Banda Aceh (ANTARA) - Tiga kepala daerah di Provinsi Aceh mengusulkan Teuku Hamid Azwar ke pemerintah pusat melalui gubernur Aceh untuk diberikan gelar pahlawan nasional asal daerah Tanah Rencong.
Ketua Tim Penyusun Naskah Usulan Pahlawan Nasional Zulkarnaini, Kamis, mengatakan dua kepala daerah yang telah menerbitkan surat usulan pahlawan nasional ditujukan kepada Gubernur Aceh yakni Wali Kota Banda Aminullah Usman dan Bupati Bireuen Muzakkar A Gani.
"Untuk satu kabupaten lagi yaitu surat pengajuannya menyusul, dan bupati sudah komitmen, tinggal menunggu diteken surat pengajuan," katanya di Banda Aceh.
Dia menjelaskan beberapa alasan Hamid Azwar diusul menjadi pahlawan nasional mengingat telah banyak bukti yang tertulis dalam sejumlah buku bahwa sosok Hamid Azwar sangat berperan besar sebelum maupun sesudah Indonesia merdeka.
"Pangkat terakhir beliau Letkol Perwira TNI Komando Sumatera Teuku Hamid Azwar, disini jelas bahwa beliau sudah mempertahankan negara Indonesia dari para penjajah," katanya.
Pria yang kerap disapa Syeh Joel itu menjelaskan Teuku Abdul Hamid Azwar merupakan salah satu tokoh Aceh yang banyak berjasa sejak masa perjuangan melawan penjajahan, awal-awal pendirian Republik hingga mengisi kemerdekaan.
"Ia tidak hanya berkorban dengan nyawanya, tetapi juga dengan harta bendanya. Jejak-jejak pengabdiannya bahkan masih bisa dilihat hingga saat ini," katanya.
Teuku Hamid Azwar lahir dari keluarga bangsawan. Dia merupakan keturunan ketujuh dari Ulee Balang Samalanga, Tun Sri Lanang, tokoh penting dunia melayu nusantara abad ke-17 yang juga penasehat Kesultanan Aceh.
"Darah Tun Sri Lanang ini mengalir lewat ayahnya, Teuku Chik Muhammad Ali Basyah yang kemudian menikah dengan keturunan Cut Nyak Po, keturunan dari Teuku Nek Meuraxa, Ulee Balang Meuraxa," ujarnya.
Meski berasal dari keluarga bangsawan, di dalam diri Teuku Hamid Azwar juga mengalir deras darah pejuang. Neneknya, Pocut Meuligoe (Mahligai) adalah Panglima Perang Samalanga. Pocut Meuligoe pernah membuat Jenderal Van der Heijden kalah dalam tiga kali pertempuran.
"Bahkan salah satu mata jendral tersebut buta terkena tembakan peluru sehingga kemudian disebut sebagai Jenderal Mata Satu," kata Syeh Joel.
Selanjutnya, Teuku Hamid Azwar lahir pada tahun 1916. Pendidikan masa kecilnya dihabiskan di Kutaraja untuk belajar agama dan menempuh pendidikan formal. Ia menjalani pendidikan dasar di sekolah Belanda, Hollandsch Inlandsche School (HIS) di Peunayong yang dikhususkan untuk anak-anak golongan atas. Tamat dari HIS, Teuku Hamid melanjutkan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO).
"Di sekolah inilah ia bertemu dengan Syamaun Gaharu sebagai guru dan murid. Pribadi Teuku Hamid merupakan pribadi yang unik, perpaduan antara jiwa saudagar, politikus, dan pejuang," katanya.
Di usia yang masih muda, ia sudah menjadi pebisnis handal, melakukan perdagangan hasil bumi serta mengelola pabrik penggilingan padi di Samalanga. Tetapi di saat bersamaan ia juga seorang politikus dan terlibat dalam pendirian Partai Indonesia Raya (Parindra) di Aceh dan juga sekolah pergerakan, ujarnya lagi.
Pengumuman Proklamasi Kemerdekaan, bersama Syamaun Gaharu dan Perwira Giyu Gun lainnya, Teuku Hamid mendirikan Angkatan Pemuda Indonesia (API). Dalam perkembangannya API berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), setelah itu menjadi Tentara Republik Indonesia, dan akhirnya menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Teuku Hamid mendapatkan kedudukan cukup tinggi sebagai dan penting sebagai Kepala Staf Divisi V Aceh dengan pangkat Mayor dan Letkol. Ia memimpin pelucutan senjata tentara Jepang serta mencegah Belanda untuk kembali menduduki Aceh saat agresi kedua.
"Ketika diangkat oleh Panglima Sumatera sebagai Kepala Staf SK 2A (Intendans) Komandan Sumatera yang berkeduduk di Bukit Tinggi, Teuku Hamid mulai mendirikan perusahaan dagang Central Trading Company (CTC) yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan TNI,".
CTC tidak hanya memasok senjata, amunisi, dan obat-obatan kepada TNI, tetapi juga melakukan pembelian pesawat AVRON ANSON untuk memperkuat Angkatan Udara dana Kapal Laut PPB 58 LB untuk memperkuat angkatan laut Indonesia.
Teuku Hamid juga mewakafkan tanahnya untuk pendirian Rumah Sakit Meuraxa dan pendirian sekolah di Meuraxa. Dia juga mendirikan Yayasan Rumah Sakit Meuraxa dan Pesantren Mu’had Al-Firdaus.
Tahun 1950, Teuku Hamid Azwar melepaskan tanda pangkatnya dalam militer dengan pangkat terakhir sebagai Letnan Kolonel. Ia meninggal dunia dalam usia 80 tahun di Singapura, pada 7 Oktober 1996.
Ia meninggal dunia tanpa mendapatkan bintang jasa dari pemerintah. Teuku Hamid dimakamkan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
"Dari sejumlah bukti yang terdapat dalam sejumlah buku, tim penyusun naskah juga sudah bertemu ahliwaris untuk meminta izin pengajuan Alm Hamid Azwar sebagai pahlawan, kemudian diperkuat kembali dengan kesaksian keluarga, para sejarawan dan juga para tokoh bahwa Hamid Azwar layak diusul menjadi pahlawan nasional," katanya.
Bahkan, tim penyusun juga sudah mulai bekerja mengumpul bukti yang kuat agar lolos dalam seminar bersama Tim Pengkaji dan Penilai Gelar Daerah (TP2GD).
"Jika menurut tim TP2GD layak, maka selanjutnya akan dinilai lagi oleh TP2GP, semoga proses ini berjalan dengan lancar. Tentu dukungan semua elemen sangat kita butuhkan," katanya.
Ini bicara soal peranan Aceh dalam mempertahankan kemerdekaan dan sebelumnya, disamping itu usulan pahlawan ini juga untuk meluruskan sejarah, maka menurut kami ini sangat penting dan layak diusulkan menjadi pahlawan nasional sosok Hamid Azwar ini, kata Syeh Joel.