Banda Aceh (Antaranews Aceh) - Pemerintah Aceh meminta kapal nelayan diwilayah setempat melengkapi sistem pemosisi global atau GPS serta navigasi agar tidak masuk ke negara lainnya saat melaut.
"Kapal nelayan itu harus melengkapi alat navigasi serta GPS agar saat berada di laut tahu titik koordinatnya dan tidak masuk ke teritorial laut negara lainnya," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh, Cut Yusminar melalui Kabid Perikanan Tangkap, Aliman di Banda Aceh, Kamis.
Ia mengaku, pada setiap kesempatan pihaknya terus mengingatkan masyarakat nelayan untuk melengkapi alat nagavisa maupun GPS.
Ke dua alat tersebut katanya, sangat memudahkan masyarakat nelayan saat berada di laut.
"Pemerintah tidak mengeluarkan Surat izin Usaha Perikanan (SIUP) Buku Kapal Perikanan (BKP), maupun Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) bagi kapal nelayan yang tidak memenuhi standar," tegas Aliman.
Mayoritas masyarakat nelayan provinsi paling ujung barat Sumatera melaut atau mencari ikan tangkap hingga ke Samudera Hindia dan Selat Malaka.
Syahbandar setempat mencatat, diwilayah Aceh memiliki lebih 359 unit kapal perikanan dengan alat tangkap 261 kapal diantaranya menggunakan pukat cincin dan 98 pancing ulur.
"Kalau syarat untuk SPB (surat perintah berlayar), sesuai peraturan berlaku itu wajib ada SLO (surat laik operasi) dari perikanan. Tapi ini, berlaku bagi kapal perikanan di atas 10 gross ton," kata Kamil.
Panglima Laot (Lembaga Ada Laut) Aceh menyatakan, sebanyak enam nelayan provinsi ini masih ditahan di luar negeri terkait kasus dugaan pelanggaran teritorial laut.
"Sampai hari ini, enam nelayan Aceh masih ditahan di luar negeri, lima orang di Malaysia dan satu di antaranya di Myanmar," kata Sekretaris Panglima Laot Aceh Miftachhuddin Cut Adek.
Lima nelayan asal Manyad Payed, Kabupaten Aceh Timur ditahan pihak otoritas Malaysia sejak 12 Juli 2018 dan sudah memperoleh pengurangan masa hukuman atau remisi selama tiga bulan.
Kemudian, sebanyak 16 nelayan Aceh pada Selasa 6 November 2018 ditangkap otoritas Myanmar, 14 di antaranya memperoleh pengampunan dari Pemerintah Myanmar dan sudah kembali ke Tanah Air, seorang meninggal dunia dan satu orang diantaranya, bernama Jamaludin Amno hingga kini masih ditahan di Myanmar terkait dugaan pelanggaran perikanan.
Kapal nelayan Aceh diminta lengkapi GPS
Jumat, 8 Februari 2019 9:25 WIB