Beijing (ANTARA) - Kementerian Luar Negeri China (MFA) menganggap pentingnya komunikasi via telepon antara Presiden Xi Jinping dan Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada Jumat waktu Beijing untuk memulihkan hubungan bilateral kedua negara pemimpin ekonomi dunia itu.
"Kedua presiden tadi sepakat bahwa komunikasi yang mendalam antarmereka terkait hubungan China-AS dan isu-isu internasional sangat penting dalam mengarahkan hubungan bilateral kembali ke jalan yang benar," kata juru bicara MFA Zhao Lijian di Beijing.
Untuk yang kedua kalinya bagi kedua kepala negara melakukan percakapan telepon sepanjang 2021. Sebelumnya hal yang sama pernah dilakukan keduanya pada Februari lalu.
Xi-Biden sepakat untuk melakukan komunikasi sesering mungkin melalui berbagai cara dan menginstruksikan para pejabatnya masing-masing mengintensifkan dialog agar hubungan kedua negara bisa berkembang lebih lanjut.
Menurut Zhao, China merupakan negara berkembang terbesar, sedangkan AS negara maju terbesar.
"Apakah mereka dapat berhubungan dengan baik sehingga bisa mempengaruhi masa depan dunia? Ini adalah pertanyaan abad ini sehingga kedua negara harus memberikan jawaban yang terbaik," ujarnya.
"Ketika China dan AS bekerja sama, kedua negara dan dunia akan diuntungkan. Namun ketika China dan AS berkonfrontasi, maka kedua negara dan dunia akan menderita," ucapnya dalam pengarahan pers harian itu.
"Menjalin hubungan yang baik bukanlah suatu pilihan, namun suatu keharusan," kata Zhao menirukan ucapan Xi kepada Biden.
Dalam kesempatan langka tersebut Biden juga mengungkapkan bahwa pihaknya tidak bermaksud mengubah kebijakan Satu China.
"Pertanyaan tentang Taiwan merupakan isu yang sangat penting dan sensitif dalam kemitraan China-AS. Prinsip Satu China adalah fondasi politik kemitraan China-AS. Dalam percakapan tadi, Presiden Xi menekankan bahwa atas dasar penghormatan kepentingan utama masing-masing dalam mengatasi perbedaan, China dan AS seharusnya berdialog dan bekerja sama agar tercipta lebih banyak dinamika positif dalam hubungan kedua negara," ujar Zhao menanggapi pernyataan Presiden Biden tersebut.