Banda Aceh (ANTARA) - Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh terpilih Muzakir Manaf - Fadhlullah (Mualem - Dek Fadh) menyampaikan sejumlah program perikanan terutama terhadap kegiatan nelayan di tanah rencong.
Dalam debat kedua Pilgub Aceh pada Jumat (1/11/2024), paslon nomor urut 2 ini dalam paparan visi-misinya menyatakan bahwa nelayan merupakan salah satu kalangan masyarakat mayoritas di Aceh selain petani dan peternak. Pemerintah wajib memberikan kesejahteraan kepada mereka.
"Karena itu, kami fokus memberikan kemudahan dan pelayanan terbaik kepada nelayan. Kita wajib bertindak untuk kesejahteraan mereka," ujarnya.
Baca juga: Paslon gubernur klaim anggaran PPA kurang maksimal di Aceh, benarkah?
Adapun program yang direncanakan Mualem-Dek Fadh untuk nelayan Aceh yakni komunikasi alat tangkap (radio dan lainnya), fasilitas tempat pendaratan ikan (TPI) modern, dan kampung nelayan maju (Kalaju).
"Sekaligus tetap menjaga adat hukum laut melalui Panglima Laot sebagai bentuk kearifan lokal," kata Mualem.
Kebutuhan mendesak
Panglima Laot (laut) Aceh, Miftach Tjut Adek menyatakan bahwa program yang disampaikan dari paslon Mualem-Dek Fadh memang sudah menjadi kebutuhan mendesak nelayan di Aceh.
Terkait alat komunikasi, kata dia, itu sangat dibutuhkan nelayan. Mengingat, baru sebagian kecil kapal nelayan yang sudah memiliki alat komunikasi. Dan, kebanyakan itu juga dibeli sendiri, masih minim sekali bantuan dari Pemerintah Aceh.
"Sekarang ada beberapa (kapal nelayan yang punya alat komunikasi), hanya sebagian kecil saja. Itu ada juga bantuan dan dibeli sendiri oleh kapal. Tetapi belum ada pemerataan," katanya.
Dirinya menambahkan, alat komunikasi itu juga sangat menentukan kestabilan harga dan jumlah ikan yang tersedia untuk dibawa pulang. Nelayan bisa berkomunikasi satu sama lainnya. Sehingga ikan bakal stabil dan nilai pasarnya juga lebih baik.
Kemudian, lanjut Miftach, terkait Tempat Pendaratan Ikan (TPI) modern sejauh ini belum ada di Aceh. Maka, ini juga sangat dibutuhkan. Mengingat TPI modern menyediakan fasilitas yang menjadikan ikan pasca panen lebih baik.
"Nelayan bawa pulang ikan, ditampung, air nya tersedia, listrik nya tersedia dan pengangkutan tersedia, itu TPI modern memang diharapkan masyarakat nelayan," ujarnya.
Baca juga: Perempuan dan anak Aceh belum sepenuhnya terlindungi
Lalu, terkait program kampung nelayan maju (Kalaju), Miftach kembali menegaskan bahwa nelayan Aceh sudah sangat membutuhkan itu, mengingat banyak mereka yang tinggal di area sedikit kumuh.
"Perumahan nelayan atau nelayan itu juga dibutuhkan, mengingat banyak nelayan ini masih kumuh. Bahkan, ada yang satu rumah dihuni tiga keluarga," katanya.
Maka dari itu, Miftach berharap program tersebut benar-benar dilaksanakan nantinya. Walaupun rumah kecil.
Untuk diketahui, jumlah kapal nelayan di Aceh saat ini lebih kurang 25 ribu unit untuk semua jenis atau ukuran mulai dari 0.1 sampai 150 gross tonnage (GT). Sedangkan nelayan sendiri berjumlah sekitar 97 ribu orang
"Memang perlu pemberdayaan khusus untuk nelayan, walaupun tipe rumah 25. Menurut saya program-program itu bagus sekali, dan memang kita butuhkan," pungkas Miftach.
Sebagai informasi, Panglima Laot merupakan lembaga adat laut Aceh yang membawahi nelayan di Aceh. Semua permasalahan yang berhubungan dengan nelayan di laut tidak terlepas dari wewenang lembaga tersebut.
Konten ini merupakan bagian dari program fellowship Aliansi Jurnalis Independen (AJI).