Banda Aceh (Antaranews Aceh) - Sekretaris Dinas Sosial Aceh, Devi Riansyah menyatakan keprihatinan terus bertambahnya jumlah pengungsi etnis Rohingya dari Myanmar yang hingga kini telah mencapai 99 orang.
"Keprihatinan terkait anggaran penanganan pengungsi yang tidak tersedia. Meskipun Pemprov Aceh sudah berulangkali menyurati kementerian terkait, namun hingga saat ini belum ada respon apapun," ucapnya di Banda Aceh, Kamis.
Sekretaris Dinsos Aceh meninjau pengungsi Rohingya di tempat penampungan di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kabupaten Bireuen, Aceh, bersama Kepala Dinsos Bireuen Murdani, dan Kepala Seksi Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) Dinsos Aceh Rohaya Hanum.
Dari 99 orang pengungsi etnis Rohingya terdiri dari 79 jiwa, dan delapan orang di antaranya merupakan anak-anak mereka diungsikan di Gedung SKB terletak di Desa Cot Gapu, Kecamatan Kota Juang, Bireun, sejak mereka terdampar di Aceh 20 April 2018.
Sisanya 20 orang etnis Rohingya kesemuanya laki-laki remaja hingga dewasa ditampung di Lingkungan Pondok Sosial (Liposos) Ladong, KotakabupatenAceh, setelah mereka terdampar di perairan Kuala Idi, Kecamatan Idi Rayeuk, Aceh Timur pada 4 Desember 2018.
Pemerintah Aceh telah berulang kali meminta bantuan?pemerintah?pusat lewat Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan,?Kementerian Luar Negeri, Kementerian Sosial, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, namun belum membuahkan hasil.
"Semua kementerian sudah kami datangi, dan bahkan bertemu langsung saat kita mengirim mereka surat. Tapi sampai saat ini, belum ada respon apapun. Kita tentu menyayangkan sikap seperti ini," katanya.
Ia menuturkan, dalam aturan penanganan masyarakat luar negeri terdampar di suatu negara, maka yang bertanggung jawab harusnya Kementerian Hukum dan HAM melalui Keimigrasian, dan Lembaga Migrasi Internasional (IOM).
"Kita sebenarnya tidak punya kewenangan apapun. Apalagi kita tidak ada dana untuk pembiayaan makan, dan kebutuhan lain bagi mereka.?Jika pun ada, itu hanya karena tuntutan kemanusiaan," tutur Devi.
Kepala Dinsos Bireuen Murdani juga berharap agar pemerintah pusat tidak lagi tinggal diam karena?setiap bulan Pemerintah Kabupaten Bireun harus menggelontorkan anggaran tidak kurang Rp100 juta.
Jumlah anggaran Rp100 juta tersebut dengan rincian untuk makan etnis Rohingya minimal Rp3 juta per hari, biaya air dan listrik mencapai Rp6 juta per bulan, dan kebutuhan lain termasuk biaya kesehatan dan petugas di lapangan.
"Setiap bulan, kita harus adakan uang Rp100 juta. Ini tentu sangat membebani anggaran kita," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018
"Keprihatinan terkait anggaran penanganan pengungsi yang tidak tersedia. Meskipun Pemprov Aceh sudah berulangkali menyurati kementerian terkait, namun hingga saat ini belum ada respon apapun," ucapnya di Banda Aceh, Kamis.
Sekretaris Dinsos Aceh meninjau pengungsi Rohingya di tempat penampungan di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kabupaten Bireuen, Aceh, bersama Kepala Dinsos Bireuen Murdani, dan Kepala Seksi Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) Dinsos Aceh Rohaya Hanum.
Dari 99 orang pengungsi etnis Rohingya terdiri dari 79 jiwa, dan delapan orang di antaranya merupakan anak-anak mereka diungsikan di Gedung SKB terletak di Desa Cot Gapu, Kecamatan Kota Juang, Bireun, sejak mereka terdampar di Aceh 20 April 2018.
Sisanya 20 orang etnis Rohingya kesemuanya laki-laki remaja hingga dewasa ditampung di Lingkungan Pondok Sosial (Liposos) Ladong, KotakabupatenAceh, setelah mereka terdampar di perairan Kuala Idi, Kecamatan Idi Rayeuk, Aceh Timur pada 4 Desember 2018.
Pemerintah Aceh telah berulang kali meminta bantuan?pemerintah?pusat lewat Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan,?Kementerian Luar Negeri, Kementerian Sosial, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, namun belum membuahkan hasil.
"Semua kementerian sudah kami datangi, dan bahkan bertemu langsung saat kita mengirim mereka surat. Tapi sampai saat ini, belum ada respon apapun. Kita tentu menyayangkan sikap seperti ini," katanya.
Ia menuturkan, dalam aturan penanganan masyarakat luar negeri terdampar di suatu negara, maka yang bertanggung jawab harusnya Kementerian Hukum dan HAM melalui Keimigrasian, dan Lembaga Migrasi Internasional (IOM).
"Kita sebenarnya tidak punya kewenangan apapun. Apalagi kita tidak ada dana untuk pembiayaan makan, dan kebutuhan lain bagi mereka.?Jika pun ada, itu hanya karena tuntutan kemanusiaan," tutur Devi.
Kepala Dinsos Bireuen Murdani juga berharap agar pemerintah pusat tidak lagi tinggal diam karena?setiap bulan Pemerintah Kabupaten Bireun harus menggelontorkan anggaran tidak kurang Rp100 juta.
Jumlah anggaran Rp100 juta tersebut dengan rincian untuk makan etnis Rohingya minimal Rp3 juta per hari, biaya air dan listrik mencapai Rp6 juta per bulan, dan kebutuhan lain termasuk biaya kesehatan dan petugas di lapangan.
"Setiap bulan, kita harus adakan uang Rp100 juta. Ini tentu sangat membebani anggaran kita," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018