Kementerian Koordinator Kemaritimam menyebut anjloknya harga garam disebabkan karena standar mutunya yang rendah.
Deputi II Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kemenko Maritim Agung Kuswandono dalam bincang media di Jakarta, Jumat, mengatakan kabar turunnya harga garam di Cirebon yang hanya Rp300 per kilogram itu disebabkan karena garam hasil produksi petani di wilayah itu adalah garam berkualitas K2 atau K3.
"Muncul isu harga itu dari Cirebon dan itu kualitas K2 atau K3. Mutu atau kualitasnya tidak bisa harganya disamakan dengan harga K1," ujar Agung Kuswandono.
Kualitas garam terbagi menjadi tiga kategori, yakni garam K1 dengan kandungan NaCl paling di atas 94 persen sehingga harga jualnya paling tinggi. Sementara, garam K2 dan K3 adalah garam dengan kualitas di bawah K1.
Agung pun menambahkan tidak ada masalah pada tata niaga garam. Pasalnya, produksi garam rakyat langsung diserap oleh PT Garam (Persero) dan diserap oleh perusahaan importir garam yang telah menandatangani kesepakatan dengan Kementerian Perindustrian untuk menyerap garam rakyat.
Ia pun mengatakan hingga saat ini belum ada data mengenai "kebocoran" impor garam seperti tudingan yang ada saat ini.
"Pak Tio (Direktur Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi) sampaikan data (kebocoran) itu belum ada. Isu bocor itu sampai sekarang datanya belum ada," kata Agung Kuswandono.
Lebih lanjut, ia mengatakan edukasi perlu terus dilakukan bagi petambak garam agar tidak sekadar memproduksi garam, tetapi juga harus memenuhi standar kualitas agar bisa maksimal terserap.
"Karena Standar Nasional Indonesia (SNI) itu paling rendah adalah garam dengan kandungan NaCl 94 persen, maka yang diproduksi juga minimal harus yang begitu," kata Agung Kuswandono menegaskan.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019
Deputi II Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kemenko Maritim Agung Kuswandono dalam bincang media di Jakarta, Jumat, mengatakan kabar turunnya harga garam di Cirebon yang hanya Rp300 per kilogram itu disebabkan karena garam hasil produksi petani di wilayah itu adalah garam berkualitas K2 atau K3.
"Muncul isu harga itu dari Cirebon dan itu kualitas K2 atau K3. Mutu atau kualitasnya tidak bisa harganya disamakan dengan harga K1," ujar Agung Kuswandono.
Kualitas garam terbagi menjadi tiga kategori, yakni garam K1 dengan kandungan NaCl paling di atas 94 persen sehingga harga jualnya paling tinggi. Sementara, garam K2 dan K3 adalah garam dengan kualitas di bawah K1.
Agung pun menambahkan tidak ada masalah pada tata niaga garam. Pasalnya, produksi garam rakyat langsung diserap oleh PT Garam (Persero) dan diserap oleh perusahaan importir garam yang telah menandatangani kesepakatan dengan Kementerian Perindustrian untuk menyerap garam rakyat.
Ia pun mengatakan hingga saat ini belum ada data mengenai "kebocoran" impor garam seperti tudingan yang ada saat ini.
"Pak Tio (Direktur Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi) sampaikan data (kebocoran) itu belum ada. Isu bocor itu sampai sekarang datanya belum ada," kata Agung Kuswandono.
Lebih lanjut, ia mengatakan edukasi perlu terus dilakukan bagi petambak garam agar tidak sekadar memproduksi garam, tetapi juga harus memenuhi standar kualitas agar bisa maksimal terserap.
"Karena Standar Nasional Indonesia (SNI) itu paling rendah adalah garam dengan kandungan NaCl 94 persen, maka yang diproduksi juga minimal harus yang begitu," kata Agung Kuswandono menegaskan.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019