Aceh Geothermal Forum (AGF) bersama akademisi Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) meresmikan sebuah alat produksi garam melalui pemanfaatan tenaga surya di Kemukiman Lampanah, Gampong Ujong Mesjid, Kecamatan Seulimum, Kabupaten Aceh Besar.

Ketua AGF, Fahmi di Aceh Besar, Senin mengatakan Kemukiman Lampanah merupakan daerah yang telah bertahun-tahun melakukan produksi garam dalam jumlah banyak dengan cara tradisional, sehingga mereka melakukan pendampingan untuk pengembangan alat produksi garam yang telah dirancang ahli.

“Produksi garam di sini menjadi sumber pendapatan mereka yang cukup baik. Sehingga kita mencoba memperkenalkan kepada ibu-ibu petani garam di sini untuk melakukan produksi garam dengan model baru, menggunakan tenaga matahari,” katanya.

Baca juga: Akademisi: Aceh berpotensi jadi ladang garam Indonesia

Ia menjelaskan, di Kemukiman Lampanah terdata sebanyak 70 orang yang menjadi petani garam, tersebar di beberapa titik dapur produksi garam tradisional.

Katanya, selama ini mereka dapat memproduksikan sebanyak 40 ton garam per bulan.

"Untuk saat ini kita masih sediakan satu panel surya ini, karena ini masih uji coba pengenalan model kepada masyarakat. Jika ini cukup berhasil maka kita akan lakukan kerjasama agar model seperti ini dapat dikembangkan lebih banyak lagi," katanya.

Baca juga: Kemenko Maritim sebut harga garam anjlok karena standar rendah

Akademisi jurusan Fisika MIPA Unsyiah Dr. Suhrawahdi Ilyas, MSc menyebutkan alat produksi garam tenaga surya itu merupakan hasil penelitian dirinya. Alat ini termasuk dalam kategori yang ramah lingkungan pemanfaatan energi terbarukan, karena tidak menggunakan bahan bakar kayu dan emisi karbon dioksida.

"Energi matahari ini kita pakai dalam dua hal, pertama untuk menghasilkan listrik, kedua untuk penguapan air (garam),” kata Suhra.

Ia menjelaskan, dalam alat produksi garam tersebut terdapat satu pompa air serta alat penyemprot air. Cara kerjanya, energi listrik dari sel surya tersimpan dalam baterai yang kemudian dapat mengoperasikan pompa air.

Baca juga: Kemenko Maritim tinjau produksi garam Aceh dengan sistem tunnel

Kemudian air yang memang telah memiliki kadar garam tinggi di dalam sumur tersebut tersembur melalui pipa penyemprot yang telah dirancang, berbentuk butiran-butiran kecil yang mereka sebut microdoplet.

"Microdoplet itu ketika berada di udara, terkena radiasi sinar matahari maka akan terjadi penguapan. Sehingga dari semburan itu yang jatuh ke bawah langsung garam berbentuk kecil seperti tepung, sudah terpisah dengan air. Itu tejadi kalau cuacanya terik," katanya.

Suhra mengatakan, penggunaan alat produksi garam tenaga surya tersebut dinilai sangat membantu masyarakat. Jika cuaca terik, masyarakat bisa langsung menghidupkan mesin pompa itu mulai dari pagi hingga sore, tanpa harus menunggunya.

Baca juga: Petani garam kewalahan penuhi permintaan pasar

"Sore hari nanti bisa langsung mengumpulkan garamnya. Jadi enggak perlu tunggu. Berdasarkan hitungan kami volume produksi garam menggunakan alat ini mencapai 200 kilogram per hari dalam satu unit pompa dan penyemprot," katanya.

Pewarta: Khalis

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019