Redelong (Antaranews Aceh) - Jaringan Anti Korupsi Gayo (Jang-Ko) menyampaikan apresiasi atas kerja KPK yang mulai melakukan penegakan hukum di Aceh dengan menggelar operasi tangkap tangan (OTT) terhadap para pelaku tindak pidana korupsi.
Koordinator Jang-Ko, Maharadi, kepada wartawan di Redelong, Kabupaten bener Meriah, Kamis menyampaikan, sejak lama lembaga anti korupsi di Aceh, khususnya Jang-Ko berharap KPK melakukan pemberantasan korupsi di seluruh wilayah di Aceh.
"Ini membuktikan bahwa tidak ada alasan KPK enggan melakukan tindakan-tindakan represif. Selama ini terkesan KPK dalam kegiatannya di Aceh lebih kepada proses pencegahan yang dikedepankan," tutur Maharadi.
Ia menyatakan hal itu terkait dengan OTT KPK terhadap Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Bupati Bener Meriah Ahmadi, Selasa (3/7).
Menurutnya, selama ini LSM Jang-Ko menduga banyak praktek korupsi yang terjadi di level eksekutif dan legislatif di Aceh, khususnya di wilayah Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Aceh Tengah.
"Kami mendorong sepenuhnya? pihak kepolisian dan kejaksaan agar lebih fokus menangani kasus-kasus di daerah. Tidak ada alasan institusi penegak hukum di daerah memilah-milah mana kasus yang ditangani oleh KPK dan mana yang tidak. Prinsipnya penegakan hukum di negara ini tidak pandang bulu," ujar Maharadi.
Selain itu, kata dia, dengan adanya aturan khusus di Aceh berupa Undang Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) bukan berarti khususan tersebut dapat dijadikan tameng bagi para pengambil kebijakan di Aceh untuk memperkaya diri dan kelompoknya.
"LSM Jang-Ko berharap agar polisi dan kejaksaan di Aceh Tengah dan Bener Meriah khususnya, agar berani membongkar kasus-kasus korupsi di daerah ini di level eksekutif dan legislatif serta di desa," kata Maharadi.
Lanjutnya bahwa OTT yang dilakukan KPK di Aceh dapat menjadi contoh betapa praktek korupsi dilakukan mulai dari level tertinggi dengan cara-cara yang terstruktur rapi.
"Belum lagi persoalan dana desa. Kita menduga banyak juga potensi korupsinya, walaupun kualitasnya kecil namun bahaya yang timbul sangat meresahkan," tuturnya.
Dia menambahkan bahwa jika melihat Aceh saat ini sebagai daerah termiskin keempat di Indonesia sangatlah memilukan, padahal Aceh memiliki alokasi Dana Otonomi Khusus Aceh dengan nilai fantastis setiap tahunnya.
Sementara Kabupaten Bener Meriah, kata Maharadi, juga tak kalah memprihatinkan sebagai daerah termiskin kedua di Aceh setelah Kabupaten Gayo Lues dari 23 kabupaten/kota di Provinsi Aceh.
"Persoalan kemiskinan di Aceh hingga saat ini belum juga selesai, sementara Otonomi Khusus sejak tahun 2009 sudah dikuncurkan," sebutnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018
Koordinator Jang-Ko, Maharadi, kepada wartawan di Redelong, Kabupaten bener Meriah, Kamis menyampaikan, sejak lama lembaga anti korupsi di Aceh, khususnya Jang-Ko berharap KPK melakukan pemberantasan korupsi di seluruh wilayah di Aceh.
"Ini membuktikan bahwa tidak ada alasan KPK enggan melakukan tindakan-tindakan represif. Selama ini terkesan KPK dalam kegiatannya di Aceh lebih kepada proses pencegahan yang dikedepankan," tutur Maharadi.
Ia menyatakan hal itu terkait dengan OTT KPK terhadap Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Bupati Bener Meriah Ahmadi, Selasa (3/7).
Menurutnya, selama ini LSM Jang-Ko menduga banyak praktek korupsi yang terjadi di level eksekutif dan legislatif di Aceh, khususnya di wilayah Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Aceh Tengah.
"Kami mendorong sepenuhnya? pihak kepolisian dan kejaksaan agar lebih fokus menangani kasus-kasus di daerah. Tidak ada alasan institusi penegak hukum di daerah memilah-milah mana kasus yang ditangani oleh KPK dan mana yang tidak. Prinsipnya penegakan hukum di negara ini tidak pandang bulu," ujar Maharadi.
Selain itu, kata dia, dengan adanya aturan khusus di Aceh berupa Undang Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) bukan berarti khususan tersebut dapat dijadikan tameng bagi para pengambil kebijakan di Aceh untuk memperkaya diri dan kelompoknya.
"LSM Jang-Ko berharap agar polisi dan kejaksaan di Aceh Tengah dan Bener Meriah khususnya, agar berani membongkar kasus-kasus korupsi di daerah ini di level eksekutif dan legislatif serta di desa," kata Maharadi.
Lanjutnya bahwa OTT yang dilakukan KPK di Aceh dapat menjadi contoh betapa praktek korupsi dilakukan mulai dari level tertinggi dengan cara-cara yang terstruktur rapi.
"Belum lagi persoalan dana desa. Kita menduga banyak juga potensi korupsinya, walaupun kualitasnya kecil namun bahaya yang timbul sangat meresahkan," tuturnya.
Dia menambahkan bahwa jika melihat Aceh saat ini sebagai daerah termiskin keempat di Indonesia sangatlah memilukan, padahal Aceh memiliki alokasi Dana Otonomi Khusus Aceh dengan nilai fantastis setiap tahunnya.
Sementara Kabupaten Bener Meriah, kata Maharadi, juga tak kalah memprihatinkan sebagai daerah termiskin kedua di Aceh setelah Kabupaten Gayo Lues dari 23 kabupaten/kota di Provinsi Aceh.
"Persoalan kemiskinan di Aceh hingga saat ini belum juga selesai, sementara Otonomi Khusus sejak tahun 2009 sudah dikuncurkan," sebutnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018