional. Di mana, rata-rata hasil sawit rakyat di Aceh 2.838 ton CPO per tahun, sementara nasional 3.745 ton CPO per tahun.
"Maka, dalam situasi seperti ini sungguh tidak tepat waktu (momen sekarang) untuk mengalihkan sebagian anggaran yang dikelola BPDPKS yang bersumber dari sawit untuk urusan kelapa dan kakao/coklat," ujarnya.
Dirinya menegaskan, dalam situasi penggabungan seperti ini, maka BPDPKS bakal mendapat tambahan tugas baru dalam memanfaatkan dana yang bersumber dari kelapa sawit untuk urusan kakao dan kelapa.
Dalam kesempatan ini, ia meminta pemerintah dapat menjelaskan secara rinci soal regulasi pemanfaatan dana BPDPKS juga digunakan untuk badan pengelola kakao dan kelapa tersebut.
"Bukan tidak boleh, boleh saja. Tapi momennya, petani sawit masih belum benar-benar terurus dari dana penguatan ekspor sawit. Tetapi, dana kelapa sawit diperuntukkan buat mengurus yang lain lagi," demikian Fadhli Ali.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024