Banda Aceh (ANTARA) - Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Aliman mengharapkan seluruh nelayan di Aceh tetap bisa melaut untuk menangkap ikan seperti biasanya.
"Meskipun saat ini harga BBM sedikit mengalami kenaikan, dan BBM bersubsidi kadangkala sering cepat habis. Nelayan harus tetap bisa melaut untuk menangkap ikan,” kata Aliman, di Banda Aceh, Kamis.
Hal itu disampaikan Aliman dalam pada rapat koordinasi penyaluran BBM bersubsidi dan rencana penambahan kuota sebagai upaya pengendalian inflasi, bersama 11 dari 15 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN)/Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN) yang aktif atau beroperasi di Aceh.
Aliman menyampaikan, para owner dan pengelola SPBUN/SPDN yang hadir dalam rapat tersebut umumnya mengeluhkan tentang terbatasnya kuota BBM subsidi yang dimiliki. Sedangkan kebutuhan di lapangan terhadap jumlah kapal penangkapan ikan cukup banyak.
Aliman berharap, semua kapal nelayan, baik di bawah maupun di atas 30 GT, harus dipermudah untuk mendapatkan BBM sehingga tidak mengganggu aktivitas penangkapan ikan di laut.
Hal ini penting guna menjaga ketersediaan pasokan ikan tetap stabil, harga stabil, sehingga inflasi dapat dikendalikan.
Aliman menjelaskan bahwa sebagian nelayan kecil menggunakan BBM jenis Pertalite, dan umumnya boat di bawah 5 GT.
Karena itu, kepada semua pihak terkait dan SPBU yang ada dan dekat dengan sentra nelayan agar dapat membantu nelayan memperoleh BBM jenis Pertalite dimaksud, menggunakan media jerigen.
"Umumnya mereka nelayan kecil, kebutuhan mereka tidak banyak dan tidak mungkin mereka membawa perahu atau boat nya ke SPBU, yang penting mereka membawa rekomendasi dari DKP setempat," ujar Aliman.
Dalam kesempatan ini, Direktur SPDN Muara Batu Aceh Utara Sri Dewi mengaku kesulitan saat menyalurkan BBM pada nelayan. Karena mereka hanya mendapat kuota dari Pertamina sebanyak 72 kilo liter (KL) per bulan.
Sehingga mereka harus membagikan penyalurannya sebanyak 16 KL per pekan dan dipastikan habis dalam tiga sampai empat hari.
"Selebihnya nelayan harus menunggu giliran di pekan berikutnya, sehingga sering kali kapal harus diikat di dermaga sampai diperolehnya BBM berikutnya," kata Sri Dewi.
Hal senada disampaikan Ermisal, pengelola SPDN Koperasi Perikanan Refca di PPI Ujung Serangga Abdya itu menyampaikan bahwa pihaknya hanya mendapatkan kuota BBM solar bersubsidi sebanyak 80 KL per bulan, dan kondisi ini sudah berjalan selama 8 tahun.
Sementara jumlah kapal pancing ukuran 30 GT ke bawah sudah banyak bertambah. Sehingga setiap tanggal 20 bulan berjalan, dipastikan stok BBM nya sudah habis.
"Hal ini menyebabkan nelayan kesulitan untuk mendapatkan BBM untuk bisa tetap melaut setelah tanggal itu," ujar Ermisal.
Sementara itu, Ketua Hiswana Migas Aceh Nahrawi Noerdin yang juga ikut hadir dalam rapat tersebut mengingatkan bahwa penggunaan BBM bersubsidi diperuntukkan bagi nelayan kecil dengan ukuran kapal di bawah 30 GT.
Tetapi agar lebih tepat sasaran, maka harus diutamakan terhadap nelayan yang melakukan operasi penangkapan one day fishing (pergi pagi pulang sore). Kemudian, khusus untuk kapal nelayan di atas 30 GT tidak boleh menggunakan BBM Subsidi.
“Meski demikian kami bersama DKP Aceh akan mengupayakan adanya BBM harga khusus yang diperuntukkan bagi kapal nelayan non subsidi, yang penting harus tepat sasaran," demikian Nahrawi.
Pada rakor ini turut dihadiri Miftachudin Cut Adek dari Panglima Laot Aceh dan Azwar Anas, Ketua KNTI Provinsi Aceh. Sementara pihak Pertamina perwakilan Aceh yang juga diundang pada acara ini, tidak hadir dengan alasan sedang dinas luar kota.