Kelompok wanita tani di Gunung Kidul Yogyakarta dan Fetomone di Nusa Tenggara Timur mengenalkan inovasi pengelolaan sampah untuk mengatasi dampak bencana kekeringan dan banjir.

"Dampak bencana kekeringan telah menjadi perhatian serius karena membuat petani gagal panen. Alhamdulillah, lewat inovasi pengelolaan sampah, persoalan ini berhasil diatasi," kata Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Melati Gunung Kidul, Warsilah, di Banda Aceh, Rabu.

Hal itu disampaikan Warsilah dalam diskusi tematik kegiatan bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) tentang Investasi dalam Pengurangan Risiko Bencana untuk Ketangguhan Melalui Inovasi yang Dipimpin oleh Masyarakat, di Banda Aceh. 

Baca juga: BNPB dan Kemenkeu sosialisasi pentingnya pooling fund bencana di Aceh

Warsilah menjelaskan, mereka telah merancang inovasi yang disebut Papah Mewah sebagai solusi mengatasi dampak kekeringan yang telah mendorong petani menggunakan pupuk kimia berlebihan untuk mencegah gagal panen.

"Selain penggunaan pupuk kimia berlebihan, sampah juga menjadi masalah lain. Setiap rumah rata-rata menghasilkan 2 kg sampah per hari. Dengan latar belakang tersebut, solusi ini hadir," ujarnya.

Papah Mewah, kata dia, merupakan inovasi pengelolaan sampah organik dan nonorganik. Untuk sampah organik, mereka membuat ember tumpuk dan membagikannya kepada 157 rumah agar mandiri mengelola sampah rumah tangga.

"Dalam ember tumpuk ini, nanti sampah-sampah rumah tangga bisa menghasilkan maggot untuk ternak, pupuk organik padat, dan lindi yang berguna bagi masyarakat," katanya. 

Sedangkan sampah nonorganik, dikelola melalui program sedekah sampah. Mereka membagikan karung goni kepada setiap rumah, lalu  sampah tersebut dibawa ke tempat umum untuk dikelola lebih lanjut.

Tidak hanya di Gunung Kidul, Kelompok Tani Fetomone di Nusa Tenggara Timur juga berhasil mengatasi persoalan lahan pertanian kurang subur akibat tertutup pasir yang terbawa banjir tahunan melalui inovasi pengelolaan sampah. 

"Kami memulihkan kembali kesuburan tanah yang rusak akibat banjir dengan inovasi penggunaan pupuk organik," kata anggota Kelompok Tani Fetomone, Vera Tobe. 

Baca juga: BNPB gelar peringatan bulan PRB di Aceh pada momentum 20 tahun tsunami

Kelompok Tani Fetomene menggagas inovasi pupuk taksi, yakni pupuk dari campuran kotoran hewan dan dedaunan kering dengan tujuan mengembalikan unsur hara yang hilang pada tanah berpasir. 

"Inovasi ini berdampak positif sehingga lahan yang terdampak banjir kini dapat ditanami dan menghasilkan sayuran dengan produksi yang baik," katanya. 

Dirinya menambahkan, pihaknya akan terus mengembangkan inovasi lanjutan dengan membuat pupuk taksi dalam bentuk butiran granule agar tidak terbawa air saat musim hujan, memastikan kesuburan tanah tetap terjaga meski terjadi banjir.

"Pupuk taksi yang sudah dibuat ini bentuknya halus sekali sehingga apabila terjadi hujan terbawa air. Karena itu, kami akan kembangkan lagi menjadi bentuk butiran yang dapat tertanam dalam tanah dan tidak mudah terbawa air," demikian Vera Tobe.

 

Pewarta: Nurul Hasanah

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024