Tokyo (ANTARA) - Panel Pemerintah Jepang mengusulkan penghapusan program magang pada April lalu karena dinilai kontroversial akibat banyaknya pelecehan dan diskriminasi. Lalu, bagaimana dengan nasib warga negara Indonesia (WNI) yang sudah terlanjur ikut program tersebut di negara sakura?
Setidaknya terdapat lima poin penting alasan program magang dihapus, yakni penghapusan program magang dan digantikan dengan program pengadaan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM), penyesuaian bidang dan jenis kerja baru dengan bidang dan kerja SSW guna memberikan kemudahan peserta untuk alih status ke program tersebut, pemberian kelonggaran bagi peserta untuk berpindah perusahaan dalam jenis kerja yang sama.
Kemudian, peran organisasi pengawas dalam program pemagangan akan terus diadopsi dengan memberikan syarat sertifikasi yang lebih ketat dan mencabut izin organisasi pengawas yang tidak menjalankan tugasnya dengan benar serta pemenuhan mekanisme pengawasan kemampuan dan keahlian peserta.
Baca juga: 68 peserta magang Disnakermobduk Aceh direkrut jadi karyawan
Berdasarkan laporan Imigrasi Jepang pada Juni 2022, jumlah WNI di negara itu telah mencapai 83.000 orang. Dari jumlah tersebut, pekerja magang atau kenshusei tercatat naik menjadi 44.000 orang yang sebelumnya hanya 34.000.
Sementara itu, untuk kategori pekerja dengan keterampilan spesifik (specified skilled workers/SSW), jumlahnya mencapai hampir 10.000 orang.
Menanggapi hal tersebut, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo mengimbau WNI untuk mengikuti aturan Pemerintah Jepang agar tidak terkena masalah di kemudian hari.
“Sekarang kami bisa sarankan agar semua ketentuan terkait visa dan izin tinggal di sini, mekanismenya tentu kalau bisa diikuti dengan benar,” kata Wakil Duta Besar RI untuk Jepang John Tjahjanto Boestami saat ditemui di Tokyo, Kamis.
Baca juga: Disnakermobduk ajak anak muda Aceh ikut program magang hotel internasional
Menurut dia, ketidakjelasan status akibat visa kerja atau tinggal yang tidak sesuai akan menimbulkan berbagai hambatan masalah pada kemudian hari.
“Kalau statusnya tidak jelas di sini, yang rugi mereka masing-masing, yang akan merasakan itu. Tentunya bisa membawa masalah bukan hanya bagi diri sendiri melainkan juga bagi orang lain,” katanya.
Pascapandemi COVID-19, WNI di Jepang berjumlah 67.000 orang, yang sebelumnya sempat berkurang menjadi sekitar 60.000 pada awal pandemi.
Baca juga: BPJS Ketenagakerjaan targetkan siswa magang di Aceh terlindungi