Memasuki hari keempat tragedi jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 di perairan Tanjung Kabupaten Karawang, Jawa Barat yang terjadi Senin (29/10) pagi, petugas masih terkonsentrasi mencari, mengevakuasi dan mengidentifikasi para korban.
Sementara pihak keluarga terus menunggu dan berharap anggota keluarga mereka yang menjadi korban bisa ditemukan, serta berharap keajaiban itu masih ada.
Dibalik banyaknya penyebaran hoaks atau kabar bohong yang menyesakkan dada pembaca, juga ada cerita "human interest" dibalik tragedi pesawat jatuh itu yang cukup menyedihkan, menyentuh dan membuat kita merasa berempati.
Berselang setengah hari setelah kejadian itu, seorang ibu muda bernama Putri dengan langkah gontai, mata berkaca sambil memegang perutnya yang sedang mengandung enam bulan, menceritakan bahwa suami dan anak sulungnya berada dalam pesawat naas itu.
Putri mengisahkan bahwa suaminya bernama Wahyu beserta anak sulungnya berangkat ke Jakarta pada Minggu (28/10), untuk menonton pertandingan sepak bola Indonesia vs Jepang di Gelora Bung Karno (GBK).
"Malamnya sempat kirim-kirim foto serta video call dan menyampaikan bahwa besok pagi-pagi mereka balik ke Bangka menggunakan pesawat Lion Air jadwal penerbangan pagi," ceritanya.
Kemudian paginya mereka masih sempat berkomunikasi sebelum berangkat, hingga akhirnya Putri yang sedang berada di kantor saat itu dikabari kerabatnya bahwa pesawat yang ditumpangi suaminya mengalami musibah.
Putri langsung tersentak, lemas dan jatuh pingsan mendengar kabar duka itu dan kemudian dengan bantuan kerabatnya yang lain langsung mendatangi posko crisis centre di Bandara Depati Amir, Kota Pangkalpinang mencari informasi nasib suaminya yang berada dalam pesawat naas itu.
Tidak hanya Putri, tetapi ratusan keluarga korban lainnya juga berkumpul di Bandara Depati Amir menanti kabar baik pascainsiden jatuhnya pesawat itu.
Cerita mengharukan juga datang dari Budiman, keponakan pria paroh baya ini juga menjadi korban kecelakaan pesawat bersama suaminya.
Budiman menceritakan bahwa keponakan dan suaminya memang selama ini berjauhan, di mana suaminya bekerja di Kalimantan sementara keponakannya bekerja di Pulau Bangka.
Keduanya sepakat berjumpa di Jakarta karena suaminya mengambil jatah cuti kerja dan tidak menyangka itu merupakan kebersamaan terakhir pasangan suami istri ini karena menjadi korban pesawat jatuh.
Budiman mengaku, pagi itu keponakan dan suaminya berangkat ke Pangkalpinang untuk berlibur dan kemudian juga berobat ke Palembang (mengikuti program hamil dengan seorang dokter di Palembang) karena pasangan ini sudah 16 tahun belum dikaruniai anak.
Selama ini keduanya mengangkat anak yang sekarang sudah berumur tujuh tahun dan tinggal bersama neneknya setelah kedua orang tua angkatnya itu menjadi korban kecelakaan pesawat jatuh.
Kisah menyedihkan juga diceritakan para keluarga korban yang lainnya, ada suami yang harus segera pulang ke Bangka untuk mendampingi istrinya yang akan melahirkan anak pertama.
Namun takdir berkata lain, istrinya melahirkan seorang bayi mungil yang lucu pada Senin (29/10) malam tanpa dibisikkan kalimat Allah dari sang ayah yang menjadi korban pesawat jatuh.
Duka mendalam juga dialami keluarga Zakaria di Kabupaten Bangka. Pria yang biasa dipanggil Acin ini sampai sekarang masih menunggu kabar baik terhadap kedua anakya Hardi (31) dan Ferayunita (21). Kedua kakak adik itu menjadi korban tragedi Lion Air JT 610 itu.
Acin menuturkan, kedua anaknya itu pulang menumpang Lion Air penerbangan pagi karena ingin segera menghadiri pemakaman neneknya yang meninggal dunia Senin pagi.
"Kami sangat terpukul, Hardi itu anak sulung sementara Ferayunita adalah anak bungsu kami. Kami berharap kabar baik, kendati sudah meninggal dunia namun kami tetap berharap jasadnya ditemukan dalam keadaan utuh," ceritanya.
Acin mengatakan Hardi memang bekerja dan berdomisili di Jakarta bersama istrinya, sementara adiknya Ferayunita baru menyelesaikan perkuliahan.
Hakim Pengadilan Negeri Koba, Bangka Tengah, Ikhsan Riyadi juga menjadi korban. Menurut keterangan Kajari Koba, Dodi Putra Alpian bahwa Ikhsan baru saja dilantik dan pada Senin (29/10) merupakan hari dinas pertamanya di Bangka Tengah.
Siapa yang menyangka, Ikhsan yang berniat memboyong keluarga berdinas tugas di Bangka Tengah menjadi korban tragedi Lion Air itu.
Ikhsan diinformasikan juga satu pesawat dengan Hakim Pengadilan Negeri Muntok dan Hakim Pengadilan Negeri Toboali yang juga menjadi korban.
Duka mendalam atas tragedi jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 itu tidak saja dialami masyarakat biasa, tetapi juga sejumlah instansi pemerintahan daerah dan juga instansi negara yang memiliki perwakilan di Babel.
Rasa duka yang sangat mendalam tentu dialami rekan-rekan kerja di Kanwil Direktorat Jenderal Pembendaharaan (DJPb) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sebanyak 21 pejabat dan staf dari lembaga keuangan negara itu menjadi korban.
Kepala DJPb Babel, Supendi membenarkan sebanyak 21 pejabat dan staf di lembaga keuangan negara itu berada di dalam pesawat naas tersebut.
"Awalnya dalam data penumpang sebanyak 22 orang, namun satu orang staf kami ketinggalan pesawat yaitu atas nama Sony. Dia terhindar dari insiden itu," katanya.
Sebagai bentuk empati dan duka cita yang mendalam, seluruh staf dan pejabat di instansi tersebut memasang pita hitam di lengan kiri, pakai dasi hitam dan baju putih.
"Ini bentuk rasa berduka kami yang sangat mendalam, 21 pejabat dan staf kami menjadi korban dan sampai sekarang kami belum tahu seperti apa keadaannya," kata Supendi dengan mata berkaca.
Gubernur Babel, Erzaldi Rosman Djohan memerintahkan setiap OPD mengibarkan bendera setengah tiang karena ada beberapa ASN Pemprov Babel menjadi korban dalam rangka tugas.
Demikian juga Sekretariat DPRD Babel dalam suasana berduka, karena enam legislator dari provinsi itu menjadi korban yaitu Ahmad Mughni, Eling Sutikno, Dolar, HK Junaidi, Mukhtar Rasyid dan Murdiman.
Ketua DPRD Babel, Didit Srigusjaya sempat menskor sidang paripurna selama setengah jam karena tiba-tiba ruangan paripurna pada Selasa (30/10) menjadi ruang isak tangis sejumlah rekan kerja korban yang lain.
Enam anggota DPRD itu menjadi korban setelah menghadiri kegiatan pameran pembangunan di Serpong, Tangerang. Dalam catatan terdapat sebanyak 11 legislator yang hadir, namun enam anggota naik pesawat naas itu sementara yang lain menaiki pesawat yang berbeda.
Tidak hanya enam anggota DPRD yang menjadi korban, tetapi ada beberapa staf yang ikut dalam rombongan itu juga menjadi korban.
Pesawat Lion Air JT 610 type B737-Max 8 sesuai manifes pesawat mengangakut 178 penumpang dewasa, satu penumpang anak-anak dan dua penumpang bayi. Termasuk dalam penerbangan ini ada tiga pramugari sedang pelatihan dan seorang tenaga teknisi.
Kapten Pilot Bhavye Suneje yang membawa pesawat naas itu memiliki lebih 6.000 jam terbang, sementara Co Pilot Harvino telah mempunyai lebih dari 5.000 jam terbang.
Selain Kapten Pilot dan Co Pilot, ada enam awak kabin atas nama Shintia Melina, Citra Noivita Anggelia, Alviani Hidayatul Solikha, Damayanti Simarmata, Mery Yulianda, dan Deny Maula.
Cerita dibalik tragedi Lion Air JT 610
Kamis, 1 November 2018 14:54 WIB