Banda Aceh (ANTARA) - Majelis hakim tingkat banding Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Banda Aceh memperberat hukuman perkara tindak pidana korupsi pertanahan di Kabupaten Aceh Jaya dari satu tahun menjadi tiga tahun penjara.
Humas Pengadilan Tinggi Banda Aceh di Banda Aceh, Jumat, mengatakan perkara tersebut dengan terdakwa Muhtar, berusia 41 tahun. Terdakwa merupakan Keuchik (kepala desa) Paya Laot, Kecamatan Setia Bakti, Kabupaten Aceh Jaya.
"Majelis hakim tingkat banding menjatuhkan putusan kepada terdakwa Muhtar dengan hukuman tiga tahun penjara. Putusan tersebut lebih berat dari putusan pengadilan tingkat pertama dengan hukuman satu tahun penjara," katanya.
Baca juga: Kepala desa di Aceh Jaya divonis satu tahun penjara terkait korupsi pertanahan
Putusan tersebut dibacakan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Banda Aceh diketuai Makaroda Hafat serta didampingi M Joni Kemri dan Taqwaddin masing-masing sebagai hakim anggota.
Selain pidana penjara, majelis hakim tingkat banding juga menghukum terdakwa membayar denda Rp100 juta. Apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim tindak banding menyatakan tidak sependapat dengan putusan pengadilan tingkat pertama karena peran terdakwa dan besarnya kerugian negara.
Terdakwa memiliki niat dan inisiatif yang kuat dalam proses tanah objek landreform (TOL) dari tanah negara menjadi tanah milik nama perorangan. Proses TOL tersebut melahirkan 260 sertifikat hak milik atas tanah
"Sertifikat hak milik atas Tanah terjadi karena kepala kantor pertanahan membubuhkan tanda tangan. Sedangkan kepala kantor pertanahan telah dihukum lima tahun penjara," kata Taqwaddin.
Sebelum, Jaksa Penuntut Umum Ronald Reagan dari Kejaksaan Negeri Aceh Jaya menuntut terdakwa Muhtar yang menjabat sebagai Keuchik Paya Laot periode 2013 hingga 2023, dengan hukuman 10 tahun enam bulan penjara serta denda Rp200 juta subsidair dua bulan penjara.
JPU menyatakan terdakwa Muhtar dalam rentang waktu 2016 hingga 2017 terlibat tindak pidana korupsi dengan cara melakukan redistribusi sertifikat terhadap tanah negara di Desa Paya Laot yang luasnya mencapai 5,14 juta meter persegi.
Redistribusi sertifikat tanah tersebut ditujukan kepada petani. Pada kenyataannya, tanah untuk redistribusi sertifikat tersebut tidak pernah sama sekali digarap oleh penerima sertifikat. Penerima sertifikat juga bukan petani penggarap yang memenuhi syarat. Apabila dikonversi dalam bentuk uang, tanah negara tersebut bernilai Rp12,6 miliar lebih.
Atas tuntutan tersebut, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh memvonis terdakwa Muhtar dengan hukuman satu tahun penjara dan denda denda Rp100 juta subsidair dua bulan penjara.
Majelis hakim menyatakan terdakwa bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a dan b Ayat (2) dan Ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: Keuchik di Aceh Jaya dituntut 10 tahun enam bulan penjara